Sabtu, 11 Februari 2012

kasus ambalat

Koran tempo : Senin, 14 Maret 2005
Ambalat, Konflik Energi Indonesia-Malaysia

Lina Alexandra
• Peneliti Departemen Hubungan Internasional Center for Strategic and International Studies, Jakarta

Tulisan Makmur Keliat tentang konflik antara Malaysia dan Indonesia atas Blok Ambalat, antara lain, menyinggung fenomena konflik energi antara kedua negara tersebut (Kompas, 9/3). Adanya pandangan tentang terjadinya konflik energi ini menjadi menarik di tengah maraknya ulasan seputar konflik perbatasan dan berkobarnya semangat nasionalisme, terutama di beberapa kota di Indonesia, untuk kembali melakukan konfrontasi dengan Malaysia. Tulisan ini berusaha mengkaji sedikit lebih dalam konflik energi dan apa yang perlu dilakukan oleh komunitas internasional untuk membantu penyelesaian konflik tersebut.

Kesimpulan untuk menyatakan bahwa pada dasarnya konflik perbatasan Indonesia-Malaysia ini adalah konflik energi dapat dilihat dari kronologi permasalahannya. Masalah sengketa mengenai Blok Ambalat ini dimulai ketika pada 16 Februari 2005 perusahaan minyak Malaysia Petronas memberikan konsesi bagi hasil kepada perusahaan minyak Belanda Shell untuk mengeksplorasi minyak di Laut Sulawesi, yang disebut oleh pihak-pihak itu sebagai blok Y dan Z. Sedangkan Indonesia, yang melihat wilayah tersebut sebagai bagian dari kedaulatan teritorialnya, menyebutnya sebagai Blok Ambalat dan Ambalat Timur.

Klaim Indonesia atas wilayah tersebut ditunjukkan dengan adanya kebijakan pemerintah Indonesia sejak 1966 untuk memberikan konsesi minyak kepada berbagai perusahaan minyak di kawasan timur Kalimantan itu tanpa pernah diprotes oleh pihak Malaysia. Tapi, pada 1979, pemerintah Malaysia mengumumkan peta wilayah berdasarkan interpretasi sepihak yang memasukkan wilayah timur Kalimantan tersebut ke dalam wilayah kedaulatan Malaysia. Ketika itu, peta buatan Malaysia ini diprotes oleh beberapa negara, seperti RRC, Filipina, Thailand, Inggris (mengatasnamakan Brunei Darussalam), dan Indonesia, tapi tidak mendapatkan tanggapan dari pihak Malaysia hingga saat ini.

Indonesia, yang merasa batas-batas wilayahnya tidak berubah, menegaskan klaim teritorialnya dengan memberikan konsesi selama 30 tahun kepada dua perusahaan minyak Italia, ENI Ambalat Ltd. dan ENI Bukat Ltd., untuk mengeksplorasi minyak di wilayah tersebut dan juga kepada perusahaan AS Unocal untuk melakukan pengeboran sejak 24 Februari 1998.

Sementara konflik pada masa Perang Dingin didasari alasan-alasan ideologis, pada era pasca-Perang Dingin alasan-alasan mendasar yang dibungkus dengan alasan ideologis kemudian muncul ke permukaan. Salah satu jenis konflik yang sebenarnya paling primitif dalam peradaban manusia adalah konflik yang muncul karena adanya kompetisi untuk memperebutkan sumber daya yang vital dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup, yang dikenal dengan terminologi "konflik energi" (Michael T. Klare, Foreign Affairs, 80/3, Mei/Juni 2001). Menurut Klare, setidaknya ada tiga jenis konflik energi yang telah berlangsung, yaitu kompetisi untuk memperoleh akses atas sumber daya utama seperti minyak dan gas bumi, friksi atas alokasi air, dan perang internal untuk memperebutkan komoditas yang bernilai tinggi seperti berlian, emas, dan tembaga.

Menurut Klare, konsumsi energi global akan mengalami peningkatan kira-kira 2 persen per tahun. Secara spesifik, berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Energi AS, konsumsi minyak global akan meningkat dari 77 juta barel per hari pada 1999 menjadi 110 juta barel per hari pada 2020. Negara-negara industri baru (newly emerging countries) seperti Brasil dan Malaysia kemungkinan besar akan mencapai tingkat konsumsi dua kali atau bahkan tiga kali lipat dari konsumsi energi sebelumnya. Sementara itu, jumlah sumber daya yang ada secara relatif jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan peningkatan konsumsi dunia secara besar-besaran tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menemukan sumber-sumber alternatif bagi keterbatasan sumber daya alami tersebut. Selain itu, upaya untuk menekan penggunaan sumber daya dilakukan dengan menaikkan tingkat harga.

Namun, di sisi lain, kemajuan di bidang teknologi yang menghasilkan penemuan-penemuan baru sering kali justru semakin memperparah tingkat konsumsi sumber daya. Sedangkan penemuan alternatif sumber daya lain belum mencapai tingkat substitusi yang optimal sehingga belum mampu menutupi kebutuhan terhadap sumber daya alami tersebut.

Klare mengusulkan suatu pemetaan wilayah-wilayah sumber daya yang berpotensi untuk menjadi wilayah-wilayah konflik di masa depan. Untuk sumber daya minyak dan gas bumi, Klare memasukkan kawasan Teluk Persia, Laut Kaspia, Laut Cina Selatan, serta negara-negara Afrika seperti Aljazair, Angola, Chad, Nigeria, dan Sudan, ditambah Indonesia, Kolombia, dan Venezuela. Wilayah-wilayah ini mencakup empat perlima dari luas wilayah penghasil minyak dan gas bumi di dunia. Konflik kemudian tidak hanya potensial untuk terjadi di wilayah-wilayah sumber daya tersebut, tapi juga di wilayah-wilayah yang merupakan jalur pipa (pipelines) atau jalur lalu lintas bagi kapal-kapal tanker yang mengangkut minyak dan gas bumi.

Menurut Klare, selain karena keberadaan sumber daya di wilayah-wilayah tersebut, konflik potensial terjadi karena adanya serangkaian faktor lain, di antaranya sejarah konflik di antara negara-negara di kawasan tempat terletaknya sumber daya itu dan faktor stabilitas politik, baik di dalam negara pemilik maupun di kawasan sumber daya tersebut. Dalam kasus Indonesia-Malaysia, kasus yang paling dekat keterkaitannya dengan konflik Ambalat ini adalah sengketa kepulauan Sipadan-Ligitan, yang berdasarkan keputusan Mahkamah Internasional pada 2002 diserahkan kepemilikannya kepada Malaysia. Keputusan ini jelas memberikan trauma tersendiri bagi para elite politik di Indonesia. Bahkan kalangan elite dan sebagian kelompok masyarakat juga mengaitkan kasus Ambalat dengan Konfrontasi Malaysia pada 1963, yang sebenarnya merupakan taktik elite politik Orde Lama untuk mengalihkan fokus masyarakat dari kondisi politik dan ekonomi domestik saat itu yang carut-marut akibat kebijakan mercusuar yang dijalankan pemerintah Soekarno.

Dilihat dari stabilitas politik domestik, Indonesia hingga saat ini masih menghadapi berbagai masalah: terus berlangsungnya konflik dengan gerakan-gerakan separatis, kemudian diperparah dengan bencana tsunami Desember lalu, dan terakhir kenaikan harga BBM yang menimbulkan aksi-aksi demonstrasi terhadap pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono, yang baru berjalan sekitar enam bulan. Sementara itu, stabilitas di kawasan Asia Tenggara, walaupun tampak stabil, menghadapi berbagai potensi konflik teritorial lainnya yang masih menunggu penyelesaian yang tepat, ditambah dengan adanya "persaingan" tentang implementasi konsep East Asia Community dan ASEAN Plus Three yang melibatkan Malaysia dan Indonesia.


Yang harus dilakukan sekarang adalah, pertama, segera ada negosiasi di antara negara-negara yang bersengketa mengenai batas-batas wilayah baru. Sejak kepulauan Sipadan-Ligitan berada di bawah kedaulatan Malaysia, belum ada kesepakatan baru mengenai batas wilayah laut dari Malaysia dan Indonesia. Begitu juga dengan negara lain yang juga sedang bersengketa.

Berdasarkan data dari Departemen Kelautan dan Perikanan, setidaknya terdapat 92 pulau terluar dari wilayah Indonesia yang berpotensi menimbulkan sengketa perbatasan jika tidak ditangani dengan segera.

Kedua, komunitas internasional atau negara-negara di kawasan regional harus membantu mendorong percepatan negosiasi di antara negara-negara tersebut untuk menghasilkan perjanjian perbatasan yang baru. Pecahnya konflik terbuka tentu akan berdampak pada instabilitas kawasan dan negara-negara lain (yang diwakili oleh perusahaan-perusahaan pertambangan asing) di luar kawasan yang sewaktu-waktu berkepentingan atas wilayah tersebut.

Akhir yang dapat ditarik adalah perlunya itikad baik dari negara-negara yang bersengketa untuk menempuh jalan diplomasi demi menciptakan kesepakatan bersama yang menguntungkan semua pihak. Perang tentu saja bukan solusi yang tepat karena akan merugikan hubungan kedua belah pihak, yang seharusnya bersatu dalam kerangka komunitas bersama ASEAN.

http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=DVIGAwNRUFMK
Sengketa Sipadan dan Ligitan 2
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan (luas: 50.000 meter²) dengan koordinat: 4°6′52.86″N 118°37′43.52″E / 4.1146833°LU 118.6287556°BT dan pulau Ligitan (luas: 18.000 meter²) dengan koordinat: 4°9′N 118°53′E / 4.15°LU 118.883°BT. Sikap Indonesia semula ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum Mahkamah Internasional
Kronologi sengketa : Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. karena kita taat pada hukum internasional yang melarang mengunjungi daerah status quo, ketika anggota kita pulang dari sana membawa laporan, malah dimarahi. Sedangkan Malaysia malah membangun resort di sana SIPADAN dan Ligitan tiba-tiba menjadi berita, awal bulan lalu. Ini, gara-gara di dua pulau kecil yang terletak di Laut Sulawesi itu dibangun cottage. Di atas Sipadan, pulau yang luasnya hanya 4 km2 itu, kini, siap menanti wisatawan. Pengusaha Malaysia telah menambah jumlah penginapan menjadi hampir 20 buah. Dari jumlahnya, fasilitas pariwisata itu memang belum bisa disebut memadai. Tapi pemerintah Indonesia, yang juga merasa memiliki pulau-pulau itu, segera mengirim protes ke Kuala Lumpur, minta agar pembangunan di sana disetop dahulu. Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih dalam sengketa, belum diputus siapa pemiliknya.Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya
Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama ASEAN di pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta sengketa kepulauan Spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Pihak Malaysia pada tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara Brimob) melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau.
Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke ICJ kemudian melunak. Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur pada tanggal 7 Oktober 1996, Presiden Soeharto akhirnya menyetujui usulan PM Mahathir tersebut yang pernah diusulkan pula oleh Mensesneg Moerdiono dan Wakil PM Anwar Ibrahim, dibuatkan kesepakatan "Final and Binding," pada tanggal 31 Mei 1997, kedua negara menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia meratifikasi pada tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997 demikian pula Malaysia meratifikasi pada 19 November 1997.
Keputusan Mahkamah Internasional
Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ,[1] [2] kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.

Rabu, 25 Mei 2011

Sabtu, 09 April 2011

EKONOMI SYARIAH
1. Perilaku ekonomi islam adalah perilaku yang rasional
Perilaku ekonomi yang islam adalah perilaku yang rasional. Kenapa disebut perilaku yang rasional? Karena semua kegiatannya yaitu untuk mencapai tujuan, yaitu untuk mencapai maslahah. Hal ini terbukti dengan semua kegiatan ekonomi yang berdasarkan ekonomi islam dilakukan untuk mencapai dan memelihara kesejahteraannya. Implikasai dari semua ini ada pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan berdasarkan hukum agama yang mengarahkan menjadi pemikiran yang rasional. Tujuannya bukan hanya kepuasan di dunia tapi juga kesejahteraan di akhirat. Semua aktivitas tersebut, yang memiliki maslahah bagi umat manusia, disebut kebutuhan. Dan semua kebutuhan ini harus dipenuhi.
Pada tingkat pendapatan tertentu, pemikiran konsumen islam dan non islam berbeda, karena konsumen islam memiliki alokasi untuk hal-hal yang menyangkut akhirat, akan mengonsumsi barang lebih sedikit dari pada nonmuslim. Hal yang membatasinya adalah konsep maslahah tersebut diatas. Tidak semua barang/jasa yang memberikan kepuasan/utility mengandung maslahah didalamnya, sehingga tidak semua barang/jasa dapat dan layak dikonsumsi oleh umat islam. Dari sinilah dapat dilihat implikasi dari pemikiran ekonomi yang rasional. Umat islam akan lebih rasional cara berpikirnya baik dalam segi konsumsi, produksi, distribusi dll. Karena mereka memiliki pedoman atas pencapaian tujuan untuk semua kegiatan tersebut.
Islam memberikan arahan yang sangat indah dengan memperkenalkan konsep israf (berlebih-lebih) dalam membelanjakan harta dan tabzir. Islam memperingatkan agen ekonomi agar jangan sampai terlena dalam berlomba-lomba mencari harta (at-takaatsur). Islam membentuk jiwa dan pribadi yang beriman, bertakwa, bersyukur, dan menerima. Pola hidup konsumtivisme seperti diatas tidak pantas dan tidak selayaknya dilakukan oleh pribadi yang beriman dan bertakwa. Satu-satunya gaya hidup yang cocok adalah simple living (hidup sederhana) dalam pengertian yang benar secara syar’i. Setidaknya terdapat tiga kebutuhan pokok :
• Pertama, kebutuhan primer yakni nafkah-nafkah pokok bagi manusia yang dapat mewujudkan lima tujuan syariat (yakni memelihara jiwa, akal, agama, keturunan, dan kehormatan). Tanpa kebutuhan primer kehidupan manusia tidak akan berlangsung. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan makan, minum, tempat tinggal, kesehatan, rasa aman, pengetahuan, dan pernikahan.
• Kedua, kebutuhan sekunder yakni kebutuhan manusia untuk memudahkan kehidupan, agar terhindar dari kesulitan. Kebutuhan ini tidak perlu dipenuhi sebelum kebutuhan primer terpenuhi. Kebutuhan ini pun masih berkaitan dengan lima tujuan syariat itu tadi.
• Ketiga, kebutuhan pelengkap, yaitu kebutuhan yang dapat menciptakan kebaikan dan kesejahteraan dalam kehidupan manusia. Pemenuhan kebutuhan ini tergantung pada bagaimana pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder serta berkaitan dengan lima tujuan syariat.
Islam mengharamkan segala pembelanjaan yang tidak mendatangkan manfaat, baik manfaat materiil maupun spiritual. Islam mengajarkan kepada kita sikap pertengahan dalam mengeluarkan harta, tidak berlebihan dan tidak pula kikir. Sikap berlebihan akan merusak jiwa, harta, dan masyarakat. Sementara kikir adalah satu sikap hidup yang dapat menahan dan membekukan harta. Dalam QS.al-Furqaan ayat 67 Allah berfirman : Dan orang- orang yang apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebih- lebihan, dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) ditengah- tengah antara yang demikian. Atau dalam QS.al-Israa ayat 29 : “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkan karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”.


