DAFTAR ALAMAT AND KANTOR PERUSAHAAN PHARMASI
1. Bernofarm pharmaceutical
Jl. Gatot Subroto No 68 Sidoarjo
Telpon.Kantor : 0318913015
2. Harsen Laboratories, PT
Pabrik: JI. Raya Jakarta-Bogor Km.24,6 Cijantung Jakarta Timur Telp.: 021-8400530
3. Ikapharmindo Putramas, PT
JI. Pulogadung Raya No.29 KIP Jakarta 13920
Telp.:021-4600086 Fax: 021-4608865
4. Indofarma PT
JI. Indofarma No.1 Cibitung Bekasi 17520
Telp.:021-8800025; 8800727
5. Kalbe Farma, PT
Kawasan Industri Delta Silicon,
JI. MH Thamrin Blok A3-1, Lippo Cikarang,
Bekasi Telp.:021-89907333-37 Fax: 021-8972874
6. Kimia Farma, PT
JI. Budi Utomo No.1 Jakarta 10710 PO Box 1204/ JKT 10002 Telp.:021-3849251-53; 3844174
7. Landson, PertiwiAgung, PT
JI. Gedung Mensa II Lantai II
JI. HR Rasuna Said Kav. B 35
Jakarta 12910 PO Box 4080/JKT 10040
W 021-5209356-57, 5271537
8. Samco Farma, PT
JI. Toko Tiga Seberang 11 Jak. Barat
TELP: 021-6393508, 6003315
9. Zenith Pharmaceutical, PT
JI. Tambak Aji I Semarang 50185
Telp.:024-8663870, 8663872
10. Yekatria Farma, PT
JI. Mojo 10, Dagen, Jaten Karanganyar
PO Box 134 Surakarta 57101
Telp.: 0271-825381 Fax: 0271-825014
11. Gratia Husada Farma, PT
Ds. Ngempon Klepu Karangjati
Semarang 50552
Telp.: 024-6922055; 6921988; 6923057
12. PT Berlico Mulia Farma
Jl. Juwangen Kalasan Km 10.6 Tromol Pos No. 8
YOGYAKARTA – 55571 Telp.: 0274-496446, 497893, 496443
13. PT Bima Mitra Farma
Jl Raya Pasar Kemis Desa Keroncong RT.003/04
TANGERANG – 15134
Telp.: 021-5902303, 5902516, 5900382, 5902515
14. Eisai Indonesia, PT
Ratu Plaza Tower Office lantai 11. Jalan Jendral Sudirman no. 9 Jakarta 10290
Telp.: 021-5226780 Fax: 021-5226790
15. Errita Pharma, PT
Desa Bojongsalam RT.04 RW.07 Kec. Rancaekek Kab. Bandung 40396
Telp.: 022-7949062, 7949064 Fax: 022-7949063
16.Medifarma Laboratories, PT
JI. Rawa Gelam V Blok L Kav. 11-13
Kaw. Ind. Pulogadung Jakarta 13260
TELP: 021-4608808 Fax: 021-4608801
17. Soho Industri Pharmasi, PT
JI. Pulogadung No, 6 KIP Jakarta 13920
TELP: 021-4605550 Fax: 021-4603111
18. PT Afifarma
Jalan Mauni Industri No.8 Kediri, Jawa Timur 64131
Telp: (0354) 683675-683679 Fax : (0354) 687292 atau 683679
Rabu, 23 Desember 2009
Selasa, 01 Desember 2009
KOMUNIKASI
Beberapa definisi komunikasi adalah:
1. Komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti/makna yang perlu dipahami bersama oleh pihak yang terlibat dalam kegiatan komunikasi (Astrid).
2. Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau kegiatan penyampaian pesan atau informasi tentang pikiran atau perasaan (Roben.J.G).
3. Komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain (Davis, 1981).
4. Komunikasi adalah berusaha untuk mengadakan persamaan dengan orang lain (Schram,W)
5. Komunikasi adalah penyampaian dan memahami pesan dari satu orang kepada orang lain, komunikasi merupakan proses sosial (Modul PRT, Lembaga Administrasi).
TUJUAN KOMUNIKASI
Hewitt (1981), menjabarkan tujuan penggunaan proses komunikasi secara spesifik sebagai berikut:
1. Mempelajari atau mengajarkan sesuatu
2. Mempengaruhi perilaku seseorang
3. Mengungkapkan perasaan
4. Menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang lain
5. Berhubungan dengan orang lain
6. Menyelesaian sebuah masalah
7. Mencapai sebuah tujuan
8. Menurunkan ketegangan dan menyelesaian konflik
9. Menstimulasi minat pada diri sendiri atau orng lain
DASAR KOMUNIKASI
Komunikasi mempunyai dasar sebagai berikut: Niat, Minat, Pandangan, Lekat, Libat.
Niat menyangkut :
Apa yang akan disampaikan
Siapa sasarannya
Apa yang akan dicapai
Kapan akan disampaikan
Minat, ada dua factor yang mempengaruhi yaitu:
• Faktor obyektif : merupakan rangsang yang kita terima
• Faktor subyektif : merupakan faktor yang menyangkut diri si penerima stimulus
Pandangan, merupakan makna dari informasi yang disampaikan pada sasaran, menafsirkan informasi yang diterima tergantung pada pendidikan, pekerjaan, pengalaman dan kerangka pikir seseorang.
Lekat, merupakan informasi yang disimpan oleh si penerima.
Libat, merupakan keterlibatan panca indera sebanyak-banyaknya.
Jenis komunikasi terdiri dari:
1. Komunikasi verbal dengan kata-kata
2. Komunikasi non verbal disebut dengan bahasa tubuh
1. Komunikasi Verbal mencakup aspek-aspek berupa ;
a. Vocabulary (perbendaharaan kata-kata). Komunikasi tidak akan efektif bila pesan disampaikan dengan kata-kata yang tidak dimengerti, karena itu olah kata menjadi penting dalam berkomunikasi.
b. Racing (kecepatan). Komunikasi akan lebih efektif dan sukses bila kecepatan bicara dapat diatur dengan baik, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.
c. Intonasi suara: akan mempengaruhi arti pesan secara dramatik sehingga pesan akan menjadi lain artinya bila diucapkan dengan intonasi suara yang berbeda. Intonasi suara yang tidak proposional merupakan hambatan dalam berkomunikasi.
d. Humor: dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia. Dugan (1989), memberikan catatan bahwa dengan tertawa dapat membantu menghilangkan stress dan nyeri. Tertawa mempunyai hubungan fisik dan psikis dan harus diingat bahwa humor adalah merupakan satu-satunya selingan dalam berkomunikasi.
e. Singkat dan jelas. Komunikasi akan efektif bila disampaikan secara singkat dan jelas, langsung pada pokok permasalahannya sehingga lebih mudah dimengerti.
f. Timing (waktu yang tepat) adalah hal kritis yang perlu diperhatikan karena berkomunikasi akan berarti bila seseorang bersedia untuk berkomunikasi, artinya dapat menyediakan waktu untuk mendengar atau memperhatikan apa yang disampaikan.
2. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal adalah penyampaian pesan tanpa kata-kata dan komunikasi non verbal memberikan arti pada komunikasi verbal.
Yang termasuk komunikasi non verbal :
a. Ekspresi wajah
Wajah merupakan sumber yang kaya dengan komunikasi, karena ekspresi wajah cerminan suasana emosi seseorang.
b. Kontak mata, merupakan sinyal alamiah untuk berkomunikasi. Dengan mengadakan kontak mata selama berinterakasi atau tanya jawab berarti orang tersebut terlibat dan menghargai lawan bicaranya dengan kemauan untuk memperhatikan bukan sekedar mendengarkan. Melalui kontak mata juga memberikan kesempatan pada orang lain untuk mengobservasi yang lainnya
c. Sentuhan adalah bentuk komunikasi personal mengingat sentuhan lebih bersifat spontan dari pada komunikasi verbal. Beberapa pesan seperti perhatian yang sungguh-sungguh, dukungan emosional, kasih sayang atau simpati dapat dilakukan melalui sentuhan.
d. Postur tubuh dan gaya berjalan. Cara seseorang berjalan, duduk, berdiri dan bergerak memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur tubuh dan gaya berjalan merefleksikan emosi, konsep diri, dan tingkat kesehatannya.
e. Sound (Suara). Rintihan, menarik nafas panjang, tangisan juga salah satu ungkapan perasaan dan pikiran seseorang yang dapat dijadikan komunikasi. Bila dikombinasikan dengan semua bentuk komunikasi non verbal lainnya sampai desis atau suara dapat menjadi pesan yang sangat jelas.
f. Gerak isyarat, adalah yang dapat mempertegas pembicaraan . Menggunakan isyarat sebagai bagian total dari komunikasi seperti mengetuk-ngetukan kaki atau mengerakkan tangan selama berbicara menunjukkan seseorang dalam keadaan stress bingung atau sebagai upaya untuk menghilangkan stres
Beberapa definisi komunikasi adalah:
1. Komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti/makna yang perlu dipahami bersama oleh pihak yang terlibat dalam kegiatan komunikasi (Astrid).
2. Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau kegiatan penyampaian pesan atau informasi tentang pikiran atau perasaan (Roben.J.G).
3. Komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain (Davis, 1981).
4. Komunikasi adalah berusaha untuk mengadakan persamaan dengan orang lain (Schram,W)
5. Komunikasi adalah penyampaian dan memahami pesan dari satu orang kepada orang lain, komunikasi merupakan proses sosial (Modul PRT, Lembaga Administrasi).
TUJUAN KOMUNIKASI
Hewitt (1981), menjabarkan tujuan penggunaan proses komunikasi secara spesifik sebagai berikut:
1. Mempelajari atau mengajarkan sesuatu
2. Mempengaruhi perilaku seseorang
3. Mengungkapkan perasaan
4. Menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang lain
5. Berhubungan dengan orang lain
6. Menyelesaian sebuah masalah
7. Mencapai sebuah tujuan
8. Menurunkan ketegangan dan menyelesaian konflik
9. Menstimulasi minat pada diri sendiri atau orng lain
DASAR KOMUNIKASI
Komunikasi mempunyai dasar sebagai berikut: Niat, Minat, Pandangan, Lekat, Libat.
Niat menyangkut :
Apa yang akan disampaikan
Siapa sasarannya
Apa yang akan dicapai
Kapan akan disampaikan
Minat, ada dua factor yang mempengaruhi yaitu:
• Faktor obyektif : merupakan rangsang yang kita terima
• Faktor subyektif : merupakan faktor yang menyangkut diri si penerima stimulus
Pandangan, merupakan makna dari informasi yang disampaikan pada sasaran, menafsirkan informasi yang diterima tergantung pada pendidikan, pekerjaan, pengalaman dan kerangka pikir seseorang.
Lekat, merupakan informasi yang disimpan oleh si penerima.
Libat, merupakan keterlibatan panca indera sebanyak-banyaknya.
Jenis komunikasi terdiri dari:
1. Komunikasi verbal dengan kata-kata
2. Komunikasi non verbal disebut dengan bahasa tubuh
1. Komunikasi Verbal mencakup aspek-aspek berupa ;
a. Vocabulary (perbendaharaan kata-kata). Komunikasi tidak akan efektif bila pesan disampaikan dengan kata-kata yang tidak dimengerti, karena itu olah kata menjadi penting dalam berkomunikasi.
b. Racing (kecepatan). Komunikasi akan lebih efektif dan sukses bila kecepatan bicara dapat diatur dengan baik, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.
c. Intonasi suara: akan mempengaruhi arti pesan secara dramatik sehingga pesan akan menjadi lain artinya bila diucapkan dengan intonasi suara yang berbeda. Intonasi suara yang tidak proposional merupakan hambatan dalam berkomunikasi.
d. Humor: dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia. Dugan (1989), memberikan catatan bahwa dengan tertawa dapat membantu menghilangkan stress dan nyeri. Tertawa mempunyai hubungan fisik dan psikis dan harus diingat bahwa humor adalah merupakan satu-satunya selingan dalam berkomunikasi.
e. Singkat dan jelas. Komunikasi akan efektif bila disampaikan secara singkat dan jelas, langsung pada pokok permasalahannya sehingga lebih mudah dimengerti.
f. Timing (waktu yang tepat) adalah hal kritis yang perlu diperhatikan karena berkomunikasi akan berarti bila seseorang bersedia untuk berkomunikasi, artinya dapat menyediakan waktu untuk mendengar atau memperhatikan apa yang disampaikan.
2. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal adalah penyampaian pesan tanpa kata-kata dan komunikasi non verbal memberikan arti pada komunikasi verbal.
Yang termasuk komunikasi non verbal :
a. Ekspresi wajah
Wajah merupakan sumber yang kaya dengan komunikasi, karena ekspresi wajah cerminan suasana emosi seseorang.
b. Kontak mata, merupakan sinyal alamiah untuk berkomunikasi. Dengan mengadakan kontak mata selama berinterakasi atau tanya jawab berarti orang tersebut terlibat dan menghargai lawan bicaranya dengan kemauan untuk memperhatikan bukan sekedar mendengarkan. Melalui kontak mata juga memberikan kesempatan pada orang lain untuk mengobservasi yang lainnya
c. Sentuhan adalah bentuk komunikasi personal mengingat sentuhan lebih bersifat spontan dari pada komunikasi verbal. Beberapa pesan seperti perhatian yang sungguh-sungguh, dukungan emosional, kasih sayang atau simpati dapat dilakukan melalui sentuhan.
d. Postur tubuh dan gaya berjalan. Cara seseorang berjalan, duduk, berdiri dan bergerak memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur tubuh dan gaya berjalan merefleksikan emosi, konsep diri, dan tingkat kesehatannya.
e. Sound (Suara). Rintihan, menarik nafas panjang, tangisan juga salah satu ungkapan perasaan dan pikiran seseorang yang dapat dijadikan komunikasi. Bila dikombinasikan dengan semua bentuk komunikasi non verbal lainnya sampai desis atau suara dapat menjadi pesan yang sangat jelas.
f. Gerak isyarat, adalah yang dapat mempertegas pembicaraan . Menggunakan isyarat sebagai bagian total dari komunikasi seperti mengetuk-ngetukan kaki atau mengerakkan tangan selama berbicara menunjukkan seseorang dalam keadaan stress bingung atau sebagai upaya untuk menghilangkan stres
CONTOH SURAT LAMARAN KERJA
Jakarta, 20 Desember 2006
Kepada Yth.
Kepala Bagian Personalia
DIRECT MARKETING DIVISION
P.O. BOX 553/JKS
Perihal : Lamaran Pekerjaan
Dengan hormat,
Berdasarkan informasi adanya lowongan pekerjaan sesuai dengan iklan di harian Kompas tanggal 18 Desember 2006, dengan ini saya mengajukan diri untuk posisi SR (Sales Representative).
Saya telah lulus dari SMA Bhinekka Tunggal Ika, Jakarta pada tahun 2005, dan saat ini sedang menyelesaikan semester terakhir kuliah malam (Extension Program) program Diploma 3 jurusan Manajemen Pemasaran di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) ”Veteran” Jakarta. Saya memiliki kendaraan bermotor sendiri, telah mempunyai SIM C, dan dapat berbahasa Inggris dengan baik secara lisan maupun tulisan.
Sebagai bahan pertimbangan, dalam surat lamaran ini saya lampirkan:
1 lembar salinan ijazah terakhir
1 lembar salinan sertifikat kursus pendidikan bahasa Inggris tingkat menengah
1 lembar foto berwarna 4x6
1 lembar daftar riwayat hidup
1 lembar fotokcopi ktp
Besar harapan kami agar bapak dapat/ibu dapat memberikan kesempatan wawancara, sehingga saya dapat menunjukkan potensi diri saya secara lebih rinci.
Hormat saya,
Steven Balawan
CONTOH SURAT PHK
No : SK/Int/.../250107
Kepada Yth.
Sdr. ..............................
Perihal : Surat Pemutusan Hubungan Kerja
Dengan Hormat,
Sehubungan dengan adanya efisiensi perusahaan yang mengakibatkan adanya restrukturisasi karyawan, dengan ini PT. Memecat Karyawan- melakukan pengurangan sebagian karyawannya untuk menyesuaikan dengan kondisi tersebut. PT. Memecat Karyawan dengan berat hati menyatakan bahwa perusahaan tidak dapat lagi mempekerjakan Sdr. .......... sebagai.............
Dengan demikian maka terhitung mulai tanggal 31 Januari 2007 hubungan kerja dengan Sdr. dinyatakan berakhir.
Pihak Perusahaan mengucapkan banyak terimakasih atas loyalitas Saudara selama ini dan jika dikemudian hari perkembangan business Perusahaan semakin membaik, maka kesempatan untuk saudara agar bisa bergabung lagi akan selalu terbuka.
Semarang, 25 Januari 2007
PT. Memecat Karyawan
......................
Manager
Surat Pemutusan Hubungan Kerja ini telah dibaca, dimengerti dan diterima.
………………
Karyawan
Ket : 1 Lembar untuk arsip perusahaan
Jakarta, 20 Desember 2006
Kepada Yth.
Kepala Bagian Personalia
DIRECT MARKETING DIVISION
P.O. BOX 553/JKS
Perihal : Lamaran Pekerjaan
Dengan hormat,
Berdasarkan informasi adanya lowongan pekerjaan sesuai dengan iklan di harian Kompas tanggal 18 Desember 2006, dengan ini saya mengajukan diri untuk posisi SR (Sales Representative).