2. a. Makna Falah
Falah adalah kesejahteraan holistik dan seimbanng antara dimensi material-spiritual, individu-sosial, dunia-akhirat. Falah bisa terwujud apabila terpenuhi keseimbangan sehingga tercipta maslahah. Maslahah merupakan segala bentuk keadaan baik material maupun non materialyang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia.

b. Unsur-unsur Falah
Tujuan hidup manusia adalah mencapai kesejahteraan/Falah. Dalam pencapaian ini ada dua unsur:
A. Untuk mengabdikan dirinya hanya kepada Allah SWT. yaitu dengan berpegang teguh kepada:
1. Tauhid Uluhiah (Tauhid Ibadah)
Menyembah, beribadat, meminta perlindungan dan kebahagiaan hanya kepada Allah SWT. yang merupakan kedaulatan mutlak (Absolute Sovereignty), dan tidak bersekutu denganNya. [“Dan Dia-lah Tuhan (yang disembah) di langit dan Tuhan (yang disembah) di bumi” (43:84)] . Tiada Tuhan selain Dia; bukan dewa-dewi, para malaikat, bukit-bukau, gunung-ganang, matahari bulan dan bintang, wang ringgit, segala isme-isme ideologi politik danekonomi ciptaan manusia, malah bukan juga pemerintah; tetapi Dia Allah yang hanya satu, yang Maha-Esa.
2. Tauhid Asma’ Wa Sifaat (Tauhid Nama dan Sifat)
Allah memiliki segala sifat dan nama yang sempurna dan terhindar daripada-Nya segala sifat yang tidak layak bagi-Nya. Dengan pengetahuan dan penghayatan secara mendalam tentang sifat-sifat Allah SWT., manusia akan dapat membersihkan jiwa, roh, kepercayaan, moral dan tindak tanduknya; yang mana akan membawa kepada pembentukan keperibadian manusia yang mulia.
3. Tauhid Rububiah (Tauhid Perbuatan Allah)
a. Allah sahaja yang menciptakan alam ini, Allah yang menurunkan rezeki dan hujan, Allah yang memelihara dan mengatur seluruh alam, Allah yang menghidupkan dan mematikan. [“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya” (25:2)]
b. Oleh kerana Allah adalah pencipta Alam Semesta termasuk manusia, maka Dialah yang paling mengetahui hakikat makhluknya. Oleh yang demikian, hukum-hukum dan peraturan-peraturan Allah jualah yang merupakan hukum yang paling baik, yang paling sesuai untuk makhluknya. Itulah dia Tauhid Hakimiah yang merupakan lanjutan daripada Tauhid Rububiah tadi. [“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah, Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik” (6:57)]
Justeru itu, adalah sangat tidak wajar manusia itu melaksanakan hukum-hukum dan undang-undang ciptaan manusia sendiri (undang-undang Thaghut) selain daripada Syariat (hukum-hukum dan peraturan- peraturan) yang telah ditetapkan Allah SWT. melalui Rasul-RasulNya. Tidakkah tindakan ini diumpamakan penyembahan patung atau berhala yang diciptakan oleh tangan kita sendiri? [“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (5:44)]
B. Sebagai Khalifah Allah (Pengganti Allah) di muka bumi ini:
1. Untuk memerdekakan manusia daripada segala ikatan dan halangan untuk beribadah hanya kepada Allah SWT., atau dalam ertikata lain untuk mengembalikan manusia kepada Fitrah Semulajadinya. Itulah dia Hak Asasi Manusia yang sejatinya. [“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita, maupun anak-anak yang semuanya berdoa: {Ya Tuhan kami, keluarkanlah kamidari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau}” (4:75)].
Ikatan dan halangan untuk manusia beribadah hanya kepada Allah SWT. itu terbahagi secara kasarnya kepada beberapa sumber di antaranya:

a. Diri sendiri
• kejahilan tentang Ilmu Tauhid samaada ia merupakan Tauhid Uluhiah, Tauhid Asma’ Wa Sifaat, maupun Tauhid Rububiah/Tauhid Hukumiah, lemahjiwa dan raga dipermainkan oleh godaan syaitan
b. Sosio-Ekonomi
Manusia itu dalam belenggu kemelaratan dan kesengsaraan hidup, terpaksa mencari nafkah siang dan malam untuk keluarga dan dirinya sehingga tidak mempunyai masa yang selesa untuk beribadah kepada Allah SWT.
c. Sosio-Politik
Dengan penguatkuasaan pemerintah Taghut, manusia terpaksa mengikuti hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang diciptakan oleh manusia selain daripada hukum-hukum dan peraturan-peraturan Allah SWT. Hukum-hukum dan peraturan-peraturan Taghut ciptaan manusia itu memang diciptakan untuk kepentingan yang menciptakannya atau yang memerintahnya, bukan untuk kepentingan manusia sejagat baik yang berupa jasmaniah mahupun rohaniahnya.
2. Untuk mengatur dan menggunapakai segala isi bumi ini bagi kemudahan dan kesenangan manusia itu sendiri.
Manusia itu zalim terhadap dirinya sendiri kerana kufur terhadap nikmat yang telah diberi Tuhan [14:34]. Manusia selalunya abai untuk menyelidiki ilmu yang telah diberikan Tuhan, ilmu yang berbentuk sunnatullah (Laws of Nature) dan merumuskan ilmu-ilmu itu serta menghayatinya sebagai pembangunan sains dan teknologi demi untuk kemudahan dan kesenangan manusia sejagat.
Manusia apabila dapat memenuhi Hak Asasinya atau dapat memerdekakan dirinya daripada segala cengkaman ikatan dan halangan untuk beribadah hanya kepada Allah SWT. di samping dapat mengeksploitasikan isi bumi ini dengan paling baik untuk kemudahan dan kesenangan hidup manusia sejagat, itulah apa yang dinamakan Tamaddun Sejati dan itulah Kejayaan Mutlak – FALAH.
c. Implikasi Falah dalam Aspek mikro dan makro
• Implikasi falah pada perekonomian mikro sebagai berikut:
1. Harta dalam ekonomi syariah memiliki peran yang efektif dalam memfasilitasi kegiatan investasi, perdagangan, dan peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat.
2. Ekonomi syariah menekankan kebersamaan dalam memperoleh manfaat (sharing economics).
3. Esensi pembatasan bentuk transaksi yang mengandung maysir melarang lembaga untuk terlibat dalam transaksi keuangan yang tidak memiliki kaitan yang jelas dengan sektor riil.
4. Orientasi kegiatan perdagangan dan investasi ditujukan pada hal-hal yang halal dan thayyib.
Semua kegiatan yang dilakukan harus sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan islam.
• Implikasi falah pada perekonomian makro, misal pada perbankan syariah yaitu Produk-produk keuangan/perbankan yang disusun mencitrakan tujuan ekonomi syariah yang telah ditetapkan. Produk-produk perbankan syariah secara garis besar dibagi dua yaitu yang bersifat profit motive dan yang bersifat social motive. Keduanya memiliki keterkaitan dan saling mendukung terutama sekali dalam melayani usaha mikro dan kecil. Dan pengembangan perbankan syariah didasarkan pada tujuan yang lebih luas dimana perbankan syariah dapat memiliki akses ke arah sinergi yang lebih luas dengan lembaga-lembaga keuangan syariah non bank lainnya.


3. Tujuan Ekonomi Islam
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105: “Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu”. Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabada Rasulullah Muhammad saw: “Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat ampunan”.(HR.Thabrani dan Baihaqi).
Sedangkan tujuan ekonomi islam yaitu Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam system Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar:
• keselamatan keyakinan agama ( al din)
• kesalamatan jiwa (al nafs)
• keselamatan akal (al aql)
• keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
• keselamatan harta benda (al mal)

4. Tiga sektor perekonomian islam
a. Penjelasan tiga sektor
Menurut An Nabhani dalam bukunya An-Nizam Al-Iqtishadi Fi Al-Islami, system ekonomi Islam ditegakkan di atas tiga asas utama, pertama, konsep kepemilikan (al-milkiyah); Kedua, pemanfaatan kepemilikan (al tasharuf fil al-milkiyah); Ketiga, distribusi kekayaan di antara masyarakat (tauzi'u altsarwah bayna al-naas):
I. Konsep Kepemilikan (al-Milkiyah)
Islam memiliki pandangan yang khas tentang harta. Bahwa harta pada hakikatnya adalah milik Allah (Qs. 24: 33). Harta yang dimiliki manusia, sesungguhnya merupakan pemberian dari Allah (Qs. 57: 7). Kata rizq artinya pemberian (a'tha). Atas dasar ini, kepemilikan atas suatu barang yang artinya ada proses perpindahan kepemilikan- harus selalu didasarkan pada aturan-aturan Allah SWT. Seseorang tatkala hendak memiliki sepeda motor, maka cara untuk mendapatkan kepemilikan sepeda motor tersebut harus didasarkan pada aturan-aturan Allah SWT, misalnya, dengan membeli, atau diberi hadiah, atau dengan cara-cara lain yang dibenarkan oleh hukum Islam. Pandangan di atas berbeda dengan paham kapitalisme, yang menganggap harta milik adalah pencurian yang muncul dari pernyataan klasik Proudhon. Artinya negara-negara maju memperoleh kekayaan yang mereka nikmati dari tindakan mereka merampas dan menguras harta negara-negara lain dan kecenderungan ini merupakan faktor pendorong kapitalisme (Berger, Peter L.,Piramida Pengorbanan Manusia: satu jawaban diantara sosialisme dan kapitalisme, IQRA Bandung, 1983). Pandangan ini menghasilkan sebuah aksioma harta adalah milik manusia, maka manusia bebas untuk mengupayakannya, bebas mendapatakan dengan cara apapun, dan bebas pula memanfaatkannya. Dari pandangan ini muncul pula falsafah hurriyatu al-tamalluk (kebebasan kepemilikan), yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Manusia bebas menentukan cara mendapatkan dan memanfaatkan harta, dengan cara apapun, meskipun cara tersebut bertentangan dengan norma dan etika masyarakat, atau bahkan dengan aturan Islam.
Islam juga berbeda dengan sosialisme, yang tidak mengakui kepemilikan individu. Mereka berpendapat bahwa harta adalah milik negara. Seseorang hanya diberi barang dan jasa terbatas yang diperlukan dan dia bekerja sebatas yang dia bisa. Pada hakikatnya, Sosialisme telah mematikan 'kreativitas manusia'. Motif-motif internal yang bersifat individual telah dikebiri. Prinsip ini, semula diyakini, dapat menghancurkan dominasi ekonomi oleh satu atau beberapa kelompok manusia, namun akibat yang ditimbulkan justru lebih mengerikan. Karena kepemilikan individu tidak diakui, maka motif-motif pencapaian ekonomi yang bersifat pribadi menjadi lemah, bahkan tidak nampak sekali. Tidak ada gairah kerja lagi pada individu-individu sosialis. Akhirnya, timbullah penurunan drastic produktivitas masyarakat, karena masyarakat telah kehilangan hasrat untuk memperoleh keuntungan (profit motives), suatu hal yang sangat manusiawi. Tidaklah aneh bila produksi pertanian kolektif RRC, tidak mungkin melebihi
tingkat produksi individual rakyat negara Kapitalis.
Jadi Islam memiliki berbeda dengan Kapitalisme, yang tidak mengatur kuantitas (jumlah) dan cara perolehan harta serta pemanfaatannya. Begitu pula, Islam berbeda dengan Sosialisme yang menjadikan negara mengatur kepemilikan harta. Dalam hal kepemilikan terhadap harta, Islam tidak mengenal kebebasan kepemilikan, sebagaimana sistem Kapitalisme, dan pembatasan mutlak, sebagaimana sistem Sosialisme. Islam hanya mengatur cara memiliki barang dan jasa serta cara pemanfaatan pemilikan tersebut. Kepemilikan adalah izin dari Syaari (Allah SWT) untuk menguasa dzat dan mnafaat suatu benda. Menurut Dr. Husain Abdullah, kepemilikan (milkiyah) dibagi menjadi tiga macam, yakni: (a) kepemilikan individu (milkiyah fardiyah), (b) kepemilikan umum (milkiyah amah) dan (c) kepemilikan negara (milkiyah daulah).