Saya telah lulus dari SMA Bhinekka Tunggal Ika, Jakarta pada tahun 2005, dan saat ini sedang menyelesaikan semester terakhir kuliah malam (Extension Program) program Diploma 3 jurusan Manajemen Pemasaran di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) ”Veteran” Jakarta. Saya memiliki kendaraan bermotor sendiri, telah mempunyai SIM C, dan dapat berbahasa Inggris dengan baik secara lisan maupun tulisan.
Sebagai bahan pertimbangan, dalam surat lamaran ini saya lampirkan:
1 lembar salinan ijazah terakhir
1 lembar salinan sertifikat kursus pendidikan bahasa Inggris tingkat menengah
1 lembar foto berwarna 4x6
1 lembar daftar riwayat hidup
1 lembar fotokcopi ktp
Besar harapan kami agar bapak dapat/ibu dapat memberikan kesempatan wawancara, sehingga saya dapat menunjukkan potensi diri saya secara lebih rinci.
Hormat saya,
Steven Balawan
CONTOH SURAT PHK
No : SK/Int/.../250107
Kepada Yth.
Sdr. ..............................
Perihal : Surat Pemutusan Hubungan Kerja
Dengan Hormat,
Sehubungan dengan adanya efisiensi perusahaan yang mengakibatkan adanya restrukturisasi karyawan, dengan ini PT. Memecat Karyawan- melakukan pengurangan sebagian karyawannya untuk menyesuaikan dengan kondisi tersebut. PT. Memecat Karyawan dengan berat hati menyatakan bahwa perusahaan tidak dapat lagi mempekerjakan Sdr. .......... sebagai.............
Dengan demikian maka terhitung mulai tanggal 31 Januari 2007 hubungan kerja dengan Sdr. dinyatakan berakhir.
Pihak Perusahaan mengucapkan banyak terimakasih atas loyalitas Saudara selama ini dan jika dikemudian hari perkembangan business Perusahaan semakin membaik, maka kesempatan untuk saudara agar bisa bergabung lagi akan selalu terbuka.
Semarang, 25 Januari 2007
PT. Memecat Karyawan
......................
Manager
Surat Pemutusan Hubungan Kerja ini telah dibaca, dimengerti dan diterima.
………………
Karyawan
Ket : 1 Lembar untuk arsip perusahaan
Rabu, 18 November 2009
RESIKO,WANPRESTASI,FORCE MAJOR
DEFINISI RESIKO
Arthur Williams dan Richard, M. H.
”Resiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu”
A. Abas Salim Resiko adalah ketidaktentuan (uncertainty) yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian (loss)”
Soekarto Resiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa”
Herman Darmawi ”Resiko adalah probabilitas suatu hasil yang berbeda dengan yang diharapkan”.
Prof Dr.Ir. Soemarno,M.S. Suatu kondisi yang timbul karena ketidakpastian dengan seluruh konsekuensi tidak menguntungkan yang mungkin terjadi disebut resiko”
Sri Redjeki Hartono Resiko adalah suatu ketidakpastian di masa yang akan datang tentang kerugian”
Subekti "Resiko kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena sutau kejadian di luar kesalahan salah satu pihak”
Ahli Statistik Resiko adalah derajat penyimpangan sesuatu nilai disekitar suatu posisi sentral atau di sekitar titik rata-rata.
Vaughan Definisi risiko : Risk is the chance of loss (Risiko adalah kans kerugian).
Chance of loss berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan kerugian. Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu. Sebagian penulis menolak definisi ini karena terdapat perbedaan antara tingkat risiko dengan tingkat kerugian. Dalam hal chance of loss 100%, berarti kerugian adalah pasti sehingga risiko tidak ada.
• Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian).
Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada diantara nol dan satu. Namun, definisi ini kurang cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif.
• Risk is uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian).
Uncertainty dapat bersifat subjective dan objective. Subjective uncertainty merupakan penilaian individu terhadap situasi risiko yang didasarkan pada pengetahuan dan sikap individu yang bersangkutan. Objective uncertainty akan dijelaskan pada dua definisi risiko berikut.
Kamus Besar Bahasa Indonesia "Resiko adalah kemungkinan terjadinya peristiwa yang dapat merugikan perusahaan"
Isto “Resiko adalah bahaya yang dapat terjadiakibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang”
Menurut hukum perikatan Risiko adalah suatu ajaran tentang sipakah yang harus menanggung
ganti rugi apabila debitur tidak memenuhi prestasi dalam keadaan force majeur
macam resiko
Dalam berinvestasi terdapat berbagai macam resiko
1. Risiko suku bunga
Perubahan suku bunga bisa mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Perubahan suku bunga akan mempengaruhi harga saham secara terbalik, yang berarti jika suku bunga meningkat, maka harga saham akan turun. Demikian pula sebaliknya, apabila suku bunga menurun, maka harga saham akan meningkat.
2. Risiko pasar
Yang dimaksud risiko pasar adalah fluktuasi pasar yang secara keseluruhan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Perubahan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti munculnya resesi ekonomi, kerusuhan, maupun perubahan politik.
3. Risiko inflasi
Inflasi yang meningkat akan mengurangi kekuatan daya beli rupiah yang telah diinvestasikan. Maka dari itu, risiko ini juga bisa disebut sebagai risiko daya beli.
4. Risiko bisnis
Risiko bisnis merupakan risiko yang terdapat dalam menjalankan bisnis suatu jenis industri. Misalnya perusahaan pakaian jadi yang bergerak di bidang industri tekstil, akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik industri tekstil itu sendiri.
5. Risiko finansial
Risiko ini berkaitan dengan keputusan perusahaan untuk menggunakan hutang dalam pembiayaan modalnya. Semakin besar hutang yang digunakan, maka semakin besar pula risiko yang akan ditanggung.
6. Risiko likuiditas
Risiko ini berkaitan dengan kecepatan suatu sekuritas yang diterbitkan perusahaan bisa diperdagangkan di pasar sekunder. Semakin cepat suatu sekuritas diperdagangkan, maka semakin likuid sekuritas tersebut. Dan demikian pula sebaliknya.
7. Risiko nilai tukar mata uang (valas)
Risiko ini berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang domestik dengan nilai mata uang negara lainnya. Risiko ini juga dikenal dengan nama currency risk atau exchange rate risk.
8. Risiko negara
Risiko ini juga disebut sebagai risiko politik, karena sangat berkaitan dengan kondisi perpolitikan suatu negara. Bagi perusahaan yang beroperasi di luar negeri, maka stabilitas ekonomi dan politik negara bersangkutan akan sangat perlu diperhatikan guna menghindari risiko negara yang terlalu tinggi.
Selain risiko di atas tersebut, dalam manajemen investasi dikenal pembagian risiko dalam dua jenis, yaitu risiko sistematis dan risiko unsistematis. Risiko sistematis merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan. Sedangkan risiko unsistematis merupakan risiko yang tidak berkaitan dengan perubahan pasar secara keseluruhan.
Force Major
Sedangkan dalam Konteks hukum, force majeure dapat diartikan sebagai clausula yang memberikan dasar pemaaf pada salah satu pihak dalam suatu perjanjian, untuk menanggung sesuatu hal yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya, yang mengakibatkan pihak tersebut tidak
Dalam force major atau yang sering diterjemahkan sebagai
“keadaan memaksa” merupakan keadaan di mana seorang debitur
terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau
peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak, keadaan
atau peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada
debitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam keadaan beritikd dapat menunaikan kewajibannya berdasarkan kontrak yang telah diperjanjikan
buruk (lihat Pasal 1244 KUH Perdata). Dalam ruang lingkup yang lebih spesifik, terdapat istilah “Acts of God”, yang merupakan cakupan dari Force Majeure itu sendiri . Sesungguhnya dapat diuraikan bahwa Force Majeure Clause adalah klausula yang memberikan dasar pemaaf atas terjadinya event-event atau kejadian-kejadian tertentu yang dialami pihak tertentu. Event-event atau kejadian-kejadian tersebut dapat berupa kejadian atau event yang tergolong sebagai kehendak Tuhan (Acts of God) seperti banjir, gempa bumi dan Tsunami atau kejadian yang tidak tergolong sebagai kehendak Tuhan seperti krisis ekonomi, terhentinya proses produksi karena unjuk rasa dll
Senada dengan hal tersebut di atas, menurut Harimurti
Subanar,7 kondisi force major mengandung risiko yang tidak terdugaduga.
Sehingga apabila risiko tersebut datang, pengusaha tidak
sempat untuk melakukan persiapan dan upaya lain, risiko tersebut
dapat berupa antara lain yaitu; mesin rusak atau terbakar tanpa
sebab, gempa bumi besar disekitar lokasi usaha, kecelakaan individu
atau musibah yang menimpa karyawan, pemilik sakit atau meninggal, adanya kegiatan tertentu yang merugikan bagi
kelangsungan hidup perusahaan misalnya penutupan ruas jalan
sebagai akibat adanya perbaikan jalan, jembatan, kegiatan lain yang
menuju ke perusahaan.
Dalam hal ini, kejadian-kejadian yang merupakan force major
tersebut tidak pernah terduga oleh para pihak sebelumnya. sebab,
jika para pihak sudah dapat menduga sebelumnya akan adanya
peristiwa tersebut, maka seyogyanya hal tersebut harus sudah
dinegosiasi di antara para pihak.
Dengan demikian, dari berbagai risiko tersebut di atas, maka
siapa yang bertanggung jawab tentunya harus dilihat secara
kasuistis dan proporsional. Sedangkan adanya perubahan keadaan
setelah dibuatnya perjanjian,8 maka sesuai dengan rasa keadilan dan
kepatutan di Indonesia dan berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata
yang berdasarkan pada ajaran berlakunya itikad baik dan kepatutan
sebagai yang melenyapkan (derogerende werking), maka apabila
terjadi perubahan keadaan setelah dibuatnya perjanjian, yang perlu
diperhatikan ialah bahwa risiko dibagi dua antar kedua belah pihak.
Kecuali apabila perubahan keadaan itu praktis sangat berat bagi
salah satu pihak untuk memenuhi perjanjiannya kita selalu
berhadapan dengan dengan keadaan memaksa (overmacht)
WANPRESTASI
wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu
1) Tidak memenuhi prestasi sama sekali;Sehubungan dengan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
2) Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya;
Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
3) Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.
Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.
Sedangkan menurut Subekti, bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu:
1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;
2) Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya;
3) Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian, kadang-kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan.
Dalam hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu sejak pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka menurut pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya batas waktu tersebut. Dan apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya maka untuk menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi, diperlukan surat peringatan tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat peringatan tersebut disebut dengan somasi.
Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu.
Menurut pasal 1238 KUH Perdata yang menyakan bahwa: “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling). Adapun bentuk-bentuk somasi menurut pasal 1238 KUH Perdata adalah:
1) Surat perintah;Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan selambat-lambatnya dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut “exploit juru Sita”
2) Akta sejenis ; Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris.
3) Tersimpul dalam perikatan itu sendiri;Maksudnya sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat adanya wanprestasi.
Dalam perkembangannya, suatu somasi atau teguran terhadap debitur yang melalaikan kewajibannya dapat dilakukan secara lisan akan tetapi untuk mempermudah pembuktian dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan maka sebaiknya diberikan peringatan secara tertulis.
Dalam keadaan tertentu somasi tidak diperlukan untuk dinyatakan bahwa seorang debitur melakukan wanprestasi yaitu dalam hal adanya batas waktu dalam perjanjian (fatal termijn), prestasi dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu, debitur mengakui dirinya wanprestasi.
DEFINISI RESIKO
Arthur Williams dan Richard, M. H.
”Resiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu”
A. Abas Salim Resiko adalah ketidaktentuan (uncertainty) yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian (loss)”
Soekarto Resiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa”
Herman Darmawi ”Resiko adalah probabilitas suatu hasil yang berbeda dengan yang diharapkan”.
Prof Dr.Ir. Soemarno,M.S. Suatu kondisi yang timbul karena ketidakpastian dengan seluruh konsekuensi tidak menguntungkan yang mungkin terjadi disebut resiko”
Sri Redjeki Hartono Resiko adalah suatu ketidakpastian di masa yang akan datang tentang kerugian”
Subekti "Resiko kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena sutau kejadian di luar kesalahan salah satu pihak”
Ahli Statistik Resiko adalah derajat penyimpangan sesuatu nilai disekitar suatu posisi sentral atau di sekitar titik rata-rata.
Vaughan Definisi risiko : Risk is the chance of loss (Risiko adalah kans kerugian).
Chance of loss berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan kerugian. Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu. Sebagian penulis menolak definisi ini karena terdapat perbedaan antara tingkat risiko dengan tingkat kerugian. Dalam hal chance of loss 100%, berarti kerugian adalah pasti sehingga risiko tidak ada.
• Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian).
Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada diantara nol dan satu. Namun, definisi ini kurang cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif.
• Risk is uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian).
Uncertainty dapat bersifat subjective dan objective. Subjective uncertainty merupakan penilaian individu terhadap situasi risiko yang didasarkan pada pengetahuan dan sikap individu yang bersangkutan. Objective uncertainty akan dijelaskan pada dua definisi risiko berikut.
Kamus Besar Bahasa Indonesia "Resiko adalah kemungkinan terjadinya peristiwa yang dapat merugikan perusahaan"
Isto “Resiko adalah bahaya yang dapat terjadiakibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang”
Menurut hukum perikatan Risiko adalah suatu ajaran tentang sipakah yang harus menanggung
ganti rugi apabila debitur tidak memenuhi prestasi dalam keadaan force majeur
macam resiko
Dalam berinvestasi terdapat berbagai macam resiko
1. Risiko suku bunga
Perubahan suku bunga bisa mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Perubahan suku bunga akan mempengaruhi harga saham secara terbalik, yang berarti jika suku bunga meningkat, maka harga saham akan turun. Demikian pula sebaliknya, apabila suku bunga menurun, maka harga saham akan meningkat.
2. Risiko pasar
Yang dimaksud risiko pasar adalah fluktuasi pasar yang secara keseluruhan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Perubahan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti munculnya resesi ekonomi, kerusuhan, maupun perubahan politik.
3. Risiko inflasi
Inflasi yang meningkat akan mengurangi kekuatan daya beli rupiah yang telah diinvestasikan. Maka dari itu, risiko ini juga bisa disebut sebagai risiko daya beli.
4. Risiko bisnis
Risiko bisnis merupakan risiko yang terdapat dalam menjalankan bisnis suatu jenis industri. Misalnya perusahaan pakaian jadi yang bergerak di bidang industri tekstil, akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik industri tekstil itu sendiri.
5. Risiko finansial
Risiko ini berkaitan dengan keputusan perusahaan untuk menggunakan hutang dalam pembiayaan modalnya. Semakin besar hutang yang digunakan, maka semakin besar pula risiko yang akan ditanggung.
6. Risiko likuiditas
Risiko ini berkaitan dengan kecepatan suatu sekuritas yang diterbitkan perusahaan bisa diperdagangkan di pasar sekunder. Semakin cepat suatu sekuritas diperdagangkan, maka semakin likuid sekuritas tersebut. Dan demikian pula sebaliknya.
7. Risiko nilai tukar mata uang (valas)
Risiko ini berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang domestik dengan nilai mata uang negara lainnya. Risiko ini juga dikenal dengan nama currency risk atau exchange rate risk.
8. Risiko negara
Risiko ini juga disebut sebagai risiko politik, karena sangat berkaitan dengan kondisi perpolitikan suatu negara. Bagi perusahaan yang beroperasi di luar negeri, maka stabilitas ekonomi dan politik negara bersangkutan akan sangat perlu diperhatikan guna menghindari risiko negara yang terlalu tinggi.
Selain risiko di atas tersebut, dalam manajemen investasi dikenal pembagian risiko dalam dua jenis, yaitu risiko sistematis dan risiko unsistematis. Risiko sistematis merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan. Sedangkan risiko unsistematis merupakan risiko yang tidak berkaitan dengan perubahan pasar secara keseluruhan.
Force Major
Sedangkan dalam Konteks hukum, force majeure dapat diartikan sebagai clausula yang memberikan dasar pemaaf pada salah satu pihak dalam suatu perjanjian, untuk menanggung sesuatu hal yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya, yang mengakibatkan pihak tersebut tidak
Dalam force major atau yang sering diterjemahkan sebagai
“keadaan memaksa” merupakan keadaan di mana seorang debitur
terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau
peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak, keadaan
atau peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada
debitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam keadaan beritikd dapat menunaikan kewajibannya berdasarkan kontrak yang telah diperjanjikan
buruk (lihat Pasal 1244 KUH Perdata). Dalam ruang lingkup yang lebih spesifik, terdapat istilah “Acts of God”, yang merupakan cakupan dari Force Majeure itu sendiri . Sesungguhnya dapat diuraikan bahwa Force Majeure Clause adalah klausula yang memberikan dasar pemaaf atas terjadinya event-event atau kejadian-kejadian tertentu yang dialami pihak tertentu. Event-event atau kejadian-kejadian tersebut dapat berupa kejadian atau event yang tergolong sebagai kehendak Tuhan (Acts of God) seperti banjir, gempa bumi dan Tsunami atau kejadian yang tidak tergolong sebagai kehendak Tuhan seperti krisis ekonomi, terhentinya proses produksi karena unjuk rasa dll
Senada dengan hal tersebut di atas, menurut Harimurti
Subanar,7 kondisi force major mengandung risiko yang tidak terdugaduga.