a. Kepemilikan Individu (al-Milkiyah Fardiyah)
Kepemilikan individu adalah izin Syaari (Allah SWT) kepada individu untuk memanfaatkan barang dan jasa. Adapun sebab-sebab pemilikan (asbabu al-tammaluk) individu, secara umum ada lima macam: 1) Bekerja (al 'amal), 2) Warisan (al-irts), 3) Kebutuhan harta untuk mempertahankan hidup, 4) Pemberian negara (i'thau al-daulah) dari hartanya untuk kesejahteraan rakyat berupa tanah pertanian, barang dan uang modal, dan 5) Harta yang diperoleh individu tanpa harus bekerja.
Harta dapat diperoleh melalui bekerja, mencakup upaya menghidupkan tanah mati (ihyau al-mawat), mencari bahan tambang, berburu, perantara (samsara), kerjasama mudharabah, bekerja sebagai pegawai. Sedang harta yang diperoleh tanpa adanya curahan daya dan upaya mencakup, hibah, hadiah, wasiat, diyat, mahar, barang temuan, santunan.
Islam melarang seorang muslim memperoleh barang dan jasa dengan cara yang tidak diridhai Allah SWT, seperti judi, riba, pelacuran dan perbuatan maksiyat lain. Islam juga melarang seorang muslim untuk mendapatkan harta melalui cara korupsi, mencuri, menipu. Sebab hal ini pasti merugikan orang lain dan menimbulkan kekacauan di tengah-tengah masyarakat.
b. Kepemilikan Umum (al-Milkiyah ?Amah)
Pemilikan umum adalah izin dari Syaari' (Allah SWT) kepada masyarakat secara bersama untuk memanfaatkan benda. Benda-benda ini tampak pada tiga macam, yaitu:
1. Fasilitas umum, yaitu barang-barang yang mutlak diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-haru seperti air, api (bahan bakar, listrik, gas), padang rumput (hutan).
2. Barang-barang yang tabiat kepemilikannya menghalangi adanya penguasaan individu seperti; sungai, danau, jalan, lautan, udara, masjid dan sebagainya.
3. Barang tambang dalam jumlah besar yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, seperti emas, perak, minyak dan sebagainya.
Ketiga macam benda di atas telah ditetapkan oleh syara' sebagai kepemilikan umum, berdasarkan sabda Rasulullah Saw:
Manusia berserikat (punya anadil) dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api. (HR. Ibnu Majah).
Pengelolaan terhadap kepemilikan umum pada prinsipnya dilakukan oleh negara, sedangkan dari sisi pemanfaatannya dinikmati oleh masyarakat umum. Masyarakat umum bisa secara langsung memanfaatkan sekaligus mengelola barang-barang 'umum' tadi, jika barang-barang tersebut bisa diperoleh dengan mudah tanpa harus mengeluarkan dana yang besar seperti, pemanfaatan air disungai atau sumur, mengembalikan ternak di padang penggembalaan dan sebagainya. Sedangkan jika pemanfaatannya membutuhkan eksplorasi dan eksploitasi yang sulit, pengelolaan milik umum ini dilakukan hanya oleh negara untuk seluruh rakyat dengan cara diberikan cuma-cuma atau dengan harga murah. Dengan cara ini rakyat dapat memperoleh beberapa kebutuhan pokoknya dengan murah.
Hubungan negara dengan kepemilikan umum sebatas mengelola, dan mengaturnya untuk kepentingan masyarakat umum. Negara tidak boleh menjual aset-aset milik umum. Sebab, prinsip dasar dari pemanfaatan adalah kepemilikan. Seorang individu tidak boleh memanfaatkan atau mengelola barang dan jasa yang bukan menjadi miliknya. Demikian pula negara, tidak boleh memanfaatkan atau mengelola barang yang bukan menjadi miliknya. Laut adalah milik umum, bukan milik negara. Pabrik-pabrik umum, tambang, dan lain-lain adalah milik umum, bukan milik negara. Atas dasar ini, negara tidak boleh menjual asset yang bukan menjadi miliknya kepada individu-individu masyarakat. Timbulnya dominasi ekonomi, serta terakumulasinya kekayaan pada sejumlah individu, lebih banyak disebabkan karena kelompok-kelompok tersebut telah menguasai aset-aset umum, atau sektor-sektor yang menjadi hajat hidup masyarakat banyak; karena ada kebijakan dari Pemerintah. Misalnya; privatisasi BUMN atas sektor publik.
c. Kepemilikan Negara (al-Milkiyah Daulah)
Kepemilikan negara adalah izin dari Syaari' atas setiap harta yang hak pemanfaatannya berada di tangan negara. Misalnya harta ghanimah, fa'i, khumus, kharaj, jizyah 1/5 harta rikaz, ushr, harta orang murtad, harta orang yang tidak memiliki ahli waris, dan tanah milik negara. Milik negara digunakan untuk berbagai keperluan yang menjadi kewajiban negara seperti menggaji pegawai, keperluan jihad dan sebagainya.

II. Pemanfaatan Kepemilikan (al-Tasharuf al-Milkiyah)
Kejelasan konsep kepemilikan sangat berpengaruh terhadap konsep pemanfaatan harta milik (tasharuf al-mal), yakni siapa sesungguhnya yang berhak mengelola dan memanfaatkan harta tersebut Pemanfaatan pemilikan adalah cara -sesuai hukum syara seorang muslim memperlakukan harta miliknya. Pemanfaatan harta dibagi menjadi dua topik yang sangat penting, yakni: (a) Pengembangan harta (tanmiyatu al-mal), dan (b) infaq harta (infaqu al-mal).

a. Pengembangan Harta (Tanmiyatu al-Mal)
Pengembangan harta adalah upaya-upaya yang berhubungan dengan cara dan sarana yang dapat menumbuhkan pertambahan harta. Islam hanya mendorong pengembangan harta sebatas pada sektor riil saja; yakni sektor pertanian, industri dan perdagangan. Islam tidak mengatur secara teknis tentang budidaya tanaman; atau tentang teknik rekayasa industri; namun Islam hanya mengatur pada aspek hukum tentang pengembangan harta. Dalam sektor pertanian misalnya, Islam hanya mengatur pada aspek hukum tentang pengembangan harta. Dalam sektor pertanian misalnya, Islam melarang seorang muslim menelantarkan tanahnya lebih dari tiga tahun, bolehnya seseorang memiliki tanah terlantar tersebut bila ia mengolahnya, larangan menyewakan tanah, musaqah, dan lain-lain.
Dalam perdagangan, Islam telah mengatur hukum-hukum tentang syirkah dan jual beli. Demikian pula dalam hal perindustrian, Islam juga mengatur hukum produksi barang, manajemen dan jasa, semisal hukum perjanjian dan pengupahan. Islam melarang beberapa aktivitas-aktivitas pengembangan harta, misalnya, riba nashi'ah pada perbankan, dan riba fadhal pada pasar modal. Menimbun, monopoli, judi, penipuan dalam jual beli, jual beli barang haram dan sebagainya.
b. Infaq Harta (Infaqu al-Mal)
Infaq harta adalah pemanfaatan harta dengan atau tanpa ada kompensasi atau perolehan balik. Berbeda dengan sistem Kapitalisme, Islam mendorong ummatnya untuk menginfaqkan hartanya untuk kepentingan umat yang lain -terutama pihak yang sangat membutuhkan. Islam tidak hanya mendorong kaum muslim untuk memanfaatkan hartanya dengan kompensasi atau perolehan balik yang bersifat materi saja, akan tetapi juga mendorong ummatnya untuk memperhatikan dan menolong pihak-pihak yang memperhatikan dan menolong pihak-pihak yang membutuhkan, serta untuk kepentingan ibadah, misalnya zakat, nafkah anak dan istri, dorongan untuk memberi hadiah, hibah, sedekah pada fakir miskin dan orang yang memerlukan (terlibat hutang, keperluan pengobatan dan musibah); infaq untuk jihad fii sabilillah.
Islam telah melarang umatnya untuk menggunakan hartanya pada hal-hal yang dilarang oleh hukum syara', seperti riswah (sogok), israf, tadbir, dan taraf (membeli barang atau jasa haram), serta mencela keras sikap bakhil. Pelarangan pemanfaatan harta pada jalan-jalan tersebut akan menutup pintu untuk kegiatan-kegiatan tersebut, yang telah terbukti telah menimbulkan apa yang dinamakan dengan pembengkakan biaya (karena ada biaya siluman).

III. Konsep Distribusi Kekayaan (Tauzi al-Tsarwah)
Islam telah menetapkan sistem distribusi kekayaan diantara manusia dengan cara sebagai berikut:
a) Mekanisme Pasar
Mekanisme pasar adalah bagian terpenting dari konsep distribusi. Akan tetapi mekanisme ini akan berjalan dengan alami dan otomatis, jika konsep kepemilikan dan konsep pemanfaatan harta berjalan sesuai dengan hokum Islam. Sebab, dalam kehidupan ekonomi modern seperti saat ini, di mana produksi tidak menjadi jaminan konsumsi, melainkan hanya menjadi jaminan pertukaran saja, maka pengeluaran seseorang merupakan penghasilan bagi orang lain. Demikian pula sebaliknya.
b) Bentuk Transfer Dan Subsidi
Untuk menjamin keseimbangan ekonomi bagi pihak yang tidak mampu bergabung dalam mekanisme pasar -karena alasan-alasan tertentu, seperti; cacat, idiot dan sebagainya-maka Islam menjamin kebutuhan mereka dengan berbagai cara sebagai berikut:
1. Wajibnya muzakki membayar zakat yang diberikan kepada mustahik, khususnya kalangan fakir miskin.
2. Setiap warga negara berhak memanfaatkan pemilikan umum. Negara boleh mengolah dan mendistribusikannya secara cuma-cuma atau dengan harga murah.
3. Pembagian harta negara seperti tanah, barang dan uang sebagai modal kepada yang memerlukan.
4. Pemberian harta waris kepada ahli waris.
5. Larangan menimbun emas dan perak walaupun dikeluarkan zakatnya.
b. dan c. Keterkaitan pada masing-masing sektor/konsep dan realisasi falah pada tiga konsep ini.
Islam mendorong setiap manusia untuk bekerja dan meraih sebanyak-banyaknya materi. Islam membolehkan tiap manusia mengusahakan harta sebanyak ia mampu, mengembangkan dan memanfaatkannya sepanjang tidak melanggar ketentuan agama. Sektor swasta didorong untuk berkembang semaksimal mungkin.
Motif untuk menghasilkan produk bermutu tinggi dengan harga murah agar unggul dalam persaingan bebas, akan mendorong dan menumbuhkan kreatifitas manusia secara optimal. Atas dasar ini, pengembangan SDM yang unggul -beriman, berpengetahuan, berketrampilan tinggi, dengan kepribadian yang terguh- mutlak diperlukan.
Keunggulan sains dan teknologi di masa kejayaan Islam sedikit telah memberikan gambaran bagaimana kesungguhan umat Islam untuk "menguasai dunia untu menuju akhirat". Islam menghargai setiap muslim yang bekerja keras dan menganggapnya sebagai bagian dar ibadah. Nabi Muhammad sangat menghargai orang yang bekerja keras untuk mendapatkan nafkah. Suatu ketika, Rasulullah mencium tangan sahabat Saad bin Muadz yang amat kasar lantaran habis bekerja keras, seraya berkata, affani yuhibbuhuma allahu tala (Dua tangan yang dicintai Allah SWT).
Islam tidak melarang umatnya untuk memiliki sebanyak-banyaknya harta. Bahkan ada beberapa kewajiban Islam yang menuntut dan membutuhkan kemampuan keuangan yang cukup. Seperti haji, jihad fi sabilillah, serta kewajiban-kewajiban Islam lainnya.Dalam sejarah, tidak sedikit para sahabat yang dikenal sebagai konglomerat, seperti Abu Bakar, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf. Abdurrahman bin Auf, sebelum wafatnya menghibahkan 50.000 dinar setara dengan 5 milyar rupiah untuk umat pada saat itu. Ini menunjukkan bahwa, motif-motif individu untuk meraih sebanyak-banyaknya barang dan jasa akan mendorong produktivitas individu-individu yang ada di dalam masyarakat tersebut. Sebaliknya, jika motif-motif ini dikekang, bahkan dieliminir, maka akan menimbulkan turunnya produktivitas barang dan jasa. Bahkan akan melahirkan masyarakat malas yang enggan melakukan inovasi dan produksi secara maksimal.
Harta yang dimiliki seorang muslim tidak boleh dimanfaatkan dan dikembangkan dengan cara yang bertentangan dengan syari'at Islam. Islam telah melarang aktivitas perjudian, riba, penipuan, serta investasi di sektor-sektor maksiyat. Sebab, aktivitas-aktivitas semacam ini justru akan menghambat produktivitas manusia. Perjudian, valas, minuman keras, akan berdampak kemerosotan akhlaq dan etika masyarakat, serta menurunkan produktivitas pekerja dan buruh pabrik. Bahkan lebih keji lagi, aktivitas tersebut akan mengeliminir nilai-nilai kemanusiaan dan menghancurkan sendi-sendi masyarakat, suatu hal yang diupayakan dalam pembangunan manusia. Islam juga melarang kaum muslim melakukan aktivitas yang dapat melabilkan ketangguhan mekanisme pasar, semisal penimbunan barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh publik, serta dominasi atas sektor-sektor umum. Untuk mencegah tindakan-tindakan semacam ini, negara akan mengambil tindakan tegas bagi para pelanggarnya.
Tanah sebagai salah satu komponen ekonomi, harus difungsikan secar optimal. Tanah yang ditelantarkan lebih dari tiga tahun tanah oleh pemiliknya, akan disita oleh negara dan diberikan kepada orang yang mau menggarapnya. Optaimalisasi fungsi tanah akan mendorong kegiatan ekonomi terutama sektor pertanian, sekaligus akan berpengaruh kepada sektor-sektor ekonomi lainnya. Disis lain, tidak ada seorangpun, termasuk negara, berhak meminta paksa atau membeli paksa tanah milik perseorangan, kecuali dengan kerelaan si pemilik. Mamaksa di luar keridhaan pemilik tanah adalah tindkan kedzhaliman, apalagi bila tanah itu adalah gantungan hidupnya.
Individu-individu tertentu, khususnya yang berhasil mendapatkan kekayaan, Islam telah mendorong individu-individu tersebut untuk berinfak kepada orang lain. Ini didasarkan pada suatu kenyataan bahwa, tidak semua orang berkesempatan, berkemampuan dan mendapatakan keberuntungan yang sama.
Oleh karena itu, setelah kebutuhan-kebutuhannya terpenuhi ia wajib menolong orang-orang yang membutuhkan, termasuk dibebani kewjiban-kewajiban lain, semisal zakat. Sebab, pada setiap harta sesungguhnya terdapat hak orang lain. Bagi pihak yang mampu mengeluarkan zakat, wajib mengeluarkan zakat kepada pihak yang berhak (mustahiK). Di sisi lain, harta waris harus dibagikan kepada ahli warisnya. Dari sini, harta akan beredar secara otomatis. Bukan hanya diantara orang kaya dan mampu saja (melalui mekanisme ekonomis), tetapi juga diantara orang-orang miskin dan orang yang membutuhkan (melalui mekanisme non-ekonomis, tetapi berdampak ekonomis). Islam juga mengingatkan orang yang berkecukupan untuk tidak membelanjakan hartanya secara israf, tadzbir, dan taraf (berlebih-lebihan). Islam mengutuk berbangga-bangga dengan banyaknya harta, sikap angkuh dan sombong. Diingatkan, bila hendak menghancurkan suatu negeri, Allah SWT, membiarkan golongan mutrafin (hartawan) untuk berbuat sekehendak hatinya, termasuk ketika ia dengan kekuatannya berkolusi menciptakan praktek monopoli.
Pemerintah Islam bertugas mengatur kehidupan seluruh masyarakat dengan cara Islam. Dalam hal usaha, pemerintah mendorong berkembangnya sektor riil -perdagangan, pertanian, industri dan jasa. Pemerintah juga harus bertindak adil kepada rakyat. Pemerintah tidak boleh memberikan hak-hak istimewa (monopoli) dalam bentuk apapun (monopoli bahan baku, produksi, pasar) hanya kepada pihak tertentu yang kebetulan dekat dengan penguasa. Seluruh hak memiliki hak yang sama. Pemberian hak istimewa kepada seseorang berarti telah mendzalimi pihak yang lain. Pemerintah harus menjaga agar perdagangan bebas (free trade) berjalan fair. Para pengusaha diperbolehkan bersaing, akan tetapi dilarang saling menikam.
Pada sisi lain, negara tidak mentolerir sedikitpun berkembangnya sector non riil, seperti perdagangan uang, perbankan dengan riba, pasar modal dan sebagainya. Pada dasarnya, bila diteliti dengan mendalam sektor-sektor semacam ini telah menyebabkan hal-hal yang merugikan perekonomian secara umum. Sebagaimana telah disebutkan di dalam Islam, yakni kayla yakuna duulatan bayna al-aghniai minkum (agar harta tersebut tidak beredar di kalangan orang-orang kaya diantara kalian saja), yakni beredarnya uang hanya diantara orang kaya saja. Data saat ini menunjukkan bahwa, terdapat 10 triliun uang yang beredar di lantai bursa. Bila 80% di antaranya terinvestasikan dalam berbagai perusahaan lewat pasar perdana, berarti terdapat tidak kurang 2 triliun rupiah yang melayang-layang, yang berarti tidak menimbulkan efek secara langsung terhadap kegiatan ekonomi secara luas. Andai saja uang sejumlah itu diinvestasikan di sektor riil, berapa pabrik dapat didirikan, berapa tenaga kerja yang dapat diserap. Berkembangnya kegiatan-kegiatan ekonomi riil akan berdampak pada terserapnya tenaga kerja, sehingga pengangguran akan berkurang, kesejahteraan naik dan merata. Ijin negara untuk hanya mengembangkan sector riil (investasi) jelas berefek pada terbukanya lapangan pekerjaan dalam jumlah yang cukup berarti, yang itu berarti akan menghasilkan pertumbuhan sekaligus pemerataan.
Disisi lain, sistem kepegawaian harus mengikuti pula aturan Islam. Diantaranya adalah, adanya akad kepegawaian yang jelas -mencakup hak dan kewajiban pegawai kemudian membayar sesuai kerja yang dilakukan secara wajar membayar upah sebelum kering dan semua berjalan antaradhin (dengan saling ridha tanpa kedzaliman satu sama lain).
Negara harus mendorong munculnya pusat-pusat pertumbuhan di berbagai wilayah agar kesenjangan antar kawasan tidak terjadi. Kebijakan ini pada gilirannya juga akan mendorong pemerataan kesejahteraan. Negara juga mendorong berkembangnya usaha kecil dan menengah, dan memberikan kesempatan yang sama dengan usaha besar baik dalam akses pendanaan, pasar, ketrampilan dan teknologi maupun dalam hal regulasi. Bila diperlukan, untuk melindungi hak-hak mereka, pemerintah mengeluarkan undang-undang perlindungan usaha kecil. Ini adalah wujud perlakuan adil negara pada semua pengusaha. Ini juga perwujudan upaya tawazun (penyeimbangan) yang dilakukan negara terlebih bila terdapat ketimpangan pendapatan dan kesempatan, sebagaimana langkah Rasulullah yang hanya membagikan harta fa'i Bani Nadlir kepada kaum Muhajirin yang umumnya miskin, tidak kepada kaum Anshar yang umumnya sudah kaya, agar (duulah) kesempatan dan harta tidak hanya beredar diantara orang kaya saja (Qs.59: 7-8).
Peningkatan kesejahteraan juga dicapai dengan cara memberikan kepada individu dalam memanfaatkan pemilikan umum (air, minyak, gas, listrik dan lainnya) secara gratis atau dengan harga murah. Kepemilikan umum semacam ini dikelola hanya oleh negara. Swastanisasi memang cenderung lebih efisien, tetapi ini bertentangan dengan prinsip pemilikan umum dan tugas negara sebagai pelayan rakyat. Selain itu swastanisasi sektor publik biaanya menjadikan harga produk lebih mahal. Ini harus dihindari karena jelas akan merugikan rakyat banyak. Bila rakyat dapat memperoleh kebutuhan pokoknya dengan harga murah, biaya hidup dapat ditekan. Uang yang ada dapat digunakan untuk keperluan lain bagi kesejahteraan mereka. Apalagi bila negara dengan kemampuannya memberikan subsidi (apalagi cuma-cuma) untuk kesehatan, pendidikan dan sarana sosial lain, maka kebutuhan dasar penduduk akan dengan mudah tercukupi. Jaminan sosial (social security) semacam ini jelas akan meningkatkan kesejahteraan golongan miskin dan memberikan perlindungan pada masyarakat dalam kesulitan ekonomi. Optimalisasi sumberdaya yang tidak selalu menghasilkan optimalisasi distribusi dapat diatasi.
Secara teoritis, kegiatan ekonomi (perdagangan, pertanian dan industri) yang sehat akan mendistribusikan kekayaan secara normal. Tetapi dalam faktanya selalu saja dimungkinkan terjadinya anomali yang disebabkan baik karena faktor alamiah (kelemahan fisik, sumberdaya alam) maupun musibah, yang pada gilirannya menyebabkan distribusi normal yang diharapkan tidak berjalan sehingga terjadi ketimpangan. Untuk lapisan masyarakat yang memang benar-benar miskin atau tidak memiliki kemampuan, negara sesuai dengan prinsip tawazun tadi, berhak
memberikan miliknya berupa tanah, atau barang dan uang untuk modal usaha. Disamping menjadi kewajiban para karib kerabat dan tetangganya untuk mendorong dengan memberikan zakat atau infaq. Dengan cara lain, mereka yang tidak terikutkan dalam mobilitas ekonomi ditolong secara sengaja. Harapnnya, setelah ini mereka dapat mengikuti derap kemajuan ekonomi masyarakat, bukan menjadi lapisan yang kian terpinggirkan.
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah penggunaan emas dan perak sebagai mata uang negara. Dengan mata uang ini, dimana nilai intrinsik sama dengan nilai nominal, menjadikan uang Islam tidak tergantung pada mata uang manapun. Ia akan mengukur dengan dirinya. Dengan demikian, inflasi yang berakibat penurunan nilai mata uang, yang berarti pula meningkatnya laju proses pemiskinan -karena uang ditangan rakyat makin tidak bernilai alias harga barang makin tak terjangkau-tidak akan terjadi. Jelaslah, negara dalam Islam berfungsi sangat sentral karena fungsinya sebagai ri'ayatu suuni al-ummah (pengatur kehidupan umat) agar tenang secara politis dan sejahtera secara ekonomi. Jadi tidak sekedar berfungsi minimal (minimalist state) seperti dalam sistem pasar bebas, atau mendominasi perekonomian seperti
dalam sistem sosialis. Tidak juga terjerumus terlalu jauh mengatur sehingga memberikan monopoli, proteksi, hak istimewa kepada pengusaha tertentu), atau ekstrim yang lain pemerintah terlalu lemah sehingga tidak dapat berbuat apa-apa menghadapi penyimpangan para pelaku ekonomi, khususnya dari pihak swasta kuat.
Untuk menjaga agar sistem ekonomi Islam sesuai dengan aturan Islam, peran dan fungsi negara -untuk mengontrol pelaksanaan sistem ekonomi Islam- menjadi sangat signifikan. Peran seperti ini hanya mungkin dilakukan bila pemerintah digerakkan oleh para birokrat yang memiliki kepribadian mulia, bersih, yang bekerja benar-benar demi kepentingan kesejahteraan rakyat. Untuk menjaga mental birokrat agar tetap bertindak jujur dan objektif. Islam melarang keras praktek pemberian suap atau komisi pada pegawai pemerintah. Atas dasar ini pegawai negeri harus mendapat gaji yang layak. Selain kontrol dari negara, harus ada pula pengawasan dari masyarakat. Kontrol masyarakat dan individu agar negara serta masyarkat berjalan sesuai dengan koridor hukum Islam merupakan kewajiban penting bagi kaum muslimin.

5. Konsep Masyarakat Madani
MASYARAKAT MADANI
Pertama, "Masyarakat kota, karena Madani adalah derivat dari kata Bahasa Arab, Madinah yang berarti kota.Kedua, Msyarakat yang berperadaban, karena Madani adalah juga merupakan derivat dari kata Arab Tamaddun atau Madaniah yang berarti peradaban. Dalam Bahasa Inggris ini dikenal sebagai civility atau civilization.maka dari makna ini masyarakat Madani dapat berarti sama dengan civil society, yaitu masyarakat yang menjujung tingggi nilai-nilai peradaban.". Pendapat senada juga dikemukakan oleh Nurcholis Majid., bahwa istilah tersebut merujuk kepada masyarakat Islam yang pernah dibangun Nabi di negeri Madinah.
Dalam hal ini kita dapat melihat bahwa Nurcholis berusaha melakukan pendekatan antara konsep masyarakat Madani yang tadinya terlahir sebagai reaksi terhadap realitas kepolitikan ORBA dengan Islam, yaitu dengan mengidentikan masyarakat Madani dengan masyarakat Rasulullah di Madinah. Hal ini mudah untuk dimengerti karena sebenarnya konsep masyarakat Madani yang ingin di wujudkan di negeri ini sebagai acuan masyarakat ideal yang tidak pernah terwujud sebelumnya di masa ORBA adalah sebuah konsep masyarakat yang menjadi prasyarat terciptanya alam demokrasi.
Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which takes place outside of government and the market.” Merujuk pada Bahmueller (1997), ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah onsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance (pemerinthana demokratis yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil resilience). Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuah prasyarat masyarakat madani sbb:
1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.
2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.
3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
4. Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan.
5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
7. Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.
Tanpa prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang sempit yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hak azasi manusia. Dengan kata lain, ada beberapa rambu-rambu yang perlu diwaspadai dalam proses mewujudkan masyarakat madani (lihat DuBois dan Milley, 1992). Rambu-rambu tersebut dapat menjadi jebakan yang menggiring masyarakat menjadi sebuah entitas yang bertolak belakang dengan semangat negara-bangsa:
1. Sentralisme versus lokalisme. Masyarakat pada mulanya ingin mengganti prototipe pemerintahan yang sentralisme dengan desentralisme. Namun yang terjadi kemudian malah terjebak ke dalam faham lokalisme yang mengagungkan mitos-mitos kedaerahan tanpa memperhatikan prinsip nasionalisme, meritokrasi dan keadilan sosial.
2. Pluralisme versus rasisme. Pluralisme menunjuk pada saling penghormatan antara berbagai kelompok dalam masyarakat dan penghormatan kaum mayoritas terhadap minoritas dan sebaliknya, yang memungkinkan mereka mengekspresikan kebudayaan mereka tanpa prasangka dan permusuhan. Ketimbang berupaya untuk mengeliminasi karakter etnis, pluralisme budaya berjuang untuk memelihara integritas budaya. Pluralisme menghindari penyeragaman. Karena, seperti kata Kleden (2000:5), “…penyeragaman adalah kekerasan terhadap perbedaan, pemerkosaan terhadap bakat dan terhadap potensi manusia.” Sebaliknya, rasisme merupakan sebuah ideologi yang membenarkan dominasi satu kelompok ras tertentu terhadap kelompok lainnya. Rasisme sering diberi legitimasi oleh suatu klaim bahwa suatu ras minoritas secara genetik dan budaya lebih inferior dari ras yang dominan. Diskriminasi ras memiliki tiga tingkatan: individual, organisasional, dan struktural. Pada tingkat individu, diskriminasi ras berwujud sikap dan perilaku prasangka. Pada tingkat organisasi, diskriminasi ras terlihat manakala kebijakan, aturan dan perundang-undangan hanya menguntungkan kelompok tertentu saja. Secara struktural, diskriminasi ras dapat dilacak manakala satu lembaga sosial memberikan pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan terhadap lembaga lainnya.
3. Elitisme dan communalisme. Elitisme merujuk pada pemujaan yang berlebihan terhadap strata atau kelas sosial berdasarkan kekayaan, kekuasaan dan prestise. Seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kelas sosial tinggi kemudian dianggap berhak menentukan potensi-potensi orang lain dalam menjangkau sumber-sumber atau mencapai kesempatan-kesempatan yang ada dalam masyarakat.
Sementara itu komunalisme adalah perasaan superioritas yang berlebihan terhadap kelompoknya sendiri dan memandang kelompok lain sebagai lawan yang harus diwaspadai dan kalau perlu dibinasakan.