Sehingga apabila risiko tersebut datang, pengusaha tidak
sempat untuk melakukan persiapan dan upaya lain, risiko tersebut
dapat berupa antara lain yaitu; mesin rusak atau terbakar tanpa
sebab, gempa bumi besar disekitar lokasi usaha, kecelakaan individu
atau musibah yang menimpa karyawan, pemilik sakit atau meninggal, adanya kegiatan tertentu yang merugikan bagi
kelangsungan hidup perusahaan misalnya penutupan ruas jalan
sebagai akibat adanya perbaikan jalan, jembatan, kegiatan lain yang
menuju ke perusahaan.
Dalam hal ini, kejadian-kejadian yang merupakan force major
tersebut tidak pernah terduga oleh para pihak sebelumnya. sebab,
jika para pihak sudah dapat menduga sebelumnya akan adanya
peristiwa tersebut, maka seyogyanya hal tersebut harus sudah
dinegosiasi di antara para pihak.
Dengan demikian, dari berbagai risiko tersebut di atas, maka
siapa yang bertanggung jawab tentunya harus dilihat secara
kasuistis dan proporsional. Sedangkan adanya perubahan keadaan
setelah dibuatnya perjanjian,8 maka sesuai dengan rasa keadilan dan
kepatutan di Indonesia dan berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata
yang berdasarkan pada ajaran berlakunya itikad baik dan kepatutan
sebagai yang melenyapkan (derogerende werking), maka apabila
terjadi perubahan keadaan setelah dibuatnya perjanjian, yang perlu
diperhatikan ialah bahwa risiko dibagi dua antar kedua belah pihak.
Kecuali apabila perubahan keadaan itu praktis sangat berat bagi
salah satu pihak untuk memenuhi perjanjiannya kita selalu
berhadapan dengan dengan keadaan memaksa (overmacht)
WANPRESTASI
wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu
1) Tidak memenuhi prestasi sama sekali;Sehubungan dengan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
2) Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya;
Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
3) Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.
Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.
Sedangkan menurut Subekti, bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu:
1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;
2) Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya;
3) Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian, kadang-kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan.
Dalam hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu sejak pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka menurut pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya batas waktu tersebut. Dan apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya maka untuk menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi, diperlukan surat peringatan tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat peringatan tersebut disebut dengan somasi.
Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu.
Menurut pasal 1238 KUH Perdata yang menyakan bahwa: “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling). Adapun bentuk-bentuk somasi menurut pasal 1238 KUH Perdata adalah:
1) Surat perintah;Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan selambat-lambatnya dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut “exploit juru Sita”
2) Akta sejenis ; Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris.
3) Tersimpul dalam perikatan itu sendiri;Maksudnya sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat adanya wanprestasi.
Dalam perkembangannya, suatu somasi atau teguran terhadap debitur yang melalaikan kewajibannya dapat dilakukan secara lisan akan tetapi untuk mempermudah pembuktian dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan maka sebaiknya diberikan peringatan secara tertulis.
Dalam keadaan tertentu somasi tidak diperlukan untuk dinyatakan bahwa seorang debitur melakukan wanprestasi yaitu dalam hal adanya batas waktu dalam perjanjian (fatal termijn), prestasi dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu, debitur mengakui dirinya wanprestasi.
Senin, 16 November 2009
makalah
WANPRESTASI
A. Pendahuluan
Pada debitur terletak kewajiban untuk memenuhi prestasi. Dan jika ia
tidak melaksanakan kewajibannya tersebut bukan karena keadaan memaksa
maka debitur dianggap melakukan ingkar janji. Wanprestasi adalah keadaan
dimana debitur tidak memenuhi prestasi (ingkar janji) yang telah
diperjanjikan.
Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua
kemungkinan yaitu : (1) karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak
dipenuhinya kewajiban maupun krena kelalaian, (2) karena keadaan memaksa
(overmacht), force majeure, jadi diluar kemampuan debitur, dalam arti bahwa
debitur di sini dianggap tidak bersalah.
Untuk adanya kesalahan harus dipenuhi syarat-syarat : (1) perbuatan
yang dilakukan harus dapat dihindarkan, (2) perbuatan tersebut dapat
dipersalahkan kepada si pembuat, yaitu bahwa ia dapat menduga tentang
akibatnya.
Apakah suatu akibat itu dapat diduga atau tidak, aka harus diukur
secara obyektif dan subyektif. Obyektif yaitu apabila menurut manusia yang
normal akibat tersebut dapat diduga dan subyektif jika akibat tersebut menurut
keahlian seseorang dapat diduga.
Berdasarkan bagan di atas bahwa kesalahan mempunyai pengertian
yaitu dalam arti luas yang meliputi kesengajaan dan kelalaian. Dan dalam arti
sempit yang hanya meliputi kelalaian saja.
Kesengajan adalah perbuatan yang dilakukan dengan diketahui dan
dikehendaki. Untuk terjadinya kesengajaan tidak diperlukan adanya maksud
untuk menimbulkan kerugian kepada orang lain. Cukup kiranya jika si
pembuat walaupun mengetahui akan akibatnya toh tetap melakukan
perbuatan. Sedangkan kelalaian adalah perbuatan dimana si pembuatnya
mengetahui akan kemungkinan terjadinya akibat yang merugikan orang lain.
Dalam melaksanakan suatu perikatan seseorang juga bertanggung
jawab untuk perbuatan-perbuatan dari orang yang di bawah tanggungannya
(Pasal 1391 KUH Perdata). Dalam hal ini diperbolehkan untuk membuat
persetujuan yang meniadakan tanggungjawab yang terjadi akibat kesengajaan
atau kelalaian dari orang yang di bawah perintahnya.
Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi,
undang-undang memberikan upaya hukum dengan suatu pernyataan lalai
(ingebrekestelling, sommasi). Pernyataan lalai adalah pesan (pemberitahuan)
dari kreditur kepada debitur dengan mana kreditur memberitahukan pada saat
kapankah selambat-lambatnya ia mengharapkan pemenuhan prestasi. dengan
pesan ini kreditur menentukan dengan pasti pada saat manakah debitur dalam
Kesalahan
Dalam arti luas
Dalam arti sempit
Kesengajaan
Kelalaian
Kelalaian
keadaan ingkar janji, manakala ia tidak memnuhi prestasinya. Sejak saat
itupulalah debitur harus menanggung akibat-akibat yang merugikan yang
disebabkan tidak dipenuhinya prestasi. Jadi dalam hal ini fungsi penetapan
lalai adalah merupakan upaya hukum untuk menentukan kapan saat terjadinya
ingkar janji.
B. Bentuk Wanprestasi
Ada tiga bentuk wanprestasi yaitu :
1). Tidak memenuhi prestasi sama sekali
2). Terlambat memenuhi prestasi.
3). Memenuhi prestasi secara tidak baik.
Dalam hal penetapan lalai, menggingat adanya bentuk wanprestasi
maka penetapan lalai ada yang diperlukan dan ada yang tidak dibutuhkan :
§ Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali maka pernyataan
lalai tidak diperlukan, kreditur langsung minta ganti kerugian.
§ Dalam hal debitur terlambat memenuhi prestasi maka pernyataan lalai
diperlukan karena debitur dianggap masih dapat berprestasi.
§ Kalau debitur keliru dalam memenuhi prestasi, Hoge Raad berpendapat
pernyataan lalai perlu tetapi Meijers berpendapat lain, apabila karena
kekeliruan debitur kemudian terjadi pemutusan perjanjian yang positif,
pernyataan lalai tidak perlu.
Pemutusan perjanjian yang positif adalah dengan prestasi debitur yang
keliru itu menyebabkan kerugian kepada milik lainya dari kreditur, misalnya
dipesan Jeruk Bali dikirim Jeruk jenis lain yang sudah busuk hingga
menyebabkan jeruk-jeruk lainnya dari kreditur menjadi busuk.
Sedangkan pemutusan perjanjian yang negatif adalah dengan prestasi
debitur yang keliru tidak menimbulkan kerugian pada milik laiin kreditur.
Dalam hal ini maka pernyataan lalai diperlukan.
Wanprestasi membawa akibat yang merugikan bagi debitur karena
sejak saat itu debitur harus :
1). Mengganti kerugian
2). Benda yang dijadikan objek dari perikatan sejak saat tidak dipenuhinya
kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur.
3). Jika perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbal balik, kreditur dapat
meminta pembatalan (pemutusan) perjanjian.
Dalam hal debitur melakukan wanprestasi maka kreditur dapat
menuntut salah satu dari lima kemungkinan sebagai berikut :
1). Dapat menuntut pembatalan/pemutusan perjanjian.
2). Dapat menuntut pemenuhan perjanjian.
3). Dapat menuntut penggantian kerugian.
4). Dapat menuntut pembatalan dan penggantian kerugian.
5). Dapat menuntut pemenuhan dan pengganti kerugian.
C. Penutup
Setelah mahasiswa mempelajari dan memahami bahasan tentang
wanprestasi maka diharapkan mahasiwa dapat menjelaskan apa yang
dimaksud dengan wanprestasi dan apa akibat jika terjadi suatu wanprestasi.nasrulloh-one.blogspot.com
WANPRESTASI
A. Pendahuluan
Pada debitur terletak kewajiban untuk memenuhi prestasi. Dan jika ia
tidak melaksanakan kewajibannya tersebut bukan karena keadaan memaksa
maka debitur dianggap melakukan ingkar janji. Wanprestasi adalah keadaan
dimana debitur tidak memenuhi prestasi (ingkar janji) yang telah
diperjanjikan.
Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua
kemungkinan yaitu : (1) karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak
dipenuhinya kewajiban maupun krena kelalaian, (2) karena keadaan memaksa
(overmacht), force majeure, jadi diluar kemampuan debitur, dalam arti bahwa
debitur di sini dianggap tidak bersalah.
Untuk adanya kesalahan harus dipenuhi syarat-syarat : (1) perbuatan
yang dilakukan harus dapat dihindarkan, (2) perbuatan tersebut dapat
dipersalahkan kepada si pembuat, yaitu bahwa ia dapat menduga tentang
akibatnya.
Apakah suatu akibat itu dapat diduga atau tidak, aka harus diukur
secara obyektif dan subyektif. Obyektif yaitu apabila menurut manusia yang
normal akibat tersebut dapat diduga dan subyektif jika akibat tersebut menurut
keahlian seseorang dapat diduga.
Berdasarkan bagan di atas bahwa kesalahan mempunyai pengertian
yaitu dalam arti luas yang meliputi kesengajaan dan kelalaian. Dan dalam arti
sempit yang hanya meliputi kelalaian saja.
Kesengajan adalah perbuatan yang dilakukan dengan diketahui dan
dikehendaki. Untuk terjadinya kesengajaan tidak diperlukan adanya maksud
untuk menimbulkan kerugian kepada orang lain. Cukup kiranya jika si
pembuat walaupun mengetahui akan akibatnya toh tetap melakukan
perbuatan. Sedangkan kelalaian adalah perbuatan dimana si pembuatnya
mengetahui akan kemungkinan terjadinya akibat yang merugikan orang lain.
Dalam melaksanakan suatu perikatan seseorang juga bertanggung
jawab untuk perbuatan-perbuatan dari orang yang di bawah tanggungannya
(Pasal 1391 KUH Perdata). Dalam hal ini diperbolehkan untuk membuat
persetujuan yang meniadakan tanggungjawab yang terjadi akibat kesengajaan
atau kelalaian dari orang yang di bawah perintahnya.
Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi,
undang-undang memberikan upaya hukum dengan suatu pernyataan lalai
(ingebrekestelling, sommasi). Pernyataan lalai adalah pesan (pemberitahuan)
dari kreditur kepada debitur dengan mana kreditur memberitahukan pada saat
kapankah selambat-lambatnya ia mengharapkan pemenuhan prestasi. dengan
pesan ini kreditur menentukan dengan pasti pada saat manakah debitur dalam
Kesalahan
Dalam arti luas
Dalam arti sempit
Kesengajaan
Kelalaian
Kelalaian
keadaan ingkar janji, manakala ia tidak memnuhi prestasinya. Sejak saat
itupulalah debitur harus menanggung akibat-akibat yang merugikan yang
disebabkan tidak dipenuhinya prestasi. Jadi dalam hal ini fungsi penetapan
lalai adalah merupakan upaya hukum untuk menentukan kapan saat terjadinya
ingkar janji.
B. Bentuk Wanprestasi
Ada tiga bentuk wanprestasi yaitu :
1). Tidak memenuhi prestasi sama sekali
2). Terlambat memenuhi prestasi.
3). Memenuhi prestasi secara tidak baik.
Dalam hal penetapan lalai, menggingat adanya bentuk wanprestasi
maka penetapan lalai ada yang diperlukan dan ada yang tidak dibutuhkan :
§ Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali maka pernyataan
lalai tidak diperlukan, kreditur langsung minta ganti kerugian.
§ Dalam hal debitur terlambat memenuhi prestasi maka pernyataan lalai
diperlukan karena debitur dianggap masih dapat berprestasi.
§ Kalau debitur keliru dalam memenuhi prestasi, Hoge Raad berpendapat
pernyataan lalai perlu tetapi Meijers berpendapat lain, apabila karena
kekeliruan debitur kemudian terjadi pemutusan perjanjian yang positif,
pernyataan lalai tidak perlu.
Pemutusan perjanjian yang positif adalah dengan prestasi debitur yang
keliru itu menyebabkan kerugian kepada milik lainya dari kreditur, misalnya
dipesan Jeruk Bali dikirim Jeruk jenis lain yang sudah busuk hingga
menyebabkan jeruk-jeruk lainnya dari kreditur menjadi busuk.
Sedangkan pemutusan perjanjian yang negatif adalah dengan prestasi
debitur yang keliru tidak menimbulkan kerugian pada milik laiin kreditur.
Dalam hal ini maka pernyataan lalai diperlukan.
Wanprestasi membawa akibat yang merugikan bagi debitur karena
sejak saat itu debitur harus :
1). Mengganti kerugian
2). Benda yang dijadikan objek dari perikatan sejak saat tidak dipenuhinya
kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur.
3). Jika perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbal balik, kreditur dapat
meminta pembatalan (pemutusan) perjanjian.
Dalam hal debitur melakukan wanprestasi maka kreditur dapat
menuntut salah satu dari lima kemungkinan sebagai berikut :
1). Dapat menuntut pembatalan/pemutusan perjanjian.
2). Dapat menuntut pemenuhan perjanjian.
3). Dapat menuntut penggantian kerugian.
4). Dapat menuntut pembatalan dan penggantian kerugian.
5). Dapat menuntut pemenuhan dan pengganti kerugian.
C. Penutup
Setelah mahasiswa mempelajari dan memahami bahasan tentang
wanprestasi maka diharapkan mahasiwa dapat menjelaskan apa yang
dimaksud dengan wanprestasi dan apa akibat jika terjadi suatu wanprestasi.nasrulloh-one.blogspot.com
Minggu, 01 November 2009
undang undang
UNDANG-UNDANG
NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 1
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI
DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
2 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 3
1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 5
NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Bab I Ketentuan Umum 6
Bab II Asas dan Tujuan 8
Bab III Perjanjian yang Dilarang 9
Bab IV Kegiatan yang Dilarang 13
Bab V Posisi Dominan 15
Bab VI Komisi Pengawas Persaingan Usaha 17
Bab VII Tata Cara Penanganan Perkara 21
Bab VIII Sanksi 24
Bab IX Ketentuan Lain 25
Bab X Ketentuan Peralihan 26
Bab XI Ketentuan Penutup 27
2. PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Pasal Demi Pasal 31
3. KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 49
NOMOR 75 TAHUN 1999 TENTANG
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
Bab I Pembentukan, Tujuan, Tugas, dan Fungsi 49
Bab II Organisasi 52
Bab III Pengangkatan dan Pemberhentian 53
Bab IV Tata Kerja 53
Bab V Ketentuan Penutup 53
DAFTAR ISI
4 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
4. KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 57
NOMOR 162/M TAHUN 2000
5. KEPUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA 63
NOMOR : 05/KPPU/KEP/IX/2000 TENTANG
TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN DAN
PENANGANAN DUGAAN PELANGGARAN TERHADAP
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999
Bab I Ketentuan Umum 64
Bab II Penyampaian Laporan 66
Bab III Tugas dan Wewenang 67
Bab IV Penerimaan dan Penelitian Laporan 70
Bab V Pemeriksaan Pendahuluan 71
Bab VI Pemeriksaan Lanjutan 72
Bab VII Putusan Komisi 74
Bab VIII Pelasanaan Putusan Komisi 75
Bab IX Ketentuan Penutup 76
6. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG 81
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003
TENTANG TATA CARA PENGAJUAN
UPAYA HUKUM KEBERATAN TERHADAP
PUTUSAN KPPU
Bab I Ketentuan Umum 82
Bab II Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan 83
terhadap Putusan KPPU
Bab III Tata Cara Pemeriksaan Keberatan 83
Bab IV Pelaksanaan Putusan 84
Bab V Ketentuan Penutup 84
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 5
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan
kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki
adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara
untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran
barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat,
efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar;
c. bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada
dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga
tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi
pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari
kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh negara Republik
Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional;
d. bahwa untuk mewujudkan sebagaimana yang dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, atas usul inisiatif Dewan
Perwakilan Rakyat perlu disusun Undang-undang Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat;
Mengingat: Pasal 5 Ayat (1), Pasal 21 Ayat (1), Pasal 27 Ayat (2), dan Pasal
33 Undang-Undang Dasar 1945;
6 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTEK
MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang
dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha.
2. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih
pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran
atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha
tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
3. Pemusatan kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu
pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat
menentukan harga barang dan atau jasa.
4. Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai
pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa
pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara
pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan
keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan
untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
5. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,
menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 7
6. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha.
7. Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk
mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama
apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.
8. Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang
dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk
menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang
bersekongkol.
9. Pasar adalah lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat melakukan transaksi perdagangan
barang dan atau jasa.
10. Pasar bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau
daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa
yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut.
11. Struktur pasar adalah keadaan pasar yang memberikan petunjuk tentang
aspek-aspek yang memiliki pengaruh penting terhadap perilaku pelaku usaha
dan kinerja pasar, antara lain jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk
dan keluar pasar, keragaman produk, sistem distribusi, dan penguasaan
pangsa pasar.
12. Perilaku pasar adalah tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam
kapasitasnya sebagai pemasok atau pembeli barang dan atau jasa untuk
mencapai tujuan perusahaan, antara lain pencapaian laba, pertumbuhan aset,
target penjualan, dan metode persaingan yang digunakan.
13. Pangsa pasar adalah persentase nilai jual atau beli barang atau jasa tertentu
yang dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun
kalender tertentu.
14. Harga pasar adalah harga yang dibayar dalam transaksi barang dan atau jasa
sesuai kesepakatan antara para pihak di pasar bersangkutan.
15. Konsumen adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa
baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain.
16. Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik
bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai,
dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.
8 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
17. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang
diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau
pelaku usaha.
18. Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah komisi yang dibentuk untuk
mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak
melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
19. Pengadilan Negeri adalah pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku, di tempat kedudukan hukum usaha
pelaku usaha.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan
pelaku usaha dan kepentingan umum.
Pasal 3
Tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk:
a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha
yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang
sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha
kecil;
c. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 9
BAB III
PERJANJIAN YANG DILARANG
Bagian Pertama
Oligopoli
Pasal 4
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan
penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana
dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Kedua
Penetapan Harga
Pasal 5
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar
oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.
Pasal 6
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang
satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar
oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
10 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Pasal 7
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 8
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau
memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang
lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Ketiga
Pembagian Wilayah
Pasal 9
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap
barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Keempat
Pemboikotan
Pasal 10
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya,
yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang
sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
(2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya,
untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain
sehingga perbuatan tersebut:
a. merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain; atau
b. membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang
dan atau jasa dari pasar bersangkutan.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 11
Bagian Kelima
Kartel
Pasal 11
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya,
yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan
atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Keenam
Trust
Pasal 12
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan
yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan
hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan
untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa,
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
Bagian Ketujuh
Oligopsoni
Pasal 13
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan
pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam
pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai
pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.
12 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Bagian Kedelapan
Integrasi Vertikal
Pasal 14
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam
rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian
produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu
rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
Bagian Kesembilan
Perjanjian Tertutup
Pasal 15
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya
akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut
kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
(2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus
bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
(3) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan
harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa
pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:
a. harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha
pemasok; atau
b. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari
pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
Bagian Kesepuluh
Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
Pasal 16
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang
memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 13
BAB IV
KEGIATAN YANG DILARANG
Bagian Pertama
Monopoli
Pasal 17
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) apabila:
a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan
usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari
50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Kedua
Monopsoni
Pasal 18
(1) Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli
tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan
atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila
satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari
50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
14 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Bagian Ketiga
Penguasaan Pasar
Pasal 19
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri
maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa :
a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan
kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau
b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk
tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau
c. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar
bersangkutan; atau
d. melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
Pasal 20
Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara
melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud
untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
Pasal 21
Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi
dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau
jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Keempat
Persekongkolan
Pasal 22
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau
menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 15
Pasal 23
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan
informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia
perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak
sehat.
Pasal 24
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya
dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di
pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun
ketepatan waktu yang dipersyaratkan.
BAB V
POSISI DOMINAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 25
(1) Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk:
a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah
dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang
bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau
b. membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau
c. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk
memasuki pasar bersangkutan.
(2) Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat (1)
apabila:
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50%
(lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu; atau
b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75%
(tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau
jasa tertentu.
16 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Bagian Kedua
Jabatan Rangkap
Pasal 26
Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu
perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi
atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan tersebut:
a. berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau
b. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau
c. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu,
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
Bagian Ketiga
Pemilikan Saham
Pasal 27
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan
sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar
bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki
kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila
kepemilikan tersebut mengakibatkan:
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari
50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;
b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari
75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu.
Bagian Keempat
Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan
Pasal 28
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain
apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 17
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha
yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan mengenai
pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau
nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada
Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan,
peleburan, atau pengambilalihan tersebut.
(2) Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata
cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
BAB VI
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
Bagian Pertama
Status
Pasal 30
(1) Untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang ini dibentuk Komisi
Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut Komisi.
(2) Komisi adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan
kekuasaan Pemerintah serta pihak lain.
(3) Komisi bertanggung jawab kepada Presiden.
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 31
(1) Komisi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua
merangkap anggota, dan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota.
(2) Anggota Komisi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Masa jabatan anggota Komisi adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
18 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
(4) Apabila karena berakhirnya masa jabatan akan terjadi kekosongan dalam
keanggotaan Komisi, maka masa jabatan anggota dapat diperpanjang sampai
pengangkatan anggota baru.
Pasal 32
Persyaratan keanggotaan Komisi adalah:
a. warga negara Republik Indonesia, berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh)
tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan;
b. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. jujur, adil, dan berkelakuan baik;
e. bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia;
f. berpengalaman dalam bidang usaha atau mempunyai pengetahuan dan
keahlian di bidang hukum dan atau ekonomi;
g. tidak pernah dipidana;
h. tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan; dan
i. tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha.
Pasal 33
Keanggotaan Komisi berhenti, karena :
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;
d. sakit jasmani atau rohani terus menerus;
e. berakhirnya masa jabatan keanggotaan Komisi; atau
f. diberhentikan.
Pasal 34
(1) Pembentukan Komisi serta susunan organisasi, tugas, dan fungsinya
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Komisi dibantu oleh sekretariat.
(3) Komisi dapat membentuk kelompok kerja.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 19
(4) Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, dan fungsi sekretariat dan
kelompok kerja diatur lebih lanjut dengan keputusan Komisi.
Bagian Ketiga
Tugas
Pasal 35
Tugas Komisi meliputi:
a. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur
dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
b. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal
24;
c. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi
dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai
dengan Pasal 28;
d. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur
dalam Pasal 36;
e. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang
berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
f. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undangundang
ini;
g. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden
dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Bagian Keempat
Wewenang
Pasal 36
Wewenang Komisi meliputi:
a. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
b. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau
20 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat;
c. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan
oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi
sebagai hasil penelitiannya;
d. menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau
tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
e. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan undang-undang ini;
f. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
g. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi
ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak
bersedia memenuhi panggilan Komisi;
h. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan
penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar
ketentuan undang-undang ini;
i. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain
guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;
j. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku
usaha lain atau masyarakat;
k. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga
melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
l. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 37
Biaya untuk pelaksanaan tugas Komisi dibebankan kepada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan atau sumber-sumber lain yang diperbolehkan
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 21
BAB VII
TATA CARA PENANGANAN PERKARA
Pasal 38
(1) Setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi
pelanggaran terhadap Undang-undang ini dapat melaporkan secara tertulis
kepada Komisi dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya
pelanggaran, dengan menyertakan identitas pelapor.
(2) Pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran terhadap Undangundang
ini dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi dengan keterangan
yang lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian
yang ditimbulkan, dengan menyertakan identitas pelapor.
(3) Identitas pelapor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dirahasiakan
oleh Komisi.
(4) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Komisi.
Pasal 39
(1) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dan
ayat (2), Komisi wajib melakukan pemeriksaan pendahuluan, dan dalam waktu
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah menerima laporan, Komisi
wajib menetapkan perlu atau tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan.
(2) Dalam pemeriksaan lanjutan, Komisi wajib melakukan pemeriksaan terhadap
pelaku usaha yang dilaporkan.
(3) Komisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari pelaku usaha
yang dikategorikan sebagai rahasia perusahaan.
(4) Apabila dipandang perlu Komisi dapat mendengar keterangan saksi, saksi
ahli, dan atau pihak lain.
(5) Dalam melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat
(4), anggota Komisi dilengkapi dengan surat tugas.
Pasal 40
(1) Komisi dapat melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha apabila ada
dugaan terjadi pelanggaran Undang-undang ini walaupun tanpa adanya
laporan.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Pasal 39.
22 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Pasal 41
(1) Pelaku usaha dan atau pihak lain yang diperiksa wajib menyerahkan alat
bukti yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan.
(2) Pelaku usaha dilarang menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang
diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan, atau menghambat
proses penyelidikan dan atau pemeriksaan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (2), oleh Komisi diserahkan kepada
penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 42
Alat-alat bukti pemeriksaan Komisi berupa:
a. keterangan saksi,
b. keterangan ahli,
c. surat dan atau dokumen,
d. petunjuk,
e. keterangan pelaku usaha.
Pasal 43
(1) Komisi wajib menyelesaikan pemeriksaan lanjutan selambat-lambatnya 60
(enam puluh) hari sejak dilakukan pemeriksaan lanjutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1).
(2) Bilamana diperlukan, jangka waktu pemeriksaan lanjutan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(3) Komisi wajib memutuskan telah terjadi atau tidak terjadi pelanggaran terhadap
Undang-undang ini selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
selesainya pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau
ayat (2).
(4) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus dibacakan dalam
suatu sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum dan segera diberitahukan
kepada pelaku usaha.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 23
Pasal 44
(1) Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pelaku usaha menerima pemberitahuan
putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4), pelaku usaha
wajib melaksanakan putusan tersebut dan menyampaikan laporan
pelaksanaannya kepada Komisi.
(2) Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan
putusan tersebut.
(3) Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dianggap menerima putusan Komisi.
(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak
dijalankan oleh pelaku usaha, Komisi menyerahkan putusan tersebut kepada
penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4) merupakan
bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.
Pasal 45
(1) Pengadilan Negeri harus memeriksa keberatan pelaku usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak
diterimanya keberatan tersebut.
(2) Pengadilan Negeri harus memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh)
hari sejak dimulainya pemeriksaan keberatan tersebut.
(3) Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), dalam waktu 14 (empat belas) hari dapat mengajukan
kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(4) Mahkamah Agung harus memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh)
hari sejak permohonan kasasi diterima.
Pasal 46
(1) Apabila tidak terdapat keberatan, putusan Komisi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 ayat (3) telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
(2) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimintakan penetapan
eksekusi kepada Pengadilan Negeri.
24 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
BAB VIII
SANKSI
Bagian Pertama
Tindakan Administratif
Pasal 47
(1) Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif
terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16; dan atau
b. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan atau
c. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti
menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha
tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau
d. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan
posisi dominan; dan atau
e. penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha
dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan
atau
f. penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau
g. pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar
rupiah).
Bagian Kedua
Pidana Pokok
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14,
Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam
pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah),
atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15,
Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 25
pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah)
dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah),
atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana
denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Bagian Ketiga
Pidana Tambahan
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana,
terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana
tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran
terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian pada pihak lain.
BAB IX
KETENTUAN LAIN
Pasal 50
Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah:
a. perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; atau
b. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi,
paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik
terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
atau
c. perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak
mengekang dan atau menghalangi persaingan; atau
d. perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk
memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah
26 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
daripada harga yang telah diperjanjikan; atau
e. perjanjian kerjasama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar
hidup masyarakat luas; atau
f. perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia;
atau
g. perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak
mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri; atau
h. pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil; atau
i. kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani
anggotanya.
Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak
serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undangundang
dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan
atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 52
(1) Sejak berlakunya undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan
yang mengatur atau berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan
usaha dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
(2) Pelaku usaha yang telah membuat perjanjian dan atau melakukan kegiatan
dan atau tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang ini
diberi waktu 6 (enam) bulan sejak Undang-undang ini diberlakukan untuk
melakukan penyesuaian.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 27
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53
Undang-undang ini mulai berlaku terhitung 1 (satu) tahun sejak tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 5 Maret 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Maret 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
AKBAR TANDJUNG
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999
NOMOR 33
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan I
Lambock V. Nahattands
28 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 29
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
30 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 31
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
UMUM
Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah
menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya kesejahteraan
rakyat. Kemajuan pembangunan yang telah dicapai di atas, didorong oleh
kebijakan pembangunan di berbagai bidang, termasuk kebijakan pembangunan
bidang ekonomi yang tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara dan
Rencana Pembangunan Lima Tahunan, serta berbagai kebijakan ekonomi lainnya.
Meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai selama Pembangunan Jangka
Panjang Pertama, yang ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
tetapi masih banyak pula tantangan atau persoalan, khususnya dalam
pembangunan ekonomi yang belum terpecahkan, seiring dengan adanya
kecenderungan globalisasi perekonomian serta dinamika dan perkembangan
usaha swasta sejak awal tahun 1990-an.
Peluang-peluang usaha yang tercipta selama tiga dasawarsa yang lalu dalam
kenyataannya belum membuat seluruh masyarakat mampu dan dapat
berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai sektor ekonomi. Perkembangan
usaha swasta selama periode tersebut, disatu sisi diwarnai oleh berbagai bentuk
kebijakan Pemerintah yang kurang tepat sehingga pasar menjadi terdistorsi. Di
sisi lain, perkembangan usaha swasta dalam kenyataannya sebagian besar
merupakan perwujudan dari kondisi persaingan usaha yang tidak sehat.
Fenomena di atas telah berkembang dan didukung oleh adanya hubungan yang
terkait antara pengambil keputusan dengan para pelaku usaha, baik secara
langsung maupun tidak langsung, sehingga lebih memperburuk keadaan.
Penyelenggaraan ekonomi nasional kurang mengacu kepada amanat Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945, serta cenderung menunjukkan corak yang sangat
monopolistik.
32 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan kemudahankemudahan
yang berlebihan sehingga berdampak kepada kesenjangan sosial.
Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak
didukung oleh semangat kewirausahaan sejati merupakan salah satu faktor yang
mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak mampu
bersaing.
Memperhatikan situasi dan kondisi tersebut di atas, menuntut kita untuk
mencermati dan menata kembali kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia usaha
dapat tumbuh serta berkembang secara sehat dan benar, sehingga tercipta iklim
persaingan usaha yang sehat, serta terhindarnya pemusatan kekuatan ekonomi
pada perorangan atau kelompok tertentu, antara lain dalam bentuk praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat, yang
bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.
Oleh karena itu, perlu disusun Undang-Undang tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dimaksudkan untuk
menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap
pelaku usaha di dalam upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat.
Undang-undang ini memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong
percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
umum, serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar
1945.
Agar implementasi undang-undang ini serta peraturan pelaksananya dapat
berjalan efektif sesuai asas dan tujuannya, maka perlu dibentuk Komisi Pengawas
Persaingan Usaha, yaitu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh
pemerintah dan pihak lain, yang berwenang melakukan pengawasan persaingan
usaha dan menjatuhkan sanksi. Sanksi tersebut berupa tindakan administratif,
sedangkan sanksi pidana adalah wewenang pengadilan.
Secara umum, materi dari Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini mengandung 6 (enam) bagian pengaturan
yang terdiri dari :
1. perjanjian yang dilarang;
2. kegiatan yang dilarang;
3. posisi dominan;
4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
5. penegakan hukum;
6. ketentuan lain-lain.
Undang-undang ini disusun berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945, serta berasaskan kepada demokrasi ekonomi dengan memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan
tujuan untuk: menjaga kepentingan umum dan melindungi konsumen;
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 33
menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha
yang sehat, dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap
orang; mencegah praktek-praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat yang ditimbulkan pelaku usaha; serta menciptakan efektivitas dan efisiensi
dalam kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan efisiensi ekonomi nasional
sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Cukup jelas
Angka 10
Cukup jelas
Angka 11
Cukup jelas
Angka 12
Cukup jelas
Angka 13
Cukup jelas
34 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Angka 14
Cukup jelas
Angka 15
Cukup jelas
Angka 16
Cukup jelas
Angka 17
Cukup jelas
Angka 18
Cukup jelas
Angka 19
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 35
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Perjanjian dapat bersifat vertikal atau horizontal. Perjanjian ini dilarang karena
pelaku usaha meniadakan atau mengurangi persaingan dengan cara membagi
wilayah pasar atau alokasi pasar. Wilayah pemasaran dapat berarti wilayah
negara Republik Indonesia atau bagian wilayah negara Republik Indonesia
misalnya kabupaten, propinsi, atau wilayah regional lainnya. Membagi wilayah
pemasaran atau alokasi pasar berarti membagi wilayah untuk memperoleh
atau memasok barang, jasa, atau barang dan jasa, menetapkan dari siapa saja
dapat memperoleh atau memasok barang, jasa, atau barang dan jasa.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Yang dimaksud dengan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk
dalam rangkaian produksi atau yang lazim disebut integrasi vertikal adalah
penguasaan serangkaian proses produksi atas barang tertentu mulai dari
hulu sampai hilir atau proses yang berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu
36 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
oleh pelaku usaha tertentu. Praktek integrasi vertikal meskipun dapat
menghasilkan barang dan jasa dengan harga murah, tetapi dapat menimbulkan
persaingan usaha tidak sehat yang merusak sendi-sendi perekonomian
masyarakat. Praktek seperti ini dilarang sepanjang menimbulkan persaingan
usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang termasuk dalam pengertian memasok adalah menyediakan
pasokan, baik barang maupun jasa, dalam kegiatan jual beli, sewa
menyewa, sewa beli, dan sewa guna usaha (leasing).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan pelaku usaha lain adalah pelaku usaha
yang mempunyai kemampuan bersaing yang signifikan dalam pasar
bersangkutan.