6. Konsep konsumsi dan produksi dalam ekonomi konvensional dan ekonomi syariah
Dalam ekonomi Islam, produksi mempunyai motif kemaslatan, kebutuhan dan kewajiban. Demikian pula, konsumsi Perilaku produksi merupakan usaha seseorang atau kelompok untuk melepaskan dirinya dari kefakiran. Menurut Yusuf Qardhawi (1995), secara eksternal perilaku produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan setiap individu sehingga dapat membangun kemandirian ummat. Sedangkan motif perilakunya adalah keutamaan mencari nafkah, menjaga semua sumber daya (flora-fauna dan alam sekitar), dilakukan secara profesional (amanah & itqan) dan berusaha pada sesuatu yang halal. Karena itu dalam sebuah perusahaan misalnya, menurut M.M. Metwally asumsi-asumsi produksi, harus dilakukan untuk barang halal dengan proses produksi dan pasca produksi yang tidak menimbulkan ke-madharatan. Semua orang diberikan kebebasan untuk melakukan usaha produksi.
Berdasarkan pertimbangan kemashlahatan (altruistic considerations) itulah, menurut Muhammad Abdul Mannan3, pertimbangan perilaku produksi tidak semata-mata didasarkan pada permintaan pasar (given demand conditions). Kurva permintaan pasar tidak dapat memberikan data sebagai landasan bagi suatu perusahaan dalam mengambil keputusan tentang kuantitas produksi. Sebaliknya dalam sistem konvensional, perusahaan diberikan kebebasan untuk berproduksi, namun cenderung terkonsentrasi pada output yang menjadi permintaan pasar (effective demand), sehingga dapat menjadikan kebutuhan riil masyarakat terabaikan.
Dari sudut pandang fungsional, produksi atau proses pabrikasi (manufacturing) merupakan suatu aktivitas fungsional yang dilakukan oleh setiap perusahaan untuk menciptakan suatu barang atau jasa sehingga dapat mencapai nilai tambah (value added). Dari fungsinya demikian, produksi meliputi aktivitas produksi sebagai berikut; apa yang diproduksi, berapa kuantitas produksi, kapan produksi dilakukan, mengapa suatu produk diproduksi, bagaimana proses produksi dilakukan dan siapa yang memproduksi?
Berikut akan dijelaskan sekilas mengenai ketujuh aktivitas produksi.
1. Apa yang diproduksi
Terdapat dua pertimbangan yang mendasari pilihan jenis dan macam suatu produk yang akan diproduksi; ada kebutuhan yang harus dipenuhi masyarakat(primer, sekunder, tertier) dan ada manfaat positif bagi perusahan dan masyarakat (harus memenuhi kategori etis dan ekonomi)
2. Berapa kuantitas yang diproduksi; bergantung kepada motif dan resiko
Jumlah pruduksi dipengaruhi dua faktor; intern dan ekstern; faktor intern meliputi; sarana dan prasarana yang dimiliki perusahan, faktor modal, faktor sdm, faktor sumber daya lainnya. Adapun faktor ekstern meliputi adanya jumlah kebutuhan masyarakat, kebutuhan ekonomi, market share yang dimasuki dan dikuasai, pembatasan hukum dan regulasi.
3. Kapan produksi dilakukan
Penetapan waktu produksi, apakah akan mengatasi kebutuhan eksternal atau menunggu tingkat kesiapan perusahaan.
4. Mengapa suatu produk diproduksi
a. alasan ekonomi
b. alasan sosial dan kemanusiaan
c. alasan politik
5. Dimana produksi itu dilakukan
a. kemudahan memperoleh suplier bahan dan alat-alat produksi
b. murahnya sumber-sumber ekonomi
c. akses pasar yang efektif dan efisien
d. biaya-biaya lainnya yang efisien
6. Bagaimana proses produksi dilakukan: input- proses – out put - out come
7. Siapa yang memproduksi; negara, kelompok masyarakat, indovidu
Dengan demikian masalah barang apa yang harus diproduksi (what), berapa jumlahnya (how much), bagaimana memproduksi (how), untuk siapa produksi tersebut (for whom), yang merupakan pertanyaan umum dalam teori produksi tentu saja merujuk pada motifasi-motifasi Islam dalam produksi.
Bagaimanakah, al-Qur’an memberikan landasan bagi aktivita produksi? Secara spesifik di antara ayat-ayat al-Qur’an yang dapat dijadikan sumber nilai dan pesan mengenai tema ini adalah Qs al-Baqarah(2): 22, an-Nahl(16): 5-9,10-11, 14,18, 65,66,67,68, 69,70, 80,81 al-Maidah(5): 62-64. Dari urutan surat-suratnya, dalam mushaf al-Qur’an ayat-ayat di atas terdiri atas; al-Baqarah(2): 22, QS al-Maidah(5): 62-64, an-Nahl(16): 5-9,10-11, 14,18, 65,66,67,68, 69,70, 80,81.
Dari paparan terjemahan dalam kedua surat di atas, dapat diambil pelajaran bahwa setelah kita sebagai pelaku ekonomi mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada di sekitar kita (dalam ayat-ayat diatas; binatang ternak, pegunungan; tanah perkebunan, lautan dengan kekayaannya, ingat lagi pandangan al-Qur’an tentang harta benda yang disebut sebagai Fadlum minallah) sebagai media untuk kehidupan di dunia ini, lalu kita diarahkan untuk melakukan kebaikan-kebaikan kepada saudara kita, kaum miskin, kaum kerabat dengan cara yang baik tanpa kikir dan boros. Pada surat al-Isra(17): 30 Allah menegaskan; Dia lah yang menjamin atau telah menyediakan rezeki untuk manusia. Di sinilah manusia tinggal berusaha secara optimal sebagai media untuk meraih rezeki itu.
Sifat ekonom muslim dengan demikian dalam perilaku produksi selayaknya mengikuti gambaran pada surat an-Nahl. Pada ayat ke lima di atas, yang mengandung makna bahwa kegiatan produksi dilakukan secara berkesinambungan tanpa melakukan kerusakan. Hal ini terlihat dari penggunaan fi’il mudhari’. Produsen muslim sama sekali sebaiknya tidak tergoda oleh kebiasaan dan perilaku ekonom-ekonom yang bersifat seperti digambarkan pada surat al-Maidah di atas yaitu menjalankan dosa, memakan harta terlarang, menyebarkan permusuhan, berlawanan dengan sunnatullah, dan menimbulkan kerusakan di muka bumi. Walau bagaimanapun, secanggih alat untuk menghitung nikmat Allah pasti tidak akan menghitungnya. Dengan demikian mengambil pelajaran dan berguru kepada alam merupakan bagian dari aplikasi syukur atas nikmat Allah yang tiada pernak terhitung itu;
18. Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dengan demikian, menurut Muhammad Abdul Mannan, berdasarkan pertimbangan kemashlahatan (altruistic considerations) perilaku produksi tidak hanya menyandarkan pada kondisi permintaan pasar (given demand conditions). Karena kurva permintaan pasar tidak cukup memberikan data untuk sebuah perusahaan mengambil keputusan. Dalam system konvensional, perusahaan diberikan kebebasan untuk berproduksi, namun cenderung lebih terkonsentrasi pada output yang memang menjadi permintaan pasar (effective demand), dimana kebutuhan riil dari masyarakat tidak dapat begitu saja mempengaruhi prioritas produksi sebuah perusahaan.
Memang diakui pula bahwa dalam Islam orientasi keuntungan menjadi salah satu tujuan dari aktifitas produksi, namun rambu-rambu syariah membuat corak prilaku produksi tidak seperti yang dibangun system konvensional. Perilaku produksi yang ada pada konvensional terfokus pada maksimalisasi keuntungan (profit oriented). Boleh saja pada suatu kondisi (pada satu pilihan output dengan konsekwensi harga tertentu) oleh dinilai tidak optimal, tapi berdasarkan nilai kemashlahatan baik bagi perusahaan maupun lingkungannya (pertimbangan kebutuhan masyarakat, kemandirian negara dll), hal ini dapat di katakan optimal.
Menurut Mannan, keseimbangan output sebuah perusahaan hendaknya lebih luas, sebagai perwujudan perhatian perusahaan terhadap kondisi pasar. Pendapat ini didukung oleh M.M. Metwally, bahwa fungsi kepuasan perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh variable tingkat keuntungan (level of profits) tapi juga oleh variable pengeluaran yang bersifat charity atau good deeds. Demikian pula menurut Ghazali bahwa dalam perilaku produksi dan konsumsi bertujuan mencapai posisi muzakki dengan berusaha mendapatkan harta sebanyak yang kita mampu, namun tetap membelanjakannya di jalan Allah SWT. Ini dilakukan dengan semangat hidup hemat dan tidak bermewah-mewah. Dengan kata lain perilaku produksi dana konsumsi dalah perilaku yang bertujuan menjauhi posisi fakir, sesuai dengan peringatan Rasulullah SAW bahwa kefakiran mendekatkan manusia pada kekufuran.
Terdapat empat prinsip utama dalam sistem ekonomi Islam yang diisyaratkan dalam al Qur’an:
1. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewah (abstain from wasteful and luxurius living), yang bermakna bahwa, tindakan ekonomi diperuntukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan hidup(needs) bukan pemuasan keinginan (wants).
2. Implementasi zakat (implementation of zakat) dan mekanismenya pada tataran negara merupakan obligatory zakat system bukan voluntary zakat system. Selain zakat terdapat pula instrumen sejenis yang bersifat sukarela (voluntary) yaitu infak, shadaqah, wakaf, dan hadiah.
3. Penghapusan Riba (prohibition of riba); menjadikan system bagi hasil (profit-loss sharing) dengan instrumen mudharabah dan musyarakah sebagai pengganti sistem kredit (credit system) termasuk bunga (interest rate).
4. Menjalankan usaha-usaha yang halal (permissible conduct), jauh dari maisir dan gharar; meliputi bahan baku, proses, produksi manajemen, out put produksi hingga proses distribusi dan konsumsi harus dalam kerangka halal.
Dari empat prinsip demikian, terlihat model perilaku muslim dalam menyikapi harta. Harta bukanlah tujuan, ia hanya sekedar alat untuk menumpuk pahala demi tercapainya falah (kebahagiaan dunia dan akhirat). Harta merupakan pokok kehidupan (an-Nisa(4) :5) yang merupakan karunia Allah (an-Nisa(4) :32. Islam memandang segala yang ada di di atas bumi dan seisinya adalah milik Allah SWT, sehingga apa yang dimiliki manusia hanyalah amanah. Dengan nilai amanah itulah manusia dituntut untuk menyikapi harta benda untuk mendapatkannya dengan cara yang benar, proses yang benar dan pengelolaan dan pengembangan yang benar pula.
Sebaliknya dalam perspektif konvensional, harta merupakan asset yang menjadi hak pribadi. Sepanjang kepemilikan harta tidak melanggar hukum atau undang-undang, maka harta menjadi hak penuh si pemiliknya. Dengan demikian perbedaan Islam dan konvensional tentang harta, terletak pada perbedaan cara pandang. Islam cenderung melihat harta berdasarkan flow concept sedangkan konvensional memandangnya berdasarkan stock concept.
Membahas harta, dimasukan dalam pembahasan uang dan kapital. Menurut beliau uang dalam Islam adalah public goods yang bersifat flow concept sedangkan kapital merupakan private goods yang bersifat stock concept. Sementara itu menurut konvensional uang dan kapital merupakan private goods. Namun pada tingkatan praktis, prilaku ekonomi (economic behavior) sangat ditentukan oleh tingkat keyakinan atau keimanan seseorang atau sekelompok orang yang kemudian membentuk kecenderungan prilaku konsumsi dan produksi di pasar. Dengan demikian dapat disimpulkan tiga karakteristik perilaku ekonomi dengan menggunakan tingkat keimanan sebagai asumsi.
1. Ketika keimanan ada pada tingkat yang cukup baik, maka motif berkonsumsi atau berproduksi akan didominasi oleh tiga motif utama tadi; mashlahah, kebutuhan dan kewajiban.
2. Ketika keimanan ada pada tingkat yang kurang baik, maka motifnya tidak didominasi hanya oleh tiga hal tadi tapi juga kemudian akan dipengaruhi secara signifikan oleh ego, rasionalisme (materialisme) dan keinginan-keinganan yang bersifat individualistis.
3. Ketika keimanan ada pada tingkat yang buruk, maka motif berekonomi tentu saja akan didominasi oleh nilai-nilai individualistis (selfishness); ego, keinginan dan rasionalisme.
Demikian pula dalam konsumsi, Islam memposisikan sebagai bagian dari aktifitas ekonomi yang bertujuan mengumpulkan pahala menuju falah (kebahagiaan dunia dan akherat). Motif berkonsumsi dalam Islam pada dasarnya adalah mashlahah (public interest or general human good) atas kebutuhan dan kewajiban.
Sementara itu Yusuf Qardhawi menyebutkan beberapa variabel moral dalam berkonsumsi, di antaranya; konsumsi atas alasan dan pada barang-barang yang baik (halal), berhemat, tidak bermewah-mewah, menjauhi hutang, menjauhi kebakhilan dan kekikiran. Dengan demikian aktifitas konsumsi merupakan salah satu aktifitas ekonomi manusia yang bertujuan untuk meningkatkan ibadah dan keimanan kepada Allah SWT dalam rangka mendapatkan kemenangan, kedamaian dan kesejahteraan akherat (falah), baik dengan membelanjakan uang atau pendapatannya untuk keperluan dirinya maupun untuk amal shaleh bagi sesamanya. Sedangkan pada perspektif, konvensional aktifitas konsumsi sangat erat kaitannya dengan maksimalisasi kepuasan (utility). Sir John R. Hicks menjelaskan tentang konsumsi dengan menggunakan parameter kepuasan melalui konsep kepuasan (utility) yang tergambar dalam kurva indifference (tingkat kepuasan yang sama). Hicks mengungkapkan bahwa individu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya melalui aktifitas konsumsi pada tingkat kepuasan yang maksimal menggunakan tingkat pendapatannya (income sebagai budget constraint).
Dalam al-Qur’an ajaran tentang konsumsi dapat diambil dari kata kulu dan isyrabu terdapat sebanyak 21 kali. Sedangkan makan dan minumlah (kulu wasyrabu) sebanyak enam kali. Jumlah ayat mengenai ajaran konsumsi, belum termasuk derivasi dari akar kata akala dan syaraba selain fi’il amar di atas sejumlah 27 kali.
Diantara ayat-ayat konsumsi dalam al-Qur’an adalah Albaqarah(2): 168, 172, 187, al-Maidah(5): 4, 88, al-An’am(6) 118, 141, 142, al-A’raf(7):31, 160, 161, al-Anfal(8): 69, an Nahl (16): 114, al-Isra(17): 26-28, Toha(20): 54, 81, al-Hajj(22): 28, 36, al-Mukminun(23): 51, Saba(34): 15, at-Tur(52): 19, al-Mulk (67): 15, al-Haqqah(69): 24, almursalat(77): 43, 46 l dan ain-lain.
Bagaimanakah, memproporsionalkan antara kebutuhan dan keinginan dalam aktivitas konsumsi? Diakui bahwa aktifitas ekonomi berawal dari kebutuhan manusia untuk terus hidup (survive) di dunia. Segala keperluan untuk bertahan untuk hidup akan sekuat tenaga diusahakan sendiri, namun ketika keperluan hidup tidak dapat dipenuhi sendiri menyebabkan adanya berbagai interaksi untuk proses pemenuhan keperluan hidup manusia. Interaksi inilah yang sebenarnya merepresentasikan interaksi permintaan dan penawaran, interaksi konsumsi dan produksi, sehingga memunculkan pasar sebagai wadah interaksi ekonomi. Pemenuhan keperluan hidup manusia secara kualitas memiliki tahapan-tahapan pemenuhan. Berdasarkan teori Maslow, keperluan hidup berawal dari pemenuhan keperluan yang bersifat dasar (basic needs), kemudian pemenuhan keperluan hidup yang lebih tinggi kualitasnya seperti keamanan, kenyamanan dan aktualisasi. Sayang teori Maslow ini merujuk pada pola pikir individualistic-materialistik.
Dalam Islam tahapan pemenuhan keperluan hidup boleh jadi seperti yang Maslow gambarkan, namun pemuasan keperluan hidup setelah tahapan pertama (kebutuhan dasar) akan dilakukan ketika secara kolektif yaitu kebutuhan dasar masyarkat sudah pada posisi yang aman. Ketika, masyarakat sudah terpenuhi kebutuhan dasarnya, maka tidak akan ada implikasi negatif yang muncul. Dengan demikian diperlukan peran negara dalam memastikan hal ini. Di akui ada beberapa mekanisme dalam system ekonomi Islam yang tidak akan berjalan efektif jika tidak ada campur tangan negara.
Parameter kepuasan dalam ekonomi Islam bukan hanya terbatas pada benda-benda konkrit (materi), tapi juga tergantung pada sesuatu yang bersifat abstrak, seperti amal shaleh yang manusia perbuat. Kepuasan dapat timbul dan dirasakan oleh seorang manusia muslim ketika harapan mendapat kredit poin dari Allah SWT melalui amal shalehnya semakin besar. Pandangan ini tersirat dari bahasan ekonomi yang dilakukan oleh Hasan Al Banna.9 Beliau mengungkapkan firman Allah yang mengatakan:
“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin.” (QS Lukman(31): 20)
Apa yang diungkapkan Hasan Al Banna, menegaskan bahwa ruang lingkup keilmuan ekonomi Islam lebih luas dibandingkan dengan ekonomi konvensional. Ekonomi Islam bukan hanya berbicara tentang pemuasan materi yang bersifat fisik, tapi juga berbicara cukup luas tentang pemuasan materi yang bersifat abstrak, pemuasan yang lebih berkaitan dengan posisi manusia sebagai hamba Allah SWT.
Dari pembahasan keperluan hidup manusia, penting untuk di bahas perbedaan kebutuhan dan keinginan. Islam memiliki nilai moral yang ketat dalam memasukkan “keinginan” (wants) dalam motif aktifitas ekonomi. Mengapa? Dalam banyak ketentuan perilaku ekonomi Islam, motif “kebutuhan” (needs) lebih mendominasi dan menjadi nafas dalam roda perekonomian dan bukan keinginan. Kebutuhan (needs) didefinisikan sebagai segala keperluan dasar manusia untuk kehidupannya. Sementara keinginan (wants) didefinisikan sebagai desire (kemauan) manusia atas segala hal. Ruang lingkup keinginan lebih luas dari kebutuhan. Contoh sederhana menggambarkan perbedaan kedua kata ini dapat dilihat dalam perilaku konsumsi pada air untuk menghilangkan dahaga. Kebutuhan seseorang untuk menghilangkan dahaga mungkin cukup dengan segelas air putih, tapi seseorang dengan kemampuan dan keinginannya dapat saja memenuhi kebutuhan itu dengan segelas wishky, yang tentu lebih mahal dan lebih memuaskan keinginan.
Namun perlu diingat bahwa konsep keperluan dasar dalam Islam sifatnya tidak statis, artinya keperluan dasar pelaku ekonomi bersifat dinamis merujuk pada tingkat ekonomi yang ada pada masyarakat. Pada tingkat ekonomi tertentu sebuah barang yang dulu dikonsumsi akibat motifasi keinginan, pada tingkat ekonomi yang lebih baik barang tersebut telah menjadi kebutuhan. Dengan demikian parameter yang membedakan definisi kebutuhan dan keinginan tidak bersifat statis, ia bergantung pada kondisi perekonomian serta ukuran kemashlahatan. Dengan standar kamashlahatan, konsumsi barang tertentu dapat saja dinilai kurang berkenan ketika sebagian besar ummat atau masyarakat dalam keadaan susah. Dengan demikian sangat jelas terlihat bahwa perilaku ekonomi Islam tidak didominasi oleh nilai alamiah yang dimiliki oleh setiap individu. Terdapat nilai diluar diri manusia yang kemudian membentuk perilaku ekonomi. Nilai ini diyakini sebagai tuntunan utama dalam hidup dan kehidupan manusia.
ekonomi internasional
06 April 2010 jam 7:17 | Sunting Draf | Hapus
BAB I

PENDAHULUAN

A. Deskripsi

Dewasa ini kita berada dalam kegiatan ekonomi antarbangsa yang bergerak menuju kesalingtergantungan ekonomi. Suatu ekonomi global jangan dianggap hanya sekedar perdagangan yang semakin besar diantara negara-negara di dunia, karena yang tengah terjadi adalah suatu ekonomi dunia yang bergerak ke arah ekonomi tunggal, suatu satu ekonomi dan satu pasar. Dengan demikian kini tidak ada lagi yang namanya ekonomi nasional murni. Bagian dunia yang lain terlalu besar untuk diabaikan, baik sebagai pasar maupun sebagai pesaing. Oleh karena itu kita wajib mengajarkan kepada siswa tentang cara berpikir internasional supaya dapat memahami perkembangan ekonomi internasional.

Dalam ekonomi internasional menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas ekonomi suatu negara dengan aktivitas ekonomi negara lain. Hubungan aktivitas ekonomi suatu negara dengan negara lain ini akan membentuk sistem ekonomi yang lebih besar, yaitu sistem ekonomi internasional. Dalam mempelajari ekonomi internasional terdapat beberapa topik yang perlu mendapat perhatian kita, yaitu perdagangan internasional, pembayaran internasional, neraca pembayaran, dan kerjasama ekonomi internasional. Berikut akan kita bahas masing-masing topik tersebut.

B. Prasyarat

Penguasaan terhadap materi ini, maka peserta sebaiknya sudah pernah memperoleh materi pengantar ilmu ekonomi, ekonomi mikro, dan ekonomi makro, baik itu pada saat kuliah maupun pendidikan dan latihan.

C. Petunjuk Belajar

Peserta agar dapat mempelajari keseluruhan materi buku ajar ini dan mencapai kompetensi serta indikator yang ditetapkan, maka diharapkan belajar berdasarkan sistematika sebagai berikut :

1. Bacalah dengan cermat kompetensi dan indikator yang ada pada setiap kegiatan belajar,
2. Apabila peserta sudah memahaminya, lanjutkan membaca materi yang bersangkutan,
3. Perhatikan setiap penjelasan dari dosen untuk memperoleh pemahaman yang lebih lengkap,
4. Diskusikan kembali bagian materi yang belum jelas dengan pihak lain dengan mencari rujukan literatur seperti yang sudah tertulis di akhir materi ini.

D. Kompetensi dan Indikator

1. Standart Kompetensi

Memahami konsep dasar ekonomi internasional.

2. Kompetensi Dasar

a. Memahami Perdagangan Internasional,

b. Mengenal Pembayaran Internasional,

c. Mengenal Neraca Pembayaran,

d. Memahami Kerjasama Ekonomi Internasional.

e. Memahami Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Bebas.

3. Indikator

Kompetensi tersebut di atas dapat dikatakan berhasil dicapai apabila peserta pendidikan dan pelatihan ini mampu:

1. Memahami faktor-faktor pendorong perdagangan internasional.
2. Memahami perbandingan antara teori keunggulan mutlak dan komparatif

c. Memahami manfaat perdagangan internasional.

d. Mengenal kebijakan perdagangan internasional.

e. Mengenal Cara dan alat pembayaran internasional.

f. Mengidentifikasi pasar valuta asing.

g. Mengenal sistem kurs valuta asing.

h. Memahami Pengertian neraca pembayaran.

i. Mengenal komponen neraca pembayaran.

k. Memahami integrasi ekonomi.

l. Mengenal Badan dan Lembaga kerjasama.

m. Memahami kerjasama regional.

n. Memahami pengertian globalisasi.

o. Memahami perdagangan bebas.

p. Memahami pengaruh globalisasi.

BAB II

KONSEP DASAR PERDAGANGAN INTERNASIONAL

(Kegiatan Belajar I)

A. Kompetensi Dan Indikator

Setelah peserta mempelajari materi dalam buku ajar ini diharapkan mampu memahami perdagangan internasional, yang meliputi faktor-faktor pendorong perdagangan internasional, perbandingan antara teori keunggulan mutlak dan komparatif, manfaat perdagangan internasional, dan mengenal kebijakan perdagangan internasional. memahami globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas, yang meliputi pengertian globalisasi, perdagangan bebas, dan pengaruh globalisasi.

B. Pengertian Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah pertukaran barang dan jasa antara dua atau lebih negara di pasar dunia. Dewasa ini, hampir tidak ada negara yang mampu memenuhi semua kebutuhannya sendiri tanpa mengimpor barang/jasa dari negara lain. Contohnya Jepang, sebagai negara yang ekonominya kuat dan maju, masih mengimpor gas alam cair (liquid natural gas) dari Indonesia. Sedang Indonesia mengimpor barang-barang modal dari Amerika untuk keperluan pembangunan industri. Fluktuasi ekspor dan impor dalam perdagangan internasional tergantung pada faktor-faktor pendorongnya berikut ini.

1. C. Faktor Pendorong Perdagangan Internasional

Faktor-faktor yang mendorong terjadinya perdagangan antarnegara, diantaranya . (a) Keanekaragaman kondisi produksi, (b) penghematan biaya produksi/spesialisasi, dan (c) perbedaan selera.

(a) Keanekaragaman Kondisi Produksi

Keanekaragaman kondisi produksi merujuk kepada potensi faktor-faktor produksi yang dimiliki suatu negara. Contohnya Indonesia, memiliki potensi besar dalam memproduksi barang-barang hasil pertanian. Dengan kata lain, melalui perdagangan, suatu negara dapat memperoleh barang yang tidak dapat dihasilkannya di dalam negeri.

(b) Penghematan Biaya Produksi/Spesialisasi

Perdagangan internasional memungkinkan suatu negara memproduksi barang dalam jumlah besar, sehingga menghasilkan increasing returns to scale atau biaya produksi rata-rata yang semakin menurun ketika jumlah barang yang diproduksi semakin besar. Jadi, apabila suatu negara berspesialisasi memproduksi barang tertentu dan mengekspornya, biaya produksi rata-ratanya akan turun.

(c) Perbedaan Selera

Sekalipun kondisi produksi di semua negara adalah sama, namun setiap negara mungkin akan melakukan perdagangan jika selera mereka berbeda. Contohnya, Norwegia mengekspor daging dan Swedia mengekspor ikan. Kedua negara akan memperoleh keunggulan dari perdagangan ini dan jumlah orang yang berbahagia meningkat.

1. D. Teori Keunggulan Mutlak dan Komparatif

Suatu negara dikatakan memiliki keunggulan mutlak atas barang tertentu apabila negara tersebut mampu memproduksinya dengan biaya lebih murah dibandingkan negara lain. Manfaat perdagangan internasional dapat dijelaskan dengan dua teori, yaitu keunggulan mutlak dan teori keunggulan komparatif.

1. Teori Keunggulan Mutlak (absolute advantage)

Contoh dua negara, Indonesia dan Jepang, sama-sama memproduksi beras dan . Kombinasi jumlah kedua barang yang dihasilkan berdasarkan banyaknya sumber daya yang digunakan diperlihatkan dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kemungkinan Produksi Indonesia dan Jepang

a. Tabel kemungkinan produksi Indonesia
Persentasi

Sumber Daya

Memproduksi Beras
Produksi

Beras

Produksi

Televisi
100 1000 0
80 800 20
60 600 40
40 400 60
20 200 80
0 0 100

b. Tabel kemungkinan produksi Jepang
Persentasi

Sumber Daya

Memproduksi Beras
Produksi

Beras

Produksi

Televisi

100 100 0
80 80 200
60 60 • 400
40 40 . 600
20 20 800
.0 0 1000

Dalam hal ini, apabila Indonesia dan Jepang melakukan perdagangan, maka kebutuhan beras dan televisi kedua negara bisa dipenuhi dengan lebih baik.

1. Teori Keunggulan Komparatif (comparative advantage)

Teori keunggulan komparatif.mengatakan bahwa selama biaya relatif untuk memproduksi barang antara satu negara dengan negara lain berbeda, selalu ada potensi keunggulan yang bisa diperoleh dari perdagangan internasional, meskipun salah satu negara memiliki keunggulan mutlak dalam semua barang. Untuk lebih jelas, mari kita perhatikan contoh pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kemungkinan produksi Indonesia dan Amerika

1. Tabel kemungkinan produksi Amerika

Persentasi

Sumber Daya Yang Digunakan Memproduksi Alat Komunikasi
Produksi

Alat Komunikasi

Produksi

Makanan

100 1000 0
80 800 20
60 600 40
40 400 60
20 200 80
0 0 100

b. Tabel kemungkinan produksi Indonesia.
Persentasi

Sumber Daya Yang Digunakan

Memproduksi Alat Komunikasi
Produksi

Alat Komunikasi

Produksi

Makanan

100 20 0
80 16 1
60 12 2
40 8 3
20 6 4
.0 0 5

Menurut teori keunggulan komparatif, dua negara masih bisa melakukan perdagangan meskipun salah satunya mempunyai keunggulan mutlak dalam memproduksi barang, asalkan biaya relatif untuk memproduksi barang di kedua negara tersebut berbeda.