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 37
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 19
Huruf a
Menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu tidak boleh dilakukan
dengan cara yang tidak wajar atau dengan alasan non-ekonomi,
misalnya karena perbedaan suku, ras, status sosial, dan lain-lain.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya adalah
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk
memperoleh biaya faktor-faktor produksi yang lebih rendah dari seharusnya.
Pasal 22
Tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan,
untuk mengadakan barang-barang, atau untuk menyediakan jasa.
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
38 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 26
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Perusahaan-perusahaan memiliki keterkaitan yang erat apabila
perusahaan-perusahaan tersebut saling mendukung atau berhubungan
langsung dalam proses produksi, pemasaran, atau produksi dan
pemasaran.
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 27
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Badan usaha adalah perusahaan atau bentuk usaha, baik yang
berbentuk badan hukum (misalnya perseroan terbatas) maupun bukan
badan hukum, yang menjalankan suatu jenis usaha yang bersifat tetap
dan terus menerus dengan tujuan untuk memperoleh laba.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 39
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Ketua dan Wakil Ketua Komisi dipilih dari dan oleh Anggota Komisi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Perpanjangan masa keanggotaan Komisi untuk menghindari
kekosongan tidak boleh lebih dari 1 (satu) tahun.
Pasal 32
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Yang dimaksud dengan tidak pernah dipidana adalah tidak pernah
dipidana karena melakukan kejahatan berat atau karena melakukan
pelanggaran kesusilaan.
40 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Yang dimaksud tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha adalah
bahwa sejak yang bersangkutan menjadi anggota Komisi tidak menjadi:
1. anggota dewan komisaris atau pengawas, atau direksi suatu
perusahaan;
2. anggota pengurus atau badan pemeriksa suatu koperasi;
3. pihak yang memberikan layanan jasa kepada suatu perusahaan,
seperti konsultan, akuntan publik, dan penilai;
4. pemilik saham mayoritas suatu perusahaan.
Pasal 33
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Dinyatakan dengan surat keterangan dokter yang berwenang.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Diberhentikan, antara lain dikarenakan tidak lagi memenuhi persyaratan
keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud Pasal 32.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud sekretariat adalah unit organisasi untuk mendukung
atau membantu pelaksanaan tugas Komisi.
Ayat (3)
Yang dimaksud kelompok kerja adalah tim profesional yang ditunjuk
oleh Komisi untuk membantu pelaksanaan tugas tertentu dalam waktu
tertentu.
Ayat (4)
Cukup jelas
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 41
Pasal 35
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Pasal 36
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Yang dimaksud dengan penyidik adalah penyidik sebagaimana
dimaksudkan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981.
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
42 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Pasal 37
Pada dasarnya Negara bertanggung jawab terhadap operasional pelaksanaan
tugas Komisi dengan memberikan dukungan dana melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Namun, mengingat ruang lingkup dan
cakupan tugas Komisi yang demikian luas dan sangat beragam, maka Komisi
dapat memperoleh dana dari sumber lain yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang sifatnya tidak mengikat
serta tidak akan mempengaruhi kemandirian Komisi.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 43
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang diserahkan oleh Komisi kepada penyidik untuk dilakukan
penyidikan tidak hanya perbuatan atau tindak pidana sebagaimana
dimaksud ayat (2), tetapi juga termasuk pokok perkara yang sedang
diselidiki dan diperiksa oleh Komisi.
Pasal 42
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pengambilan keputusan Komisi sebagaimana dimaksud ayat (3)
dilakukan dalam suatu sidang Majelis yang beranggotakan sekurangkurangnya
3 (tiga) orang anggota Komisi.
Ayat (4)
Yang dimaksud diberitahukan adalah penyampaian petikan putusan
Komisi kepada pelaku usaha.
44 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Pasal 44
Ayat (1)
30 (tiga puluh) hari dihitung sejak diterimanya petikan putusan Komisi
oleh pelaku usaha atau kuasa hukumnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Penghentian integrasi vertikal antara lain dilaksanakan dengan
pembatalan perjanjian, pengalihan sebagian perusahaan kepada
pelaku usaha lain, atau perubahan bentuk rangkaian produksinya.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 45
Huruf c
Yang diperintahkan untuk dihentikan adalah kegiatan atau tindakan
tertentu dan bukan kegiatan usaha pelaku usaha secara
keseluruhan.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Ganti rugi diberikan kepada pelaku usaha dan kepada pihak lain
yang dirugikan.
Huruf g
Cukup jelas
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 49
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 50
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
46 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil adalah sebagaimana
dimaksud Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
Huruf i
Yang dimaksud dengan melayani anggotanya adalah memberi
pelayanan hanya kepada anggotanya dan bukan kepada masyarakat
umum untuk pengadaan kebutuhan pokok, kebutuhan sarana produksi
termasuk kredit dan bahan baku, serta pelayanan untuk memasarkan
dan mendistribusikan hasil produksi anggota yang tidak mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3817
UNDANG-UNDANG
NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 1
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI
DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
2 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 3
1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 5
NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Bab I Ketentuan Umum 6
Bab II Asas dan Tujuan 8
Bab III Perjanjian yang Dilarang 9
Bab IV Kegiatan yang Dilarang 13
Bab V Posisi Dominan 15
Bab VI Komisi Pengawas Persaingan Usaha 17
Bab VII Tata Cara Penanganan Perkara 21
Bab VIII Sanksi 24
Bab IX Ketentuan Lain 25
Bab X Ketentuan Peralihan 26
Bab XI Ketentuan Penutup 27
2. PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Pasal Demi Pasal 31
3. KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 49
NOMOR 75 TAHUN 1999 TENTANG
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
Bab I Pembentukan, Tujuan, Tugas, dan Fungsi 49
Bab II Organisasi 52
Bab III Pengangkatan dan Pemberhentian 53
Bab IV Tata Kerja 53
Bab V Ketentuan Penutup 53
DAFTAR ISI
4 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
4. KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 57
NOMOR 162/M TAHUN 2000
5. KEPUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA 63
NOMOR : 05/KPPU/KEP/IX/2000 TENTANG
TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN DAN
PENANGANAN DUGAAN PELANGGARAN TERHADAP
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999
Bab I Ketentuan Umum 64
Bab II Penyampaian Laporan 66
Bab III Tugas dan Wewenang 67
Bab IV Penerimaan dan Penelitian Laporan 70
Bab V Pemeriksaan Pendahuluan 71
Bab VI Pemeriksaan Lanjutan 72
Bab VII Putusan Komisi 74
Bab VIII Pelasanaan Putusan Komisi 75
Bab IX Ketentuan Penutup 76
6. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG 81
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003
TENTANG TATA CARA PENGAJUAN
UPAYA HUKUM KEBERATAN TERHADAP
PUTUSAN KPPU
Bab I Ketentuan Umum 82
Bab II Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan 83
terhadap Putusan KPPU
Bab III Tata Cara Pemeriksaan Keberatan 83
Bab IV Pelaksanaan Putusan 84
Bab V Ketentuan Penutup 84
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 5
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan
kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki
adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara
untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran
barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat,
efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar;
c. bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada
dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga
tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi
pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari
kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh negara Republik
Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional;
d. bahwa untuk mewujudkan sebagaimana yang dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, atas usul inisiatif Dewan
Perwakilan Rakyat perlu disusun Undang-undang Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat;
Mengingat: Pasal 5 Ayat (1), Pasal 21 Ayat (1), Pasal 27 Ayat (2), dan Pasal
33 Undang-Undang Dasar 1945;
6 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTEK
MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang
dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha.
2. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih
pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran
atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha
tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
3. Pemusatan kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu
pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat
menentukan harga barang dan atau jasa.
4. Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai
pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa
pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara
pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan
keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan
untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
5. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,
menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 7
6. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha.
7. Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk
mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama
apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.
8. Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang
dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk
menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang
bersekongkol.
9. Pasar adalah lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat melakukan transaksi perdagangan
barang dan atau jasa.
10. Pasar bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau
daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa
yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut.
11. Struktur pasar adalah keadaan pasar yang memberikan petunjuk tentang
aspek-aspek yang memiliki pengaruh penting terhadap perilaku pelaku usaha
dan kinerja pasar, antara lain jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk
dan keluar pasar, keragaman produk, sistem distribusi, dan penguasaan
pangsa pasar.
12. Perilaku pasar adalah tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam
kapasitasnya sebagai pemasok atau pembeli barang dan atau jasa untuk
mencapai tujuan perusahaan, antara lain pencapaian laba, pertumbuhan aset,
target penjualan, dan metode persaingan yang digunakan.
13. Pangsa pasar adalah persentase nilai jual atau beli barang atau jasa tertentu
yang dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun
kalender tertentu.
14. Harga pasar adalah harga yang dibayar dalam transaksi barang dan atau jasa
sesuai kesepakatan antara para pihak di pasar bersangkutan.
15. Konsumen adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa
baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain.
16. Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik
bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai,
dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.
8 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
17. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang
diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau
pelaku usaha.
18. Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah komisi yang dibentuk untuk
mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak
melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
19. Pengadilan Negeri adalah pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku, di tempat kedudukan hukum usaha
pelaku usaha.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan
pelaku usaha dan kepentingan umum.
Pasal 3
Tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk:
a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha
yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang
sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha
kecil;
c. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 9
BAB III
PERJANJIAN YANG DILARANG
Bagian Pertama
Oligopoli
Pasal 4
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan
penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana
dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Kedua
Penetapan Harga
Pasal 5
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar
oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.
Pasal 6
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang
satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar
oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
10 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Pasal 7
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 8
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau
memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang
lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Ketiga
Pembagian Wilayah
Pasal 9
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap
barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Keempat
Pemboikotan
Pasal 10
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya,
yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang
sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
(2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya,
untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain
sehingga perbuatan tersebut:
a. merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain; atau
b. membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang
dan atau jasa dari pasar bersangkutan.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 11
Bagian Kelima
Kartel
Pasal 11
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya,
yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan
atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Keenam
Trust
Pasal 12
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan
yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan
hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan
untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa,
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
Bagian Ketujuh
Oligopsoni
Pasal 13
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan
pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam
pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai
pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.
12 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Bagian Kedelapan
Integrasi Vertikal
Pasal 14
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam
rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian
produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu
rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
Bagian Kesembilan
Perjanjian Tertutup
Pasal 15
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya
akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut
kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
(2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus
bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
(3) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan
harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa
pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:
a. harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha
pemasok; atau
b. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari
pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
Bagian Kesepuluh
Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
Pasal 16
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang
memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 13
BAB IV
KEGIATAN YANG DILARANG
Bagian Pertama
Monopoli
Pasal 17
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) apabila:
a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan
usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari
50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Kedua
Monopsoni
Pasal 18
(1) Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli
tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan
atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila
satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari
50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
14 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Bagian Ketiga
Penguasaan Pasar
Pasal 19
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri
maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa :
a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan
kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau
b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk
tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau
c. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar
bersangkutan; atau
d. melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
Pasal 20
Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara
melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud
untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
Pasal 21
Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi
dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau
jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Keempat
Persekongkolan
Pasal 22
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau
menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 15
Pasal 23
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan
informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia
perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak
sehat.
Pasal 24
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya
dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di
pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun
ketepatan waktu yang dipersyaratkan.
BAB V
POSISI DOMINAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 25
(1) Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk:
a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah
dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang
bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau
b. membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau
c. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk
memasuki pasar bersangkutan.
(2) Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat (1)
apabila:
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50%
(lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu; atau
b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75%
(tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau
jasa tertentu.
16 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Bagian Kedua
Jabatan Rangkap
Pasal 26
Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu
perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi
atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan tersebut:
a. berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau
b. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau
c. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu,
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
Bagian Ketiga
Pemilikan Saham
Pasal 27
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan
sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar
bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki
kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila
kepemilikan tersebut mengakibatkan:
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari
50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;
b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari
75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu.
Bagian Keempat
Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan
Pasal 28
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain
apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 17
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha
yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan mengenai
pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau
nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada
Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan,
peleburan, atau pengambilalihan tersebut.
(2) Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata
cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
BAB VI
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
Bagian Pertama
Status
Pasal 30
(1) Untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang ini dibentuk Komisi
Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut Komisi.
(2) Komisi adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan
kekuasaan Pemerintah serta pihak lain.
(3) Komisi bertanggung jawab kepada Presiden.
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 31
(1) Komisi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua
merangkap anggota, dan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota.
(2) Anggota Komisi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Masa jabatan anggota Komisi adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
18 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
(4) Apabila karena berakhirnya masa jabatan akan terjadi kekosongan dalam
keanggotaan Komisi, maka masa jabatan anggota dapat diperpanjang sampai
pengangkatan anggota baru.
Pasal 32
Persyaratan keanggotaan Komisi adalah:
a. warga negara Republik Indonesia, berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh)
tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan;
b. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. jujur, adil, dan berkelakuan baik;
e. bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia;
f. berpengalaman dalam bidang usaha atau mempunyai pengetahuan dan
keahlian di bidang hukum dan atau ekonomi;
g. tidak pernah dipidana;
h. tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan; dan
i. tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha.
Pasal 33
Keanggotaan Komisi berhenti, karena :
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;
d. sakit jasmani atau rohani terus menerus;
e. berakhirnya masa jabatan keanggotaan Komisi; atau
f. diberhentikan.
Pasal 34
(1) Pembentukan Komisi serta susunan organisasi, tugas, dan fungsinya
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Komisi dibantu oleh sekretariat.
(3) Komisi dapat membentuk kelompok kerja.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 19
(4) Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, dan fungsi sekretariat dan
kelompok kerja diatur lebih lanjut dengan keputusan Komisi.
Bagian Ketiga
Tugas
Pasal 35
Tugas Komisi meliputi:
a. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur
dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
b. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal
24;
c. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi
dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai
dengan Pasal 28;
d. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur
dalam Pasal 36;
e. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang
berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
f. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undangundang
ini;
g. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden
dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Bagian Keempat
Wewenang
Pasal 36
Wewenang Komisi meliputi:
a. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
b. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau
20 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat;
c. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan
oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi
sebagai hasil penelitiannya;
d. menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau
tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
e. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan undang-undang ini;
f. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
g. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi
ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak
bersedia memenuhi panggilan Komisi;
h. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan
penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar
ketentuan undang-undang ini;
i. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain
guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;
j. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku
usaha lain atau masyarakat;
k. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga
melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
l. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 37
Biaya untuk pelaksanaan tugas Komisi dibebankan kepada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan atau sumber-sumber lain yang diperbolehkan
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 21
BAB VII
TATA CARA PENANGANAN PERKARA
Pasal 38
(1) Setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi
pelanggaran terhadap Undang-undang ini dapat melaporkan secara tertulis
kepada Komisi dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya
pelanggaran, dengan menyertakan identitas pelapor.
(2) Pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran terhadap Undangundang
ini dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi dengan keterangan
yang lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian
yang ditimbulkan, dengan menyertakan identitas pelapor.
(3) Identitas pelapor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dirahasiakan
oleh Komisi.
(4) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Komisi.
Pasal 39
(1) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dan
ayat (2), Komisi wajib melakukan pemeriksaan pendahuluan, dan dalam waktu
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah menerima laporan, Komisi
wajib menetapkan perlu atau tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan.
(2) Dalam pemeriksaan lanjutan, Komisi wajib melakukan pemeriksaan terhadap
pelaku usaha yang dilaporkan.
(3) Komisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari pelaku usaha
yang dikategorikan sebagai rahasia perusahaan.
(4) Apabila dipandang perlu Komisi dapat mendengar keterangan saksi, saksi
ahli, dan atau pihak lain.
(5) Dalam melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat
(4), anggota Komisi dilengkapi dengan surat tugas.
Pasal 40
(1) Komisi dapat melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha apabila ada
dugaan terjadi pelanggaran Undang-undang ini walaupun tanpa adanya
laporan.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Pasal 39.
22 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Pasal 41
(1) Pelaku usaha dan atau pihak lain yang diperiksa wajib menyerahkan alat
bukti yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan.