1. E. Manfaat Perdagangan Internasional

1. Efisiensi

Melalui perdagangan internasional, setiap negara tidak perlu memproduksi semua kebutuhannya, tetapi cukup hanya memproduksi apa yang bisa diproduksinya dengan cara yang paling efisien dibandingkan dengan negara-negara lain. Dengan demikian, akan tercipta efisiensi dalam pengalokasian sumber daya ekonomi dunia.

2. Perluasan konsumsi dan produksi

Perdagangan internasional juga memungkinkan konsumsi yang lebih luas bagi penduduk suatu negara.

3. Peningkatan produktifitas

Negara-negara yang berspesialisasi dalam memproduksi barang tertentu akan berusaha meningkatkan produktivitasnya. Dengan demikian mereka akan tetap unggul dari negara lain dalam memproduksi barang tersebut.

5. Sumber penerimaan negara

Dalam perdagangan internasional juga bisa menjadi sumber pemasukan kas negara dari pajak-pajak ekspor dan impor.

1. F. Kebijakan Perdagangan Internasional

Kebijakan perdagangan internasional setiap negara berbeda dengan negara lain. Ada negara yang memilih menjalankan kebijakan perdagangan bebas (free trade), ada yang memilih menjalankan kebijakan perdagangan proteksionis, dan ada pula yang memilih gabungan keduanya.

a) Perdagangan Bebas

Perdagangan bebas adalah keadaan ketika pertukaran barang/jasa antarnegara berlangsung dengan sedikit ataupun tanpa rintangan. Menurut aliran fisiokratis dan aliran liberal (klasik), liberalisasi perdagangan dapat memacu kinerja ekspor dan pertumbuhan ekonomi karena beberapa alasan berikut.

(1) Perdagangan Bebas cenderung memacu persaingan, sehingga menyempurnakan skala ekonomis dan alokasi sumber daya.

(2) Perdagangan bebas mendorong peningkatan efisiensi, perbaikan mutu produk, dan perbaikan kemajuan teknologi sehingga memacu produktivitas faktor produksi.

(3) Perdagangan bebas merangsang pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan serta memupuk tingkat laba, tabungan, dan investasi.

(4) Perdagangan bebas akan lebih mudah menarik modal asing dan tenaga ahli, laba, tabungan, dan investasi.

(5) Perdagangan bebas memungkinkan konsumen menghadapi ruang lingkup pilihan yang lebih luas atas barang-barang yang tersedia.

b. Perdagangan Proteksionis

Salah satu tujuan kebijakan perdagangan proteksionis adalah untuk meningkatkan daya saing produk diluar negeri. Menurut pengatur kebijakan proteksionis, nilai tukar (terms of trade) barang manufaktur, yaitu ekspor utama negara-negara maju, sering dinilai lebih tinggi dari nilai tukar barang primer, yaitu ekspor utama negara-negara berkembang. Itulah yang menjadi alasan utama timbulnya kebijakan perdagangan proteksionis.

Dalam kenyataannya, terdapat beberapa alat kebijakan perdagangan proteksionis yang digunakan oleh hampir semua negara. Beberapa diantaranya adalah tarif atau bea masuk, kuota, subsidi, dan larangan impor.

1) Tarif atau Bea Masuk

Tarif atau bea masuk adalah pajak yang dikenakan terhadap barang yang diperdagangkan baik barang impor maupun ekspor.

2) Kuota

Kuota adalah batas maksimum jumlah barang tertentu yang bisa diimpor dalam periode tertentu, biasanya satu tahun.

3) Subsidi

Subsidi terhadap biaya produksi barang domestik akan menurunkan harga, sehingga produksi domestik dapat bersaing dengan barang impor dan akan mendorong konsumen membelinya.

4) Larangan Impor

Karena alasan-alasan tertentu, baik yang bersifat ekonomi maupun politik, suatu negara tidak menghendaki impor barang tertentu.

BAB III

PEMBAYARAN INTERNASIONAL

(Kegiatan Belajar II)

1. A. Kompetensi Dan Indikator

Setelah peserta mempelajari materi dalam buku ajar ini diharapkan mampu mengenal pembayaran internasional, yang meliputi mengenal cara dan alat pembayaran internasional, mengidentifikasi pasar valuta asing, dan mengenal sistem kurs valuta asing.

B. Pengertian Pembayaran Internasional

Pembayaran intemasional adalah pembayaran atas transaksi yang dilakukan oleh negara-negara yang terlibat dalam perdagangan internasional berdasarkan kesepakatan yang telah dirundingkan sebelumnya. Pembayaran dalam perdagangan internasional pada umumnya dilaksanakan melalui bank.

C. Cara dan Alat Pembayaran Internasional

Pelaksanaan transaksi perdagangan luar negeri dapat diatur dengan cara pembayaran berikut.

1. 1. Cash Payment

Pembayaran secara tunai (cash) biasanya dilakukan oleh sksportir yang belum kenal dengan inportir atau kurang percaya akan bonafiditas importir. Cara pembayaran tunai di antaranya dilaksanakan melalui :

2. Wesel Bank atas Unjuk (Bankers Sight Draft) yaitu surat perintah yang dibuat oleh bank domestik yang ditujukan kepada bank korespondennya di negara lain untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada si pembawa surat wesel.

3. Telegraphic Transfer (T/T), yaitu perintah pembayaran yang dikirimkan melalui telegram atau telex dari bank dalam negeri ke bank korespondennya di luar negeri.

1. 4. Open Account

Cara ini merupakan kebalikan dari pembayaran cash. Dengan cara open account, barang telah dikirim kepada importir tanpa disertai surat perintah membayar serta dokumen-dokumen. Pembayaran dilakukan setelah beberapa waktu atau terserah kebijakan importir. Dengan cara itu, risiko sebagian besar ditanggung eksportir. Misalnya, eksportir harus mempunyai banyak modal dan apabila pembayaran akan dilakukan dengan mata uang asing maka risiko perubahan kurs menjadi tanggungannya.

1. 5. Letter of Credit

L/C (Letter of Credit) adalah sebuah instrumen yang dikeluarkan oleh bank atas nama salah satu nasabahnya, yang menguasakan seseorang atau sebuah perusahaan penerima instrumen tersebut menarik wesel atas bank yang bersangkutan atau atas salah satu bank korespondennya, berdasarkan kondisi-kondisi yang tercantum pada instrumen itu. Eksportir terjamin akan pembayarannya bila ia memenuhi persyaratan yang diminta oleh importir, demikian pula importir.

1. 6. Commercial Bills of Exchange

Commercial bills of exchange yang sering disebut juga wesel (draft) atau trade bills, adalah surat yang ditulis oleh penjual yang berisi perintah kepada pembeli untuk membayar sejumlah uang pada waktu tertentu di masa datang. Surat perintah semacam itu sering disebut wesel.

1. D. Pasar Valuta Asing

Valuta asing atau mata uang asing adalah jenis mata uang yang digunakan di negara lain. Karena adanya perbedaan nilai mata uang, maka dikenallah apa yang disebut dengan kurs (nilai -tukar). Valuta asing dapat diperoleh di pasar valuta asing.

Pasar valuta asing adalah tempat membeli/menukar mata uang asing untuk keperluan internasional. Fungsi pasar valuta/asing adalah :

1. Mempermudah penukaran valuta asing serta pemindahan dana dari suatu negara ke negara lain (misal melalui clearing)
2. Memperlancar terjadinya kegiatan ekspor/impor.
3. Memungkinkan dilakukan hedging. Hedging adalah tindakan pihak tertentu untuk menghindari kerugian akibat kemungkinan terjadinya perubahan kurs valuta asing di masa yang akan datang.

1. A. Sistem Kurs Valuta Asing

Meskipun kurs nilai tukar pada dasarnya ditentukan oleh kekuatan pasar, namun sesungguhnya ada faktor lain. yang menentukan besarnya kurs, yaitu sistem kurs valuta asing yang dianut oleh suatu negara. Secara umum, terdapat tiga sistem penetapan kurs valuta asing, yaitu sistem kurs tetap, sistem kurs bebas, dan sistem kurs mengambang terkendali. Perbedaan pokok ketiga sistem tersebut terdapat pada sejauh mana campur tangan pemerintah dalam penetapan nilai tukar.

1. 1. Sistem Kurs Tetap

Menurut sistem kurs tetap (fixed exchange rate), nilai tukar mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lainnya ditetapkan oleh pemerintah. Walaupun nilai tukar ditetapkan oleh pemerintah, namun tidak berarti bahwa tidak ada perubahan permintaan dan penawaran atas suatu mata uang di pasar valuta asing. Dampak dari perubahan permintaan dan penawaran mata uang asing di pasar valuta asing tersebut akan diredam oleh pemerintah. Jika terjadi kelebihan penawaran, pemerintah akan membelinya. Sebaliknya, jika terjadi kelebihan permintaan terhadap mata uang asing tertentu, pemerintah akan menjual persediaan mata uang yang dimilikinya. Untuk memperjelas masalah ini, mari kita lihat Peraga 2-1.



Kebaikan sistem kurs tetap adalah bahwa sistem ini mampu memberikan kepastian mengenai nilai tukar. Namun sistem ini pun banyak mengandung kelemahan, di antaranya pemerintah harus memiliki cadangan devisa yang besar untuk berjaga-jaga jika dibutuhkan untuk melakukan intervensi pasar.

1. 2. Sistem Kurs Bebas

Kurs bebas adalah nilai kurs uang ditentukan oleh kekuatan pasar, yang biasa juga disebut dengan kurs mengambang.

Keuntungan dari sistem kurs bebas adalah bahwa tingkat kurs yang berlaku selalu sama dengan tingkat kurs keseimbangan. Jadi, tidak ada masalah pasar gelap dan akibat negatifnya. Dalam sistem kurs devisa yang betul-betul mengambang, tidak ada masalah surplus atau defisit-neraca pembayaran, sebab bekerjanya pasar selalu menyeimbangkan jumlah devisa yang masuk dengan devisa yang keluar. Sistem ini bisa dilaksanakan apabila syarat-syarat berikut dapat. dipenuhi.

1. Kurs ditentukan sepenuhnya oleh kekuatan pasar.
2. Tidak ada pembatasan penggunaan valuta asing.



O Q1 Q2 Jumlah Rp.

Peraga 2.2 Keseimbangan pada sistem kurs bebas

1. 3. Sistem Kurs Mengambang Terkendali

Usaha-usaha untuk menstabilkan kurs konferensi Bretton Woods. Pada sistem kurs mengambang terkendali, nilai tukar pada dasarnya ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Nilai kurs bebas bergerak untuk naik atau turun. Namun, untuk menghindari gejolak yang terlalu tajam, pemerintah melakukan intervensi atau campur tangan sampai batas-batas yang telah ditentukan, misalnya 5 % di atas atau di bawah kurs keseimbangan. Batas yang digunakan untuk mengatakan bahwa perubahan nilai tukar dianggap terlalu tajam ditentukan oleh bank sentral. Campur tangan pemerintah dalam mempengaruhi nilai kurs ini dapat dilakukan secara langsung (membeli maupun menjual valuta asing di pasar) mau pun secara tidak langsung (misalnya melalui pengaturan tingkat bunga). Apabila pemerintah melakukan campur tangan secara langsung maka sistem kurs valuta asing yang dianut disebut dirty floating (mengambang kotor). Sedangkan jika pemerintah melakukan campur tangan secara tidak langsung, maka sistem kurs valuta asing yang dianut disebut sebagai clean floating (mengambang bersih).


Dibandingkan dengan sistem kurs bebas, sistem kurs mengambang terkendali lebih memberikan kepastian yang lebih baik bagi para eksportir dari importir tentang besarnya nilai tukar yang akan berlaku untuk satu periode.

BAB IV

NERACA PEMBAYARAN

(Kegiatan Belajar III)

A. Kompetensi Dan Indikator

Setelah peserta mempelajari materi dalam buku ajar ini diharapkan mampu mengenal neraca pembayaran, yang meliputi pengertian neraca pembayaran, komponen neraca pembayaran.

1. B. Pengertian Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran adalah catatan sistematis mengenai semua transaksi ekonomi antar penduduk suatu negara dengan negsra-negara lain selama periode tertentu. Pengertian penduduk dalam hal ini meliputi perorangan (individu), perusahaan, badan hukum, badan pemerintah, atau siapa saja yang tempat tinggal utamanya di negara tersebut. Transaksi ekonomi berarti pertukaran niliai barang atau jasa ekonomi atau pengalihan kekayaan penduduk suatu negara ke negara lain.

Neraca pembayaran memiliki dua sisi, yaitu kredit dan debet. kredit adalah transaksi yang menimbulkan hak menerima pembayaran dari penduduk negara lain. Sementara sisi debet adalah transaksi yang menimbulkan kewajiban membayar kepada penduduk negara lain. Semua transaksi kredit masuk dalam neraca pembayaran dengan tanda positif (+). Sedangkan transaksi debet masuk dengan tanda negatif (-).

1. B. Komponen Neraca Pembayaran

Necara pembayaran terdiri dari beberapa komponen, yaitu neraca barang (neraca perdagangan) dan neraca jasa. Keduanya disebut neraca transaksi berjalan (current account) dan neraca modal.