(2) Pelaku usaha dilarang menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang
diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan, atau menghambat
proses penyelidikan dan atau pemeriksaan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (2), oleh Komisi diserahkan kepada
penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 42
Alat-alat bukti pemeriksaan Komisi berupa:
a. keterangan saksi,
b. keterangan ahli,
c. surat dan atau dokumen,
d. petunjuk,
e. keterangan pelaku usaha.
Pasal 43
(1) Komisi wajib menyelesaikan pemeriksaan lanjutan selambat-lambatnya 60
(enam puluh) hari sejak dilakukan pemeriksaan lanjutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1).
(2) Bilamana diperlukan, jangka waktu pemeriksaan lanjutan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(3) Komisi wajib memutuskan telah terjadi atau tidak terjadi pelanggaran terhadap
Undang-undang ini selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
selesainya pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau
ayat (2).
(4) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus dibacakan dalam
suatu sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum dan segera diberitahukan
kepada pelaku usaha.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 23
Pasal 44
(1) Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pelaku usaha menerima pemberitahuan
putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4), pelaku usaha
wajib melaksanakan putusan tersebut dan menyampaikan laporan
pelaksanaannya kepada Komisi.
(2) Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan
putusan tersebut.
(3) Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dianggap menerima putusan Komisi.
(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak
dijalankan oleh pelaku usaha, Komisi menyerahkan putusan tersebut kepada
penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4) merupakan
bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.
Pasal 45
(1) Pengadilan Negeri harus memeriksa keberatan pelaku usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak
diterimanya keberatan tersebut.
(2) Pengadilan Negeri harus memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh)
hari sejak dimulainya pemeriksaan keberatan tersebut.
(3) Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), dalam waktu 14 (empat belas) hari dapat mengajukan
kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(4) Mahkamah Agung harus memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh)
hari sejak permohonan kasasi diterima.
Pasal 46
(1) Apabila tidak terdapat keberatan, putusan Komisi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 ayat (3) telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
(2) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimintakan penetapan
eksekusi kepada Pengadilan Negeri.
24 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
BAB VIII
SANKSI
Bagian Pertama
Tindakan Administratif
Pasal 47
(1) Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif
terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16; dan atau
b. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan atau
c. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti
menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha
tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau
d. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan
posisi dominan; dan atau
e. penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha
dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan
atau
f. penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau
g. pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar
rupiah).
Bagian Kedua
Pidana Pokok
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14,
Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam
pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah),
atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15,
Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 25
pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah)
dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah),
atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana
denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Bagian Ketiga
Pidana Tambahan
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana,
terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana
tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran
terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian pada pihak lain.
BAB IX
KETENTUAN LAIN
Pasal 50
Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah:
a. perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; atau
b. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi,
paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik
terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
atau
c. perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak
mengekang dan atau menghalangi persaingan; atau
d. perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk
memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah
26 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
daripada harga yang telah diperjanjikan; atau
e. perjanjian kerjasama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar
hidup masyarakat luas; atau
f. perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia;
atau
g. perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak
mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri; atau
h. pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil; atau
i. kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani
anggotanya.
Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak
serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undangundang
dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan
atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 52
(1) Sejak berlakunya undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan
yang mengatur atau berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan
usaha dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
(2) Pelaku usaha yang telah membuat perjanjian dan atau melakukan kegiatan
dan atau tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang ini
diberi waktu 6 (enam) bulan sejak Undang-undang ini diberlakukan untuk
melakukan penyesuaian.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 27
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53
Undang-undang ini mulai berlaku terhitung 1 (satu) tahun sejak tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 5 Maret 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Maret 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
AKBAR TANDJUNG
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999
NOMOR 33
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan I
Lambock V. Nahattands
28 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 29
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
30 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 31
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
UMUM
Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah
menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya kesejahteraan
rakyat. Kemajuan pembangunan yang telah dicapai di atas, didorong oleh
kebijakan pembangunan di berbagai bidang, termasuk kebijakan pembangunan
bidang ekonomi yang tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara dan
Rencana Pembangunan Lima Tahunan, serta berbagai kebijakan ekonomi lainnya.
Meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai selama Pembangunan Jangka
Panjang Pertama, yang ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
tetapi masih banyak pula tantangan atau persoalan, khususnya dalam
pembangunan ekonomi yang belum terpecahkan, seiring dengan adanya
kecenderungan globalisasi perekonomian serta dinamika dan perkembangan
usaha swasta sejak awal tahun 1990-an.
Peluang-peluang usaha yang tercipta selama tiga dasawarsa yang lalu dalam
kenyataannya belum membuat seluruh masyarakat mampu dan dapat
berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai sektor ekonomi. Perkembangan
usaha swasta selama periode tersebut, disatu sisi diwarnai oleh berbagai bentuk
kebijakan Pemerintah yang kurang tepat sehingga pasar menjadi terdistorsi. Di
sisi lain, perkembangan usaha swasta dalam kenyataannya sebagian besar
merupakan perwujudan dari kondisi persaingan usaha yang tidak sehat.
Fenomena di atas telah berkembang dan didukung oleh adanya hubungan yang
terkait antara pengambil keputusan dengan para pelaku usaha, baik secara
langsung maupun tidak langsung, sehingga lebih memperburuk keadaan.
Penyelenggaraan ekonomi nasional kurang mengacu kepada amanat Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945, serta cenderung menunjukkan corak yang sangat
monopolistik.
32 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan kemudahankemudahan
yang berlebihan sehingga berdampak kepada kesenjangan sosial.
Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak
didukung oleh semangat kewirausahaan sejati merupakan salah satu faktor yang
mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak mampu
bersaing.
Memperhatikan situasi dan kondisi tersebut di atas, menuntut kita untuk
mencermati dan menata kembali kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia usaha
dapat tumbuh serta berkembang secara sehat dan benar, sehingga tercipta iklim
persaingan usaha yang sehat, serta terhindarnya pemusatan kekuatan ekonomi
pada perorangan atau kelompok tertentu, antara lain dalam bentuk praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat, yang
bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.
Oleh karena itu, perlu disusun Undang-Undang tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dimaksudkan untuk
menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap
pelaku usaha di dalam upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat.
Undang-undang ini memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong
percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
umum, serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar
1945.
Agar implementasi undang-undang ini serta peraturan pelaksananya dapat
berjalan efektif sesuai asas dan tujuannya, maka perlu dibentuk Komisi Pengawas
Persaingan Usaha, yaitu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh
pemerintah dan pihak lain, yang berwenang melakukan pengawasan persaingan
usaha dan menjatuhkan sanksi. Sanksi tersebut berupa tindakan administratif,
sedangkan sanksi pidana adalah wewenang pengadilan.
Secara umum, materi dari Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini mengandung 6 (enam) bagian pengaturan
yang terdiri dari :
1. perjanjian yang dilarang;
2. kegiatan yang dilarang;
3. posisi dominan;
4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
5. penegakan hukum;
6. ketentuan lain-lain.
Undang-undang ini disusun berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945, serta berasaskan kepada demokrasi ekonomi dengan memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan
tujuan untuk: menjaga kepentingan umum dan melindungi konsumen;
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 33
menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha
yang sehat, dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap
orang; mencegah praktek-praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat yang ditimbulkan pelaku usaha; serta menciptakan efektivitas dan efisiensi
dalam kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan efisiensi ekonomi nasional
sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Cukup jelas
Angka 10
Cukup jelas
Angka 11
Cukup jelas
Angka 12
Cukup jelas
Angka 13
Cukup jelas
34 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Angka 14
Cukup jelas
Angka 15
Cukup jelas
Angka 16
Cukup jelas
Angka 17
Cukup jelas
Angka 18
Cukup jelas
Angka 19
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 35
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Perjanjian dapat bersifat vertikal atau horizontal. Perjanjian ini dilarang karena
pelaku usaha meniadakan atau mengurangi persaingan dengan cara membagi
wilayah pasar atau alokasi pasar. Wilayah pemasaran dapat berarti wilayah
negara Republik Indonesia atau bagian wilayah negara Republik Indonesia
misalnya kabupaten, propinsi, atau wilayah regional lainnya. Membagi wilayah
pemasaran atau alokasi pasar berarti membagi wilayah untuk memperoleh
atau memasok barang, jasa, atau barang dan jasa, menetapkan dari siapa saja
dapat memperoleh atau memasok barang, jasa, atau barang dan jasa.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Yang dimaksud dengan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk
dalam rangkaian produksi atau yang lazim disebut integrasi vertikal adalah
penguasaan serangkaian proses produksi atas barang tertentu mulai dari
hulu sampai hilir atau proses yang berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu
36 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
oleh pelaku usaha tertentu. Praktek integrasi vertikal meskipun dapat
menghasilkan barang dan jasa dengan harga murah, tetapi dapat menimbulkan
persaingan usaha tidak sehat yang merusak sendi-sendi perekonomian
masyarakat. Praktek seperti ini dilarang sepanjang menimbulkan persaingan
usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang termasuk dalam pengertian memasok adalah menyediakan
pasokan, baik barang maupun jasa, dalam kegiatan jual beli, sewa
menyewa, sewa beli, dan sewa guna usaha (leasing).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan pelaku usaha lain adalah pelaku usaha
yang mempunyai kemampuan bersaing yang signifikan dalam pasar
bersangkutan.
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 37
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 19
Huruf a
Menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu tidak boleh dilakukan
dengan cara yang tidak wajar atau dengan alasan non-ekonomi,
misalnya karena perbedaan suku, ras, status sosial, dan lain-lain.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya adalah
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk
memperoleh biaya faktor-faktor produksi yang lebih rendah dari seharusnya.
Pasal 22
Tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan,
untuk mengadakan barang-barang, atau untuk menyediakan jasa.
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
38 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 26
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Perusahaan-perusahaan memiliki keterkaitan yang erat apabila
perusahaan-perusahaan tersebut saling mendukung atau berhubungan
langsung dalam proses produksi, pemasaran, atau produksi dan
pemasaran.
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 27
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Badan usaha adalah perusahaan atau bentuk usaha, baik yang
berbentuk badan hukum (misalnya perseroan terbatas) maupun bukan
badan hukum, yang menjalankan suatu jenis usaha yang bersifat tetap
dan terus menerus dengan tujuan untuk memperoleh laba.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 39
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Ketua dan Wakil Ketua Komisi dipilih dari dan oleh Anggota Komisi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Perpanjangan masa keanggotaan Komisi untuk menghindari
kekosongan tidak boleh lebih dari 1 (satu) tahun.
Pasal 32
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Yang dimaksud dengan tidak pernah dipidana adalah tidak pernah
dipidana karena melakukan kejahatan berat atau karena melakukan
pelanggaran kesusilaan.
40 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Yang dimaksud tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha adalah
bahwa sejak yang bersangkutan menjadi anggota Komisi tidak menjadi:
1. anggota dewan komisaris atau pengawas, atau direksi suatu
perusahaan;
2. anggota pengurus atau badan pemeriksa suatu koperasi;
3. pihak yang memberikan layanan jasa kepada suatu perusahaan,
seperti konsultan, akuntan publik, dan penilai;
4. pemilik saham mayoritas suatu perusahaan.
Pasal 33
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Dinyatakan dengan surat keterangan dokter yang berwenang.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Diberhentikan, antara lain dikarenakan tidak lagi memenuhi persyaratan
keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud Pasal 32.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud sekretariat adalah unit organisasi untuk mendukung
atau membantu pelaksanaan tugas Komisi.
Ayat (3)
Yang dimaksud kelompok kerja adalah tim profesional yang ditunjuk
oleh Komisi untuk membantu pelaksanaan tugas tertentu dalam waktu
tertentu.
Ayat (4)
Cukup jelas
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 41
Pasal 35
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Pasal 36
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Yang dimaksud dengan penyidik adalah penyidik sebagaimana
dimaksudkan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981.
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
42 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Pasal 37
Pada dasarnya Negara bertanggung jawab terhadap operasional pelaksanaan
tugas Komisi dengan memberikan dukungan dana melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Namun, mengingat ruang lingkup dan
cakupan tugas Komisi yang demikian luas dan sangat beragam, maka Komisi
dapat memperoleh dana dari sumber lain yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang sifatnya tidak mengikat
serta tidak akan mempengaruhi kemandirian Komisi.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 43
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang diserahkan oleh Komisi kepada penyidik untuk dilakukan
penyidikan tidak hanya perbuatan atau tindak pidana sebagaimana
dimaksud ayat (2), tetapi juga termasuk pokok perkara yang sedang
diselidiki dan diperiksa oleh Komisi.
Pasal 42
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pengambilan keputusan Komisi sebagaimana dimaksud ayat (3)
dilakukan dalam suatu sidang Majelis yang beranggotakan sekurangkurangnya
3 (tiga) orang anggota Komisi.
Ayat (4)
Yang dimaksud diberitahukan adalah penyampaian petikan putusan
Komisi kepada pelaku usaha.
44 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Pasal 44
Ayat (1)
30 (tiga puluh) hari dihitung sejak diterimanya petikan putusan Komisi
oleh pelaku usaha atau kuasa hukumnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Penghentian integrasi vertikal antara lain dilaksanakan dengan
pembatalan perjanjian, pengalihan sebagian perusahaan kepada
pelaku usaha lain, atau perubahan bentuk rangkaian produksinya.
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 45
Huruf c
Yang diperintahkan untuk dihentikan adalah kegiatan atau tindakan
tertentu dan bukan kegiatan usaha pelaku usaha secara
keseluruhan.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Ganti rugi diberikan kepada pelaku usaha dan kepada pihak lain
yang dirugikan.
Huruf g
Cukup jelas
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 49
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 50
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
46 UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil adalah sebagaimana
dimaksud Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
Huruf i
Yang dimaksud dengan melayani anggotanya adalah memberi
pelayanan hanya kepada anggotanya dan bukan kepada masyarakat
umum untuk pengadaan kebutuhan pokok, kebutuhan sarana produksi
termasuk kredit dan bahan baku, serta pelayanan untuk memasarkan
dan mendistribusikan hasil produksi anggota yang tidak mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3817
makalah tugas blom jadi oligopoli
TUGAS EKONOMI MANAJERIAL
OLIGOPOLI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasar adalah merupakan proses hubungan timbal balik antara penjual dan pembeli untuk mencapai kesepakatan harga dan jumlah suatu barang / jasa yang diperjualbelikan. Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya sebagai bagian yang terikat dengan permainan pasar, di mana keuntungan yang mereka dapatkan tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka.
Praktek oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktek oligopoli menjadi tidak ada.
Struktur pasar oligopoli umumnya terbentuk pada industri-industri yang memiliki capital intensive yang tinggi, seperti, industri semen, industri mobil, dan industri kertas.
Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999, oligopoli dikelompokkan ke dalam kategori perjanjian yang dilarang, padahal umumnya oligopoli terjadi melalui keterkaitan reaksi, khususnya pada barang-barang yang bersifat homogen atau identik dengan kartel (kelompok produsen independen yang bertujuan menetapkan harga, untuk membatasi suplai dan kompetisi), sehingga ketentuan yang mengatur mengenai oligopoli ini sebagiknya digabung dengan ketentuan yang mengatur mengenai kartel
1.2 Rumusan Masalah:
Dari latar belakang diatas kami mengangkat permasalahan sebagai berikut:
1. Apa pasar oligopoli itu?
2. Apa ciri-ciri pasar oligopoli?
3. Apa Kebaikan dan keburukan oligopoli?
4. Strategi apa yang dapat digunakan dalam pasar oligopoli?
5. Contoh kasus pasar oligopoli
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan karya tulis ini adalah:
1. Untuk mengetahui pasar oligopoli
2. Untuk mengetahui ciri-ciri pasar oligopoli.
3. Untuk mengetahui kebaikan dan keburukan pasar oligopoli
4. Untuk mengetahui stratergi apa yang dapat digunakan dalam pasar oligopoli
5. Untuk mengetahui contoh kasus oligopoli
6. Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah ekonomi manajerial
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pasar oligopoli
Pasar oligopoli adalah struktur pasar di mana hanya ada beberapa perusahaan (penjual) yang menguasai pasar, baik secara independen (sendiri-sendiri) maupun secara diam-diam bekerja sama.
2.2 Ciri-ciri pasar oligopoli
Untuk dapat membedakan pasar oligopoli dengan pasar lainnya, kita dapat melihatnya berdasarkan ciri-ciri berikut :
1. Terdapat banyak pembeli di pasar
2. Hanya terdapat beberapa penjual dalam pasar
3. Produk yang dijual bisa bersifat identik (sama), namun bisa pula berbeda dengan kualitas standar yang telah ditentukan
4. Adanya hambatan untuk memasuki pasar bagi pesaing baru
5. Adanya saling ketergantungan antar perusahaan (produsen)
6. Penggunaan iklan sangat intensif
2.3 Kebaikan dan keburukan pasar oligopoli
Kebaikan Pasar Oligopoli
1. Efisiensi. Terkadang di pasar hanya dibutuhkan sedikit perusahaan saja sehingga perusahaan lain hanya akan mempersengit persaingan sehingga menaikkan biaya produksi.
2. Karena yang terlibat di pasar hanya sedikit perusahaan, maka jika mereka bersaing akan lebih menguntungkan konsumen dari segi harga dan mutu produk karena jika salah satu perusahaan tersebut menaikkan harga, pelanggannya langsung berpindah ke perusahaan pesaing.
. Keburukan Pasar Oligopoli
1. Dibutuhkan investasi dan modal yang besar untuk memasuki pasar karena adanya skala ekonomis yang telah diciptakan oleh perusahaan yang berada di pasar sehingga sangat sulit untuk memasuki pasar.
2. Dalam pasar mungkin saja terdapat perusahaan yang memegang hak paten atas sebuah produk sehingga tidak mungkin lagi bagi perusahaan lain untuk memproduksi produk yang sama.
3. Beberapa perusahaan dalam pasar mungkin telah memiliki pelanggan atau konsumen yang setia sehingga perusahaan lain sulit untuk menyaingi perusahaan tersebut.
4. Adanya hambatan jangka panjang seperti pemberian hak waralaba oleh pemerintah sehingga perusahaan lain tidak bisa memasuki pasar.
5. Kemungkinan terjadinya collusion (kolusi) antara perusahaan di pasar sehingga membentuk monopoli dan merugikan masyarakat.
2.4 strategi dalam pasar oligopoli
Dua strategi dasar terbuka untuk koperasi,yaitu strategi harga dan strategi nonharga. Kemudian untuk memperluas pasar masing-masing perusahaan dapat melakukan 2 bentuk kegiatan:
a. Advertensi.
Tujuannya adalah memindahkan kurva permintaan ke kanan dan membuatnya kurang elastis.
B. Membedakan Mutu Dan Bentuk Produk
Advertensi tujuanya agar konsumen lebih suka pada produk yang dijual perusahaan tersebut daripada produk perusahaan lain, sehingga kurva permintaan akan berputar kekanan dan membuat kurva permintaannya kurang elastis. Suatu kopersi dapat menciptakan persaingan harga aktip dalam pasar oligopoli (harga lebih rendah daripada harga persaingan). Karena adanya kesalingtergantungan yang tinggi antar perusahaan (penjual), kopersi dapat menghancurkan para pesaingnya dan mengakibatkan terjadinya penurunan keuntungan mereka
2.5 Contoh kasus oligopoli
\ Kasus oligopoli sangat banyak terjadi,diantaranya adalah kasus yang dialami oleh industri sellular
TUGAS EKONOMI MANAJERIAL
OLIGOPOLI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasar adalah merupakan proses hubungan timbal balik antara penjual dan pembeli untuk mencapai kesepakatan harga dan jumlah suatu barang / jasa yang diperjualbelikan. Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya sebagai bagian yang terikat dengan permainan pasar, di mana keuntungan yang mereka dapatkan tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka.
Praktek oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktek oligopoli menjadi tidak ada.
Struktur pasar oligopoli umumnya terbentuk pada industri-industri yang memiliki capital intensive yang tinggi, seperti, industri semen, industri mobil, dan industri kertas.
Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999, oligopoli dikelompokkan ke dalam kategori perjanjian yang dilarang, padahal umumnya oligopoli terjadi melalui keterkaitan reaksi, khususnya pada barang-barang yang bersifat homogen atau identik dengan kartel (kelompok produsen independen yang bertujuan menetapkan harga, untuk membatasi suplai dan kompetisi), sehingga ketentuan yang mengatur mengenai oligopoli ini sebagiknya digabung dengan ketentuan yang mengatur mengenai kartel
1.2 Rumusan Masalah:
Dari latar belakang diatas kami mengangkat permasalahan sebagai berikut:
1. Apa pasar oligopoli itu?
2. Apa ciri-ciri pasar oligopoli?
3. Apa Kebaikan dan keburukan oligopoli?
4. Strategi apa yang dapat digunakan dalam pasar oligopoli?
5. Contoh kasus pasar oligopoli
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan karya tulis ini adalah:
1. Untuk mengetahui pasar oligopoli
2. Untuk mengetahui ciri-ciri pasar oligopoli.
3. Untuk mengetahui kebaikan dan keburukan pasar oligopoli
4. Untuk mengetahui stratergi apa yang dapat digunakan dalam pasar oligopoli
5. Untuk mengetahui contoh kasus oligopoli
6. Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah ekonomi manajerial
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pasar oligopoli
Pasar oligopoli adalah struktur pasar di mana hanya ada beberapa perusahaan (penjual) yang menguasai pasar, baik secara independen (sendiri-sendiri) maupun secara diam-diam bekerja sama.
2.2 Ciri-ciri pasar oligopoli
Untuk dapat membedakan pasar oligopoli dengan pasar lainnya, kita dapat melihatnya berdasarkan ciri-ciri berikut :
1. Terdapat banyak pembeli di pasar
2. Hanya terdapat beberapa penjual dalam pasar
3. Produk yang dijual bisa bersifat identik (sama), namun bisa pula berbeda dengan kualitas standar yang telah ditentukan
4. Adanya hambatan untuk memasuki pasar bagi pesaing baru
5. Adanya saling ketergantungan antar perusahaan (produsen)
6. Penggunaan iklan sangat intensif
2.3 Kebaikan dan keburukan pasar oligopoli
Kebaikan Pasar Oligopoli
1. Efisiensi. Terkadang di pasar hanya dibutuhkan sedikit perusahaan saja sehingga perusahaan lain hanya akan mempersengit persaingan sehingga menaikkan biaya produksi.
2. Karena yang terlibat di pasar hanya sedikit perusahaan, maka jika mereka bersaing akan lebih menguntungkan konsumen dari segi harga dan mutu produk karena jika salah satu perusahaan tersebut menaikkan harga, pelanggannya langsung berpindah ke perusahaan pesaing.
. Keburukan Pasar Oligopoli
1. Dibutuhkan investasi dan modal yang besar untuk memasuki pasar karena adanya skala ekonomis yang telah diciptakan oleh perusahaan yang berada di pasar sehingga sangat sulit untuk memasuki pasar.
2. Dalam pasar mungkin saja terdapat perusahaan yang memegang hak paten atas sebuah produk sehingga tidak mungkin lagi bagi perusahaan lain untuk memproduksi produk yang sama.
3. Beberapa perusahaan dalam pasar mungkin telah memiliki pelanggan atau konsumen yang setia sehingga perusahaan lain sulit untuk menyaingi perusahaan tersebut.
4. Adanya hambatan jangka panjang seperti pemberian hak waralaba oleh pemerintah sehingga perusahaan lain tidak bisa memasuki pasar.
5. Kemungkinan terjadinya collusion (kolusi) antara perusahaan di pasar sehingga membentuk monopoli dan merugikan masyarakat.
2.4 strategi dalam pasar oligopoli
Dua strategi dasar terbuka untuk koperasi,yaitu strategi harga dan strategi nonharga. Kemudian untuk memperluas pasar masing-masing perusahaan dapat melakukan 2 bentuk kegiatan:
a. Advertensi.
Tujuannya adalah memindahkan kurva permintaan ke kanan dan membuatnya kurang elastis.
B. Membedakan Mutu Dan Bentuk Produk
Advertensi tujuanya agar konsumen lebih suka pada produk yang dijual perusahaan tersebut daripada produk perusahaan lain, sehingga kurva permintaan akan berputar kekanan dan membuat kurva permintaannya kurang elastis. Suatu kopersi dapat menciptakan persaingan harga aktip dalam pasar oligopoli (harga lebih rendah daripada harga persaingan). Karena adanya kesalingtergantungan yang tinggi antar perusahaan (penjual), kopersi dapat menghancurkan para pesaingnya dan mengakibatkan terjadinya penurunan keuntungan mereka
2.5 Contoh kasus oligopoli
\ Kasus oligopoli sangat banyak terjadi,diantaranya adalah kasus yang dialami oleh industri sellular
makalah koperasi dalam pasar oligopoli
KOPERASI DALAM PASAR OLIGOPOLI
1. PENGERTIAN PASAR KOPERASI
Oligopoli adalah struktur pasar di mana hanya ada beberapa perusahaan (penjual) yang menguasai pasar, baik secara independen (sendiri-sendiri) maupun secara diam-diam bekerja sama. Oleh karena perusahaan dalam pesar hanya sedikit,maka akan selalu ada rintangan untuk memasuki pasar. Dewasa ini banyak koperasi di pasar-pasar lokal yang telah berintegrasi vertikal atau pasar-pasar yang lebih besar di mana perusahaan-perusahaan yang telah mapan masih sangat terbatas. Hal ini menunjukan bahwa koperasi yang telah berada di setruktur pasar oligopoli,yaitu struktur pasar dengan hanya terdapat beberapa penjual (perusahaan) yang menyebabkan kegiatan penjual (perusahaan) yang satumempunyai peranan penting bagi penjual (persahaan) yang lain. Integrasi vertikal yang dilaksanakan oleh perusahaan koperasi atau perusahaan-perusahaan lainnya di samping sebagai upaya meningkatkan efisiensi persahaan,juga untuk menghindari persaingan yang ketat antar penjual.asumsi yang menyatukan hampir semua model oligopolistik adalh banyaknya penjual dalm suatu pasar yang terbatas sehingga mereka mengenal titik temu kesalingtergantungan bersama dari kegiatan-kegiatan mereka.
2. Strategi Dalam Pasar Oligopoli
Dua strategi dasar terbuka untuk koperasi,yaitu strategi harga dan strategi nonharga. Kemudian untuk memperluas pasar masing-masing perusahaan dapat melakukan 2 bentuk kegiatan:
a. Advertensi.
Tujuannya adalah memindahkan kurva permintaan ke kanan dan membuatnya kurang elastis.
B. Membedakan Mutu Dan Bentuk Produk
Advertensi tujuanya agar konsumen lebih suka pada produk yang dijual perusahaan tersebut daripada produk perusahaan lain, sehingga kurva permintaan akan berputar kekanan dan membuat kurva permintaannya kurang elastis. Suatu kopersi dapat menciptakan persaingan harga aktip dalam pasar oligopoli (harga lebih rendah daripada harga persaingan). Karena adanya kesalingtergantungan yang tinggi antar perusahaan (penjual), kopersi dapat menghancurkan para pesaingnya dan mengakibatkan terjadinya penurunan keuntungan mereka.
Apakah para pesaing oligopolistik akan memulai perang harga untuk menyingkirkan koperasi. Hal ini akan sangat tergantung pada faktor-faktor berikut:
A. Perbedaan keunggulan biaya (cast advantages) dari koperasi.
B. Posis likuiditas dari para pelaku kegiatan ekonomi.
C. Keinginan para anggota untuk membiayai kerugian yang mungkin timbul (tingkat loyalitas anggota).
Tetapi yang paling penting dari ketiga hal tersebut adalah keunggulan atau kelemahan dalam hal biaya.
Keadaan ini diilustrasikan oleh gambar 9.2. pada gambar 9.2. perusahaan A memiliki biaya yang lebih rendah daripada perusahaan B (anggap saja koperasi).
Bandingkan situasi tersebut (koperasi dengan kemampuan rendah) dengan kasus di mana koperasi dan perusahaan pesaing oligopolistik yang menghasilkan produk homogen, tetapi mempunyai kemampuan yang sama (biaya produksi sama). Untuk memudahkan analisis dianggap bahwa :
A. Hanya ada dua perusahaan dalam industri yang menghasilkan produk homogen, satu di antaranya koperasi.
B. Masing-masing perusahaan setuju tentang pembagian pasar dengan masing-masing memperoleh setengahnya.
C. Dua perusahaan mempunyai biaya yang sama.
3. PENURUNAN HARGA YANG BERSIFAT PREDATOR (MENGHANCURKAN)
Untuk memupuk keuntungan dan likuiditasnya mereka mungkin dapat mencoba untuk menyingkirkan koperasi, sebab sekali mereka dapat menyingkirkan koperasi akan dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. Mereka dapat menjawab kebijakan harga dengan penurunan harga yang bersifat “predatory” yaitu menjual produk pada suatu harga di bawah biaya rata-rata kendatipun mengalami kerugian. Kerugian akan ditutupi oleh keuntungan sebagai monopoli yang ditumpuk selama masa harga tinggi sebelum masa prakoprasi. Koperasi yang kurang didkung oleh sumber daya finansial dapat terlempar dari persaingan, harga-harga dapat meningkatlagi dan kerugian yang sifatnya sementara dapat dikompensasi oleh keuntungan “supranormal” (akibat moanopoli) dan dampak koperasi dengan harga aktifnya tidak akan ada artinya.
4. PRICE LEADERSHIP (KEPEMIMPINAN NEGARA)
Kesimpulan yang dipearoleh adalah meskipun koperasi mempunyai kemampuan tinggi untuk dapat bersaing dan bertahan, akan bijaksana bila menggunakan senjata harga secara hati-hati dalam bersaing, sebab dalam kondisi tertentu (dalam oligopolistik) penurunan harga dapat dikalahkan dangan mudah. Salah satu cara untuk mencegah agar harga tidak merusak koperasi adalah dengan jalan “mengikuti pimpinan” dalam melakukan penjualan (price leadership). Price leadership adalah salah satu benuk persekongkolan (collusion) yang tidak resmi. Hal ini terjadi jika harga dari suatu perusahaan berubah, maka akan diikuti perusahaan lainnya dalam pasar tersebut. Dilihat dari segi jenisnya, price leadership dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
A. Kepemimpinan oleh suatu perusahaan dengan biaya rendah
B. Kepemimpinan oleh suatu perusahaan besar (dominan
A. Pice Leadership Oleh Perusahaan Dengan Biaya Terendah
A. Pice Leadership Oleh Perusahaan Dengan Biaya Terendah
Perusahaan tersebut dapat bertindak sebagai Pice Leader. Untuk mempermudah analisis, perlu ditetapkan asumsi sebagai berikut:
1) Hanya Ada dua buah perusahaan dalam industri, satu di antaranya koperasi;
2) Adanya pembagian pasar secara diam-diam dengan masing0masing memperoleh setengah dari pasar yang ada;
3) Produk yang di hasilkan homogen;
4) Salah satu perusahaan mempunyai ongkos lebih rendah daripada yang lain
Jika kurva permintaan pasar adalah D dan dari masing-masing perusahaan bersedia membagi pasar menjadi dua bagian dengan sama besar, maka kurva masing-masing perusahaan digambarkan setengah dari kurva permintaan pasar, yaitu d. Jadi kurva permintaan perusahaan satu dengan lainnya berimpitan pada kurva d. Perusahaan saatu dengan kurva ongkos AC1 dan MC1 mempunyai biaya yang lebih rendah daripada perusahaan pesaingnya, misalnya koperasi (digambarkan dengan kurva biaya AC2 dan MC2).
B. Price Leadership Oleh Perusahaan yang Dominan
Untuk menghindari saling menurunkan harga, maka diadakan perjanjian secara diam-diam dalam bentuk perjanjian price leadership oleh satu atau lebih perusahaan-perusahaan yang besar. Sebagai perusahaan yang menurunkan harga, perusahaan, besar akan menetapkan harga berdasarkan prinsip laba meksimal, yaitu pada saat merginal revenue sama dengan merginal cost (MR=MC).
Perusahaan besar akan menetapkan harga bagi output-nya dan tersebut akan diikuti oleh masing-masing perusahaan kecil. Sepanjang pemimpinan harga tidak kehilangan kekuatan dan posisinya dengan masuknya koperasi kepasar, maka perusahaan tersebut (price leader) dapat bersikap toleran terhadap pesaing-pesaing baru, sepanjang koperasi itu mau mengikuti harga yang ditetapkan oleh perusahaan pemimpin. Hal ini akan merupakan suatu strategi rasional bagi koperasi untuk mengikuti, jika koperasi masuk pasar dengan initial cost yang lebih tinggi atau skala koperasi itu kecil sehingga secara de facto wajib mengikuti perusahaan pemimpin yang telah mapan. Untuk sebagian besar koperasi yang akan memasuki pasar, hal ini mungkin merupakan asumsi yang realistis.
Dalam hal ini anggota koperasi akan merasa dirugikan karena dua alasan:
1) Anggota koperasi perlu membayar asumbangan kapital atau biaya-biaya koperasi untuk mempertahankan situasi ini, sedangkan non-anggota tidak perlu membayarnya. Dalm hal ini akan lebih baik tidak untuk menjadi anggota koperasi daripada menjadi anggota.
2) Anggota koperasi harus tunduk kepada kuota produksi yang dikenal koperasi, sedangkan penjual lain yidak perlu tunduk pada kuota tersebut sehingga ia dapat menjual sebanyak yang ia kehendaki.
Oleh karena itu menurut Boediono (1986), satu-satunya jalan agar koperasi tetap hidup dan tumbuh dalam lingkungan pasar seperti ini adlah dengan mengembangkan manfat economies of scale, exeternal economies dan pendidikan yang potensial yang bisa diperolek dari usaha koperasi.