1. 1. Neraca Barang (Neraca Perdagangan)

Neraca barang dan neraca jasa disebut juga neraca transaksi berjalan (current account). Pos ini merupakan golongan terbesar dalam neraca pembayaran, yang meliputi transaksi barang. Transaksi barang ini meliputi ekspor barang, termasuk barang-barang yang bisa dilihat secara fisik, misalnya minyak, tembakau, tanah, kayu, karet, dan sebagainya. Ekspor barang merupakan transaksi kredit karena transaksi itu menimbulkan hak untuk menerima pembayaran (menyebabkan terjadinya aliran uang atau dana masuk ke dalam negeri). Impor barang meliputi barang-barang konsumsi, barang modal, dan bahan mentah untuk industri. Impor barang-barang merupakan transaksi debet karena menimbulkan kewajiban untuk melakukan pembayaran kepada negara lain (menyebabkan aliran dana atau uang ke luar negeri).

1. Neraca Jasa

Sesuai dengan namanya, neraca jasa hanya mencatat transaksi-transaksi jasa saja. Neraca jasa meliputi transaksi ekspor dan impor jasa. Ekspor jasa meliputi penjualan jasa angkutan, turisme/pariwisata, asuransi, pendapatan investasi dan modal di luar negeri. Ekspor jasa termasuk transaksi kredit. Impor jasa meliputi pembelian jasa dari penduduk negara lain, termasuk pembayaran bunga, dividen atau keuntungan modal yang ditanam di dalam negeri oleh penduduk negara lain.

1. Neraca modal

Neraca modal adalah neraca yang mencatat transaksi berupa investasi modal dan emas. Neraca modal (capital account) termasuk transaksi modal, terdiri dari transaksi jangka pendek dan transaksi jangka panjang.

1. Lalu Lintas Moneter

Transaksi lalu lintas moneter adalah semua transaksi jual beli yang terjadi dari suatu negara ke luar negeri. Transaksi ini sering disebut accomodating transaction sebab merupakan transaksi yang timbul sebagai akibat dari adanya transaksi lain. Transaksi lain itu sering disebut dengan autonomous, karena timbul dengan sendirinya, tanpa dipengaruhi transaksi lain. Termasuk dalam transaksi autonomous adalah transaksi-transaksi yang sedang berjalan dan transaksi kapital serta transaksi satu arah.

5. Surplus dan Defisit Neraca Pembayaran

Neraca perdagangan dikatakan surplus bila nilai ekspor barang lebih besar dari pada impornya. Kebijakan neraca pembayaran ditujukan untuk lebih meningkatkan penerimaan devisa dari ekspor guna memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Kebijakan tersebut ditujukan pula untuk menghemat devisa melalui substitusi impor dan memanfaatkan sumber-sumber dana dari luar negeri, baik berupa pinjaman maupun penanaman modal asing, serta menunjang perluasan kesempatan kerja dan pemerataan pembangunan.

BAB V

KERJA SAMA EKONOMI INTERNASIONAL

(Kegiatan Belajar IV)

A. Kompetensi Dan Indikator

Setelah peserta mempelajari materi dalam buku ajar ini diharapkan mampu memahami Kerjasama ekonomi internasional, yang meliputi integrasi ekonomi, mengenal badan dan lembaga kerjasama, dan kerjasama regional.

B. Integrasi Ekonomi

Tidak satupun negara yang dapat berdiri sendiri tanpa kerja sama dengan negara lain. Integrasi ekonomi terjadi apabila beberapa negara yang berada dalam satu wilayah memutuskan untuk menciptakan perdagangan bebas di antara sesama negara anggota dan menetapkan tarif yang sama terhadap impor barang-barang produksi negara-negara lain yang bukan merupakan anggota. Beberapa jenis integrasi ekonomi yang terdapat saat ini di antaranya adalah daerah perdagangan bebas (free trade area), perserikatan pabean (customs union), pasar bersama (common market), dan kesatuan ekonomi (economic union). Berbagai jenis integrasi ekonomi tersebut akan dibahas di bawah ini. Kerja sama ekonomi meliputi empat jenis berikut ini:

1. Daerah Perdagangan Bebas

Daerah atau kawasan perdagangan bebas terjadi jika sekelompok negara sepakat untuk menghapuskan berbagai hambatan perdagangan, seperti tarif dan kuota, antar sesama negara anggota. Meskipun demikian, masing-masing negara tetap memiliki dan memberlakukan berbagai hambatan terhadap negara-negara bukan anggota kawasan tersebut. Di wilayah Asia Tenggara, negara-negara ASEAN mencetuskan kawasan perdagangan bebas yang dikenal dengan nama ASEAN Free Trade Area (AFTA). AFTA dibentuk pada awal tahun 1993 oleh tujuh negara anggota ASEAN, yaitu Indonesia, Singapura, Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei, dan Vietnam. Anggotanya kemudian bertambah dengan masuknya Laos, Kamboja, dan Myanmar. Keringanan yang diterapkan antara sesama anggota misalnya, adalah penurunan tarif bea masuk dari negara-negara sesama anggota AFTA.

1. Perserikatan Pabean (Custom Unions)

Pada perserikatan pabean, antar sesama negara anggota memberlakukan ketentuan perdagangan bebas dan tarif bea masuk serta kuota yang seragam terhadap impor dari negara-negara bukan anggota.

1. Pasar Bersama (Common Market)

Dalam integrasi ekonomi berbentuk pasar bersama, sesama negara anggota mempunyai kebebasan secara penuh untuk memindahkan faktor-faktor produksi, khususnya modal dan tenaga kerja, serta membentuk kawasan perdagangan bebas dan menyeragamkan peraturan tarif bea masuk. Contoh bentuk kerja sama ini adalah Masyarakat Eropa (ME) atau European Community (EC).

1. Kesatuan Ekonomi (Economic Union)

Negara-negara yang membentuk kerja sama kesatuan ekonomi (economic union) memiliki kebijakan ekonomi tunggal atau serupa, termasuk kebijakan moneter, pajak, maupun perdagangan. Sampai saat ini hanya European Union yang mengarah pada bentuk kerja sama ini. Contohnya, diberlakukannya mata uang tunggal untuk kawasan tersebut yang dinamakan European Currency Unit (ECU) atau Euro.

1. C. Badan dan Lembaga Kerja Sama Internasional
1. 1. ECOSOC

Dewan Ekonomi dan Sosial PBB [Economic and Social Council = ECOSOC). Dewan itu bertugas mempelopori penelitian, laporan, dan rekomendasi mengenai persoalan-persoalan ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan dunia.

1. GATT (General Agreement on Tariffs and Trade)

Tata perdagangan internasional yang berlaku sekarang terutama berdasarkan Perjanjian Umum tentang Tarif dan Perdagangan (General Agree ment on Tariffs and trade/GATT),

1. ITO (International Trade Organization)

Organisasi ini merupakan organisasi perdagangan internasional untuk kemajuan perdagangan internasional.

1. UNESCO (United Nations Educational Scientific and Cultural Organization). UNESCO adalah lembaga PBB yang mengatur masalah pendidikan dan komunikasi.
1. 5. UNIDO (United Nations Industrial Development Organization)

Organisasi ini bertujuan memajukan perkembangan industri di negara-negara berkembang, antara lain melalui bantuan teknis, program-program latihan, penelitian, dan penyediaan informasi.

1. 6. IMF (International Monetary Fund)

Membantu negara-negara yang membutuhkan pinjaman uang, asalkan negara tersebut memenuhi persyaratan yang diajukan oleh IMF.

1. 7. IBRD (International Bank for Reconstruction and Development)

Organisasi ini memberikan kredit kepada negara-negara anggota, terutama untuk memberi jaminan atas kredit-kredit yang diberikan pihak lain.

1. 8. IFC (International Finance Corporation)

Lembaga keuangan internasional yang membantu pengusaha-pengusaha swasta adalah IFC. IFC adalah afiliasi Bank Dunia. IFC memberiksn pinjaman kepada pengusaha-pengusaha swasta. Organisasi turut ambil bagian dalam pembentukan modal perusahaan swasta dan membantu mengalihkan investasi luar negeri ke negara-negara yang sedang berkembang.

1. 9. IDB (Islamic Development Bank)

Bank Pembangunan Islam tujuan utamanya membantu dan menggalakkan pembangunan ekonomi dan sosial di negara-negara Islam baik secara individu maupun kolektif, berupa pinjaman yang diberikan dengan syarat yang ringan.

1. D. Bentuk Kerja Sama Ekonomi Regional
1. 1. ASEAN (Association of South East Asia Nations)

Tujuan ASEAN antara lain :

1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, sosial, dan kebudayaan di Asia Tenggsra
2. Mendorong perkembangan perdamaian dan kestabilan di Asia Tenggara
3. Menciptakan kerja sama yang aktif di bidang sosial, ekonomi, kebudayaan, teknologi, dan administrasi.
4. Menyelenggarakan usaha-usaha yang efektif untuk mempercepat hasil industri dan pertanian yang lebih baik.
5. Mendirikan industri dan memperluas perdagangan termasuk perdagangan internasional.
6. 2. ME (Masyarakat Eropa atau European Community)

Sesuai dengan namanya, ME adalah organisasi yang menangani masalah-masalah ekonomi negara anggotanya.

1. 3. EFTA (European Free Trade Area)

EFTA didirikan sebagai lembaga kerja sama ekonomi antar negara-negara Eropa yang tidak termasuk ME, yaitu Austria, Swiss, Denmark, Inggris, Swedia, dan Portugal.

1. 4. COMECON (East European Council for Mutual Economic Assistance).

Organisasi ini terbentuk sebagai lembaga kerja sama ekonomi yang didirikan antara negara-negara komunis, yaitu Rusia, Jerman Timur, Polandia, Hungaria, Rumania, Bulgaria, dan Cekoslovakia.

1. E. Lembaga-lembaga Khusus

Lembaga-lembaga yang akan dibahas di sini adalah OECD, CGI, OPEC, AFTA, dan NAFTA.

1. 1. OECD (Organization for Economic Cooperation and Development).

OECD tidak hanya memperhatikan kepentingan negara-negara anggotanya, tetapi juga mengenai masalah perkembangan ekonomi dunia.

1. 2. CGI (Consultative Group on Indonesia)

CGI atau dulu dikenal dengai. IGGI (Inter Governmental Oroup on Indonesia) Kelompok itu berkembang menjadi lembaga kerja sama yang membantu Indonesia melaksanakan pembangunan dan melakukan stabilisasi, dengan cara memberikan bantuan pangan dan non pangan serta kredit dengan syarat lunak.

1. 3. OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries)

OPEC bertugas mengatur pemasaran minyak tanah serta menetapkan harga yang seragam.

1. 4. AFTA (Asean Free Trade Area)

AFTA adalah area perdagangan bebas di wilayah ASEAN sedangkan NAFTA adalah area perdagangan bebas bagi negara-negara barat.

1. 5. NAFTA (North American Free Trade Agreement (NAFTA)

NAFTA bertujuan menghapus hambatan perdagangan, menciptakan persaingan yang wajar, serta meningkatkan kesempatan investasi antarnegara anggota dan merupakan dasar untuk kerja sama regional dan multilateral di masa mendatang.

BAB VI

GLOBALISASI EKONOMI DAN PERDAGANGAN BEBAS

(Kegiatan Belajar V)

A. Kompetensi Dan Indikator

Setelah peserta mempelajari materi dalam buku ajar ini diharapkan mampu memahami globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas, yang meliputi pengertian globalisasi, perdagangan bebas, dan pengaruh globalisasi.

1. B. Pengertian Globalisasi

Globalisasi berasal dari kata global yang berarti keseluruhan. Globalisasi berarti proses masuknya sesuatu ke lingkup dunia. Sifat perubahan yang menyeluruh menjadi ciri khas dari globalisasi. Globalisasi merupakan kondisi objektif yang harus dihadapi sesuai dengan keragaman yang ada di masyarakat.

1. C. Perdagangan Bebas

Sistem perdagangan bebas, berarli setiap negara harus siap bersaing dalam produk sendiri dengan produk luar yang akan masuk dengan mudahnya.

1. D. Pengaruh Globalisasi Terhadap Perekonomian Nasional

Telah terjadi kemajuan pesat di bidang teknologi, informasi, komunikasi, dan transportasi dalam beberapa dasawarsa terakhir. Indonesia sedang mempersiapkan diri untuk memasuki era globalisasi dengan perdagangan bebas yang menjadi ciri utamanya, agar produk Indonesia tetap bisa bersaing dan tidak terpuruk oleh produk luar yang lebih baik. Oleh karena itu, badan usaha melakukan dua terobosan baik dari sudut pemasaran maupun dari sudut kemampuan perusahaan. Adapun terobosannya meliputi:

1. Perusahaan harus memiliki dan mengembangkan sistem informasi pemasaran yang kuat dan efektif untuk memantau kegiatan lingkungan pasar agar dapat mengelompokkan dan menargetkan pasar secara tepat atau dengan perkataan lain memiliki perspektif global.
2. Perusahaan harus fleksibel dalam mengantisipasi pasar global. Peralihan atau perubahan skala ekonomi mengharuskan perubahan investasi dan teknologi agar dapat menciptakan gagasan-gagasan ekonomi. Fleksibilitas itu bisa dicapai melalui kemampuan tingkat teknologi perusahaan, penyesuaian secara cepat dan tepat baik kualitas, kemasan, maupun kuantitas produk untuk dapat diterima secara global.

Peluang pasar global kini tidak hanya bisa diraih oleh bisnis berskala besar, tetapi juga oleh bisnis berskala kecil. Dalam kondisi demikian dunia usaha nasional yang berorientasi global bisa ikut menikmati peluang pasar secara tepat bagi produk yang ditawarkannya.

******* mwt *******

DAFTAR PUSTAKA

Afiff, Faisal. 1994. Menuju Pemasaran Global. Badung: PT Eresco.

Bank Indonesia. 2004. Modul Kebanksentralan. Semarang: Kantor Bank Indonesia Semarang.

Donald A. Ball. 2004. International Business (Tantangan Persaingan Global). Jakarta: Salemba Empat.

Donald A. Ball. 2000. Bisnis Internasional. Jakarta: Salemba Empat.

Keegan, Warren J. 1989. Global Marketing Management. New Jersey: Prentice Hall.

Kotler, Philip. 1995. Marketing Management. Jakarta: Salemba Empat.

Simamora Henry. 2000. Manajemen Pemasaran Internasional. Jakarta: Salemba Empat.

******* mwt *******

Explore posts in the same categories: Buku-buku, Managemen Seni Pertunjukan Indonesia
pidato