5. RINTANGAN-RINTANGAN MEMASUKI PASAR
Perusahaan baru yang akan masuk ke dalam industri harus dirintangi karena ia akan merusak penggabungan ollopoh. Rintangan-rintangan itu dapat berupa rintangn yang “natural” (alamiah) seperti skala ekonomis, diferesiensi produk, dan lain-lain dan yang “artificial” (buatan) seperti hak paten, hak monopoli, dan lain-lain. Argumentasi utama mengenai adanya rintangan-rintangan untuk memasuki pasar itu adalah sebagai berikut: peserta (entrant) oligopoli diasumsikan terbatas. Rintangan yang dihadapi perusahaan baru untuk memasuki stuktur pasar oligopolistik atau monopolistik bisa bermacam-macam bentuk, seperti:
a.Sanksi-sanksi hukum dari pemerintah seperti hak paten, hak monopoli, hak cipta, dan lain-lain.
b. Diferensiasi produk, artinya mencegah pesaing baru masuk dengan membeda-bedakan produk dari kelompok produk yang sama berdasarkan jenis, merek, kemasan, dan lain-lain.
c. Keterbatasan modal atau penetahuan dan teknologi. Perusahaan yang mempunyai kemampuan lebih tinggi merupakan rintangan bagi perusahaan baru yang mempunyai kemampuan leih rendah untuk masuk pasar.
d. Ukuran permintaan pasar yang terbatas sehingga satu atau berberapa perusahaan telah cukup untuk memenuhi permintaan pasar (masalah skala ekonomi).
e. Politik harga yang ditetapkan oleh masing-masing perusahaan dalam pasar, misalnya dengan mengancam perusahaan baru (katakanlah koperasi) dengan jalan akan menurunkan harga yang cukuap untuk menghapus keuntungan (strategi harga predator).
Untuk koperasi, tiga hal terakhir yang mungkin merupakan rintangan yn\ang sangat serius untuk dapat memasuki pasar oligopoli atau monopoli. Pada umumnya koperasi adalah peserta baru di pasar dan menghadapi kendala permodalan, teknologi dan manajemen. Akibat keterbatasan modal dan atau rendahnya teknologi dan kemapuan manajemen (keahlian, pengetahuan teknis, kurangnya pengalaman), menyebabkan kurva biaya koperasi yang memasuki pasar akan terletak diayas kurva biaya perusahaan yang telah mapan. Oleh karena itu, potensi untuk masuknya koperasi dalam kondisi seperti itu tidak akan dianggap serius oleh perusahaan-perusahaan yang sudah mapan. Perusahaan-perusahaan yang telah mapan dapat mencegah masuknya produsen (penjual) yang mempunyai biaya lebih tinggi tersebut dengan jalan menetapkan harga di bawah tingkat biaya peserta potensial yang akan masuk (potensial entrant)
Argumen skala ekonomis pada dasarnya bukan merupakan argumen yang menunjukan keunggulan komperatif koperasi atas perusahaan nonkoperasi. Untuk keperluan ini perlu dibedakan situasi, yaitu:
a. Skala ekonomis hanya dapat dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan yang telah mapan dan tidak dapat oleh entrant baru.
b. Misalnya hanya koperasi yang mampu untuk melaksankan ekonomis.
Model tradisional dari kepemimpinan harga dan penghalang-penghalang terhadap masuknya koperasi ke dalam pasar secara implisit mengasumsikan bahwa new entrant yerhadap pasar adalah perusahaan baru dan atau perusahaan itu sedemikian kecil sehingga ia akan wajib untuk mengikuti kepemimpinan harga.
6. PENGHALANG-PENGHALANG MASUK DAN INTEGRASI VERTIKAL KOPERASI
Masuknya suatu koperasi dapat dikoordinir melalui kerja sama intgrasi vertikal oleh perusahaan-perusahaan anggota yang telah mapan.
Dibanding dengan suatu perusahaan yang dimiliki oleh suatu insvestor yang memasuki pasar, masuknya koperasi yang mempunyai kemapuan sama pasti lebih mudah karena:
a. Para pelanggan adalah lebih mungkain melakukan kontrak dengan perusahaan yang dimiliki sendiri.
b. Para anggota akan lebih bersedia/terbuka memberikan informasi penting mengenai kondisi pasar yang bermanfaat bagi manajemen dalam meningkatkan kualitas produk priklanan dan menekan biaya koperasi.
c. Hubungan yang lebih kuat, antarperusahaan anggota dan loyalitas antara anggota dan manajemen, koperasi menunjukan reputasi baik yang dikandungsejak “bayi” yang merupakan keunggulan lain dibanding perusahaan lain.
KOPERASI DALAM PASAR OLIGOPOLI
1. PENGERTIAN PASAR KOPERASI
Oligopoli adalah struktur pasar di mana hanya ada beberapa perusahaan (penjual) yang menguasai pasar, baik secara independen (sendiri-sendiri) maupun secara diam-diam bekerja sama. Oleh karena perusahaan dalam pesar hanya sedikit,maka akan selalu ada rintangan untuk memasuki pasar. Dewasa ini banyak koperasi di pasar-pasar lokal yang telah berintegrasi vertikal atau pasar-pasar yang lebih besar di mana perusahaan-perusahaan yang telah mapan masih sangat terbatas. Hal ini menunjukan bahwa koperasi yang telah berada di setruktur pasar oligopoli,yaitu struktur pasar dengan hanya terdapat beberapa penjual (perusahaan) yang menyebabkan kegiatan penjual (perusahaan) yang satumempunyai peranan penting bagi penjual (persahaan) yang lain. Integrasi vertikal yang dilaksanakan oleh perusahaan koperasi atau perusahaan-perusahaan lainnya di samping sebagai upaya meningkatkan efisiensi persahaan,juga untuk menghindari persaingan yang ketat antar penjual.asumsi yang menyatukan hampir semua model oligopolistik adalh banyaknya penjual dalm suatu pasar yang terbatas sehingga mereka mengenal titik temu kesalingtergantungan bersama dari kegiatan-kegiatan mereka.
2. Strategi Dalam Pasar Oligopoli
Dua strategi dasar terbuka untuk koperasi,yaitu strategi harga dan strategi nonharga. Kemudian untuk memperluas pasar masing-masing perusahaan dapat melakukan 2 bentuk kegiatan:
a. Advertensi.
Tujuannya adalah memindahkan kurva permintaan ke kanan dan membuatnya kurang elastis.
B. Membedakan Mutu Dan Bentuk Produk
Advertensi tujuanya agar konsumen lebih suka pada produk yang dijual perusahaan tersebut daripada produk perusahaan lain, sehingga kurva permintaan akan berputar kekanan dan membuat kurva permintaannya kurang elastis. Suatu kopersi dapat menciptakan persaingan harga aktip dalam pasar oligopoli (harga lebih rendah daripada harga persaingan). Karena adanya kesalingtergantungan yang tinggi antar perusahaan (penjual), kopersi dapat menghancurkan para pesaingnya dan mengakibatkan terjadinya penurunan keuntungan mereka.
Apakah para pesaing oligopolistik akan memulai perang harga untuk menyingkirkan koperasi. Hal ini akan sangat tergantung pada faktor-faktor berikut:
A. Perbedaan keunggulan biaya (cast advantages) dari koperasi.
B. Posis likuiditas dari para pelaku kegiatan ekonomi.
C. Keinginan para anggota untuk membiayai kerugian yang mungkin timbul (tingkat loyalitas anggota).
Tetapi yang paling penting dari ketiga hal tersebut adalah keunggulan atau kelemahan dalam hal biaya.
Keadaan ini diilustrasikan oleh gambar 9.2. pada gambar 9.2. perusahaan A memiliki biaya yang lebih rendah daripada perusahaan B (anggap saja koperasi).
Bandingkan situasi tersebut (koperasi dengan kemampuan rendah) dengan kasus di mana koperasi dan perusahaan pesaing oligopolistik yang menghasilkan produk homogen, tetapi mempunyai kemampuan yang sama (biaya produksi sama). Untuk memudahkan analisis dianggap bahwa :
A. Hanya ada dua perusahaan dalam industri yang menghasilkan produk homogen, satu di antaranya koperasi.
B. Masing-masing perusahaan setuju tentang pembagian pasar dengan masing-masing memperoleh setengahnya.
C. Dua perusahaan mempunyai biaya yang sama.
3. PENURUNAN HARGA YANG BERSIFAT PREDATOR (MENGHANCURKAN)
Untuk memupuk keuntungan dan likuiditasnya mereka mungkin dapat mencoba untuk menyingkirkan koperasi, sebab sekali mereka dapat menyingkirkan koperasi akan dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. Mereka dapat menjawab kebijakan harga dengan penurunan harga yang bersifat “predatory” yaitu menjual produk pada suatu harga di bawah biaya rata-rata kendatipun mengalami kerugian. Kerugian akan ditutupi oleh keuntungan sebagai monopoli yang ditumpuk selama masa harga tinggi sebelum masa prakoprasi. Koperasi yang kurang didkung oleh sumber daya finansial dapat terlempar dari persaingan, harga-harga dapat meningkatlagi dan kerugian yang sifatnya sementara dapat dikompensasi oleh keuntungan “supranormal” (akibat moanopoli) dan dampak koperasi dengan harga aktifnya tidak akan ada artinya.
4. PRICE LEADERSHIP (KEPEMIMPINAN NEGARA)
Kesimpulan yang dipearoleh adalah meskipun koperasi mempunyai kemampuan tinggi untuk dapat bersaing dan bertahan, akan bijaksana bila menggunakan senjata harga secara hati-hati dalam bersaing, sebab dalam kondisi tertentu (dalam oligopolistik) penurunan harga dapat dikalahkan dangan mudah. Salah satu cara untuk mencegah agar harga tidak merusak koperasi adalah dengan jalan “mengikuti pimpinan” dalam melakukan penjualan (price leadership). Price leadership adalah salah satu benuk persekongkolan (collusion) yang tidak resmi. Hal ini terjadi jika harga dari suatu perusahaan berubah, maka akan diikuti perusahaan lainnya dalam pasar tersebut. Dilihat dari segi jenisnya, price leadership dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
A. Kepemimpinan oleh suatu perusahaan dengan biaya rendah
B. Kepemimpinan oleh suatu perusahaan besar (dominan
A. Pice Leadership Oleh Perusahaan Dengan Biaya Terendah
A. Pice Leadership Oleh Perusahaan Dengan Biaya Terendah
Perusahaan tersebut dapat bertindak sebagai Pice Leader. Untuk mempermudah analisis, perlu ditetapkan asumsi sebagai berikut:
1) Hanya Ada dua buah perusahaan dalam industri, satu di antaranya koperasi;
2) Adanya pembagian pasar secara diam-diam dengan masing0masing memperoleh setengah dari pasar yang ada;
3) Produk yang di hasilkan homogen;
4) Salah satu perusahaan mempunyai ongkos lebih rendah daripada yang lain
Jika kurva permintaan pasar adalah D dan dari masing-masing perusahaan bersedia membagi pasar menjadi dua bagian dengan sama besar, maka kurva masing-masing perusahaan digambarkan setengah dari kurva permintaan pasar, yaitu d. Jadi kurva permintaan perusahaan satu dengan lainnya berimpitan pada kurva d. Perusahaan saatu dengan kurva ongkos AC1 dan MC1 mempunyai biaya yang lebih rendah daripada perusahaan pesaingnya, misalnya koperasi (digambarkan dengan kurva biaya AC2 dan MC2).
B. Price Leadership Oleh Perusahaan yang Dominan
Untuk menghindari saling menurunkan harga, maka diadakan perjanjian secara diam-diam dalam bentuk perjanjian price leadership oleh satu atau lebih perusahaan-perusahaan yang besar. Sebagai perusahaan yang menurunkan harga, perusahaan, besar akan menetapkan harga berdasarkan prinsip laba meksimal, yaitu pada saat merginal revenue sama dengan merginal cost (MR=MC).
Perusahaan besar akan menetapkan harga bagi output-nya dan tersebut akan diikuti oleh masing-masing perusahaan kecil. Sepanjang pemimpinan harga tidak kehilangan kekuatan dan posisinya dengan masuknya koperasi kepasar, maka perusahaan tersebut (price leader) dapat bersikap toleran terhadap pesaing-pesaing baru, sepanjang koperasi itu mau mengikuti harga yang ditetapkan oleh perusahaan pemimpin. Hal ini akan merupakan suatu strategi rasional bagi koperasi untuk mengikuti, jika koperasi masuk pasar dengan initial cost yang lebih tinggi atau skala koperasi itu kecil sehingga secara de facto wajib mengikuti perusahaan pemimpin yang telah mapan. Untuk sebagian besar koperasi yang akan memasuki pasar, hal ini mungkin merupakan asumsi yang realistis.
Dalam hal ini anggota koperasi akan merasa dirugikan karena dua alasan:
1) Anggota koperasi perlu membayar asumbangan kapital atau biaya-biaya koperasi untuk mempertahankan situasi ini, sedangkan non-anggota tidak perlu membayarnya. Dalm hal ini akan lebih baik tidak untuk menjadi anggota koperasi daripada menjadi anggota.
2) Anggota koperasi harus tunduk kepada kuota produksi yang dikenal koperasi, sedangkan penjual lain yidak perlu tunduk pada kuota tersebut sehingga ia dapat menjual sebanyak yang ia kehendaki.
Oleh karena itu menurut Boediono (1986), satu-satunya jalan agar koperasi tetap hidup dan tumbuh dalam lingkungan pasar seperti ini adlah dengan mengembangkan manfat economies of scale, exeternal economies dan pendidikan yang potensial yang bisa diperolek dari usaha koperasi.
5. RINTANGAN-RINTANGAN MEMASUKI PASAR
Perusahaan baru yang akan masuk ke dalam industri harus dirintangi karena ia akan merusak penggabungan ollopoh. Rintangan-rintangan itu dapat berupa rintangn yang “natural” (alamiah) seperti skala ekonomis, diferesiensi produk, dan lain-lain dan yang “artificial” (buatan) seperti hak paten, hak monopoli, dan lain-lain. Argumentasi utama mengenai adanya rintangan-rintangan untuk memasuki pasar itu adalah sebagai berikut: peserta (entrant) oligopoli diasumsikan terbatas. Rintangan yang dihadapi perusahaan baru untuk memasuki stuktur pasar oligopolistik atau monopolistik bisa bermacam-macam bentuk, seperti:
a.Sanksi-sanksi hukum dari pemerintah seperti hak paten, hak monopoli, hak cipta, dan lain-lain.
b. Diferensiasi produk, artinya mencegah pesaing baru masuk dengan membeda-bedakan produk dari kelompok produk yang sama berdasarkan jenis, merek, kemasan, dan lain-lain.
c. Keterbatasan modal atau penetahuan dan teknologi. Perusahaan yang mempunyai kemampuan lebih tinggi merupakan rintangan bagi perusahaan baru yang mempunyai kemampuan leih rendah untuk masuk pasar.
d. Ukuran permintaan pasar yang terbatas sehingga satu atau berberapa perusahaan telah cukup untuk memenuhi permintaan pasar (masalah skala ekonomi).
e. Politik harga yang ditetapkan oleh masing-masing perusahaan dalam pasar, misalnya dengan mengancam perusahaan baru (katakanlah koperasi) dengan jalan akan menurunkan harga yang cukuap untuk menghapus keuntungan (strategi harga predator).
Untuk koperasi, tiga hal terakhir yang mungkin merupakan rintangan yn\ang sangat serius untuk dapat memasuki pasar oligopoli atau monopoli. Pada umumnya koperasi adalah peserta baru di pasar dan menghadapi kendala permodalan, teknologi dan manajemen. Akibat keterbatasan modal dan atau rendahnya teknologi dan kemapuan manajemen (keahlian, pengetahuan teknis, kurangnya pengalaman), menyebabkan kurva biaya koperasi yang memasuki pasar akan terletak diayas kurva biaya perusahaan yang telah mapan. Oleh karena itu, potensi untuk masuknya koperasi dalam kondisi seperti itu tidak akan dianggap serius oleh perusahaan-perusahaan yang sudah mapan. Perusahaan-perusahaan yang telah mapan dapat mencegah masuknya produsen (penjual) yang mempunyai biaya lebih tinggi tersebut dengan jalan menetapkan harga di bawah tingkat biaya peserta potensial yang akan masuk (potensial entrant)
Argumen skala ekonomis pada dasarnya bukan merupakan argumen yang menunjukan keunggulan komperatif koperasi atas perusahaan nonkoperasi. Untuk keperluan ini perlu dibedakan situasi, yaitu:
a. Skala ekonomis hanya dapat dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan yang telah mapan dan tidak dapat oleh entrant baru.
b. Misalnya hanya koperasi yang mampu untuk melaksankan ekonomis.
Model tradisional dari kepemimpinan harga dan penghalang-penghalang terhadap masuknya koperasi ke dalam pasar secara implisit mengasumsikan bahwa new entrant yerhadap pasar adalah perusahaan baru dan atau perusahaan itu sedemikian kecil sehingga ia akan wajib untuk mengikuti kepemimpinan harga.
6. PENGHALANG-PENGHALANG MASUK DAN INTEGRASI VERTIKAL KOPERASI
Masuknya suatu koperasi dapat dikoordinir melalui kerja sama intgrasi vertikal oleh perusahaan-perusahaan anggota yang telah mapan.
Dibanding dengan suatu perusahaan yang dimiliki oleh suatu insvestor yang memasuki pasar, masuknya koperasi yang mempunyai kemapuan sama pasti lebih mudah karena:
a. Para pelanggan adalah lebih mungkain melakukan kontrak dengan perusahaan yang dimiliki sendiri.
b. Para anggota akan lebih bersedia/terbuka memberikan informasi penting mengenai kondisi pasar yang bermanfaat bagi manajemen dalam meningkatkan kualitas produk priklanan dan menekan biaya koperasi.
c. Hubungan yang lebih kuat, antarperusahaan anggota dan loyalitas antara anggota dan manajemen, koperasi menunjukan reputasi baik yang dikandungsejak “bayi” yang merupakan keunggulan lain dibanding perusahaan lain.
Langganan:
Postingan (Atom